SEMBILAN BELAS

6.5K 587 22
                                    

Di bagian awal chapter kali ini agak ngulang dari kejadian sebelumnya, tapi dengan sudut pandang yang berbeda. Jadi semoga gak ada yang bingung ya.

Selamat membaca.

o0o

"Re, gue mau ke kamar mandi sebentar."

Setelah mengatakan hal itu Dika pun langsung pergi dari sana tanpa menoleh ke arah Reno. Tak lama kemudian, suara dering telpon terdengar dari luar dapur. Reno pun langsung berinisiatif mencari ponsel tersebut. Ia mengambil ponsel Dika tanpa izin dari dalam tas sekolahnya yang ada di ruang depan, lalu melihat ada nama Teo yang tertera di sana.

Karena ragu Dika akan cepat kembali, ia pun langsung mengangkat telponnya.

"Dika," panggil suara itu pertama dengan nada ceria. Reno hanya terdiam. "Dik, kok lo jadi bisu sih? Gue mau ngobrol sama lo nih."

"Dika lagi ke kamar mandi," jawab Reno seadanya. Hening, tidak ada jawaban apapun dari sebrang sana. Sampai di saat Reno akan menutup telponnya, suara Teo kembali terdengar.

"Lo kenapa bisa pegang hp Dika? Kalian dimana sekarang?" Teo di sana sangat cemas, terdengar dari nada bicaranya yang langsung berubah. Teo bahkan spontan berpikir untuk nekat dan langsung menghampiri mereka saat ini juga.

"Gue lagi di rumahnya. Kenapa?"

"... jauhin temen gue."

Reno menjauhkan sedikit ponselnya, ia lalu kembali mendekatkannya pada telinganya. Suara Teo terdengar sedikit bergetar, membuatnya heran.

"Jangan macem-macem sama temen gue, No! Gue gak bakal maafin lo kalau sampai Dika kenapa-napa." Suara Teo terdengar lebih jelas kali ini, dengan sedikit nada mengancam.

"Gue---"

Sambungan telpon langsung terputus begitu saja. Reno mencoba untuk tidak mengumpat dan menahan kesabarannya. Setelah diancam, kini Teo menutup telponnya sembarangan tanpa mendengarnya lebih dulu.

Reno berjalan ke arah kamar mandi, ia ingin memberitahu bahwa Teo tadi menelpon Dika---karena Dika tidak juga keluar dari kamar mandi.

Baru saja tangan Reno akan mengetuk pintu, namun suara isakan pelan menghentikan gerakan tangannya. Ia berjalan mendekat, mencoba mendengarkan lebih jelas. Namun suara isakan itu masih terdengar jelas karena suasana rumah yang tengah sepi saat ini.

Dika nangis?

Reno langsung memutar tubuhnya untuk kembali ke dapur, ia tidak mau mengganggu privasi Dika. Jika Dika memang tengah menangis itu bukan urusannya. Ia hanya perlu diam.

Tapi perasaan aneh menyelimuti dirinya tanpa bisa ia tepis. Reno memikirkan hal apa yang membuat Dika menangis. Pikirannya langsung tertuju pada satu hal.

***

Sudah satu hari, tapi rasanya pikiran Reno tidak mau berhenti untuk berlari-lari di hari kemarin. Otaknya masih saja bekerja untuk memikirkan Dika yang menangis, ada perasaan bingung dan juga kasihan sejujurnya. Entah kenapa Reno merasa tidak tega melihatnya, namun setelah dipikir kembali, apakah Dika benar-benar menangis karena perkataannya? Apa Dika benar menyukai Reno?

Hanya memikirkannya saja langsung membuat Reno sedikit pusing, jujur saja ia masih merasa aneh dengan yang namanya perasaan menyukai sesama jenis. Bukankah hal itu adalah sesuatu yang tabu? Ya, bagi Reno itu semua terlihat seperti cinta yang tabu. Setelah Rega, apa kini ia harus menerima takdir bahwa Dika juga menyukainya.

"Argh."

"Lo ada masalah, Ren?" tanya seseorang yang kebetulan berada di sebelah Reno, ia salah satu teman sekelasnya.

Cinta yang TabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang