9. Sempurna?

68.8K 2.7K 50
                                    

Bela POV

"hei bangun kau tak kerja?"
Ucapku sambil mencium hidung Firman yang langsung mengerucut geli.

Firman menutup mukanya dengan selimut.
Aku dengan jail membukanya.

"Bel.. Aku masih ngantuk"
Rajuknya.

Oh ya, aku belum memberi tahunya soal kehamilanku. Biarlah ini menjadi kado untuk ulang tahunnya dua minggu lagi.

"Bukannya kau sekarang ada meeting?"
Bangunku lagi.

"jam 9 bangunin"
Ujarnya berbalik membelakangiku.

Yaudahlah, daripada kena semprot nanti. Mending aku pergi ke dapur lagi.

Aku ke dapur membuat teh mint yang bisa meredekan mual. Walaupun aku tak mual-mual setiap pagi, tapi membuat minuman mint bisa membuatku rileks.

Aku memutuskan menonton TV untuk membunuh kebosananku. Oh iya, apa aku masih bekerja? Tentu! Itu salah satu kesempatan agar aku tak terkurung di apartement.

Saat sedang santai sambil minum, Firman ternyata bangun dan mengambil minuman di dalam kulkas.

"Ay.. Mau makan"
Ujarnya sambil membawa jus yang memang setiap hari aku sediakan di dalam kulkas.

"Itu di atas meja ada nasi goreng kan?!"
Ujarku bangkit akan meletakkan gelas yang sudah kosong.

"Ambilin dong"
Ucapnya yang sudah duduk dimana aku tadi duduk.

"hmm"
Ucapku sambil berjalan ke arah meja makan.

Setelah mengambil sarapan untuknya, aku kembali lagi dan menyerahkannya.

Aku duduk di sampingnya yang sedang makan.

"aku nanti tak mau ikut meeting ya Ay.."
Ucapku ke arahnya.

"Ck. Kenapa? Aku mau mengenalkan kau sebagai istriku. Jadi wajib ikut meeting"
Ujarnya sambil mengunyah.

"Aku risih kalau nanti mereka memandangku perebut kau dari Sella. Bagaimanapun pasti mereka memandangku dari luarnya!"

"Kenapa kau peduli? Bukannya kau sudah biasa di cemooh orang?"

Deg.

Aku memejamkan mataku menahan emosi. Ucapan Firman dari dulu tak pernah di saring, dia mengucapkan itu seolah-olah itu hal biasa. Padahal itu menyakitiku.

Bukannya aku nikah harusnya mendapat perlindungan? Kenapa dia malah ingin aku tetap berada di posisi cemooh orang?

"Terserahlah. Apa katamu saja"
Ujarku bangkit dan menuju kamar.

Aku merenung lagi, sebenarnya apa yang kudapat dari pernikahan ini?

Apa?

Kurasa aku tetap di posisi sama. Padahal seharusnya aku naik tingkat. Bukannya permohonannya waktu itu dia memilihku?

Tak lama pintu terbuka kembali dan menampilkan dia berdiri tegap memandang tepat ke arahku, yang ku lihat dia menyorotkan penyesalan.

Hanya menatapnya seperti itu, hatiku berdesir dan betapa sialnya buncahan luka itu mengering tanpa komando.

Dia berjalan mendekat dan tiba tiba sudah menumpu lututnya menatapku dan tak lama meletakkan kepalanya di atas pahaku.

"Aku memang tak sempurna seperti yang kau inginkan. Tapi ku mohon, kau bantu aku untuk berubah. Bantu aku dan jangan sesekali memikirkan untuk tak peduli padaku dan meninggalkanku"
Ujarnya dengan lirih.

Aku mengusap bahunya dan tengkuknya perlahan.

Aku sadar siapa yang ku nikahi. Seorang lelaki yang butuh untuk di bimbing menjadi milikki seutuhnya, seorang lelaki yang sudah kebal karena sering tersakiti.

The Secret Wife✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang