"Eileen, sini sayang." Panggilan lbu sang ibuk untuk Eileen membuat Eudith langsung menoleh. Merasa iri pada saudari kembarnya yang begitu tampak di perdulikan. "Lihat, ibu punya sesuatu untukmu. Taraa." Dan ibunya yang bernama Joanna memberikan sebuah kotak besar yang berisi boneka barbie lengkap dengan rumah-rumahannya.
"Thank you, Mommy."
Joanna tersenyum dan mengelus rambut sang adik. "Sama-sama, sayang."
Eudith menatap keduanya dari jauh. Ia tersenyum tipis. Bahagia melihat sang adik tersenyum, namun juga iri karena perbedaan kasih sayang yang jelas diantara mereka.
"Elle, kemari." Sang ibu yang melihatnya langsung memanggil. Membuat sebongkah harapan kecil dalam dirinya yang baru saja berumur 8 tahun. Eudith mendekat, berjalan sambil menyunggingkan senyum manisnya berharap mendapatkan hadiah yang sama dan juga perhatian yang penuh kasih sayang dari sang ibu. "Kau harus menjaga adikmu, ingat? Tidak boleh kau meninggalkannya dalam keadaan seperti apapun. Dia membutuhkan kita." Joanna melirik Eileen yang sibuk dengan mainan barunya. "Dia tidak bisa sepertimu yang mandiri, Elle. Jadi, ibu mohon padamu, jaga dia dengan segenap nyawamu." Setelahnya, Joanna langsung meninggalkan Eudith yang terpaku di tempat.
Harapan demi harapan yang dipupuknya lenyap sudah. Tidak ada hadiah karena yang di dapat justru nasihat yang memang sudah pasti di lakukannya. Eudith kecil menahan isakannya sambil memegang dada. Menatap Eileen yang tersenyum bahagia.
Adiknya selalu mendapatkan apapun. Adiknya juga memiliki teman, tidak seperti dirinya yang hanya berteman dengan alat-alat dan juga mayat.
Kapan ini berakhir?
Eudith sudah lelah. Otaknya terasa ingin pecah karena di press setiap hari.
Seandainya saja ia bisa memilih, maka Eudith takkan mau untuk lahir dengan bakat seperti ini. Otak pintarnya justru musuh terbesarnya. Ia membencinya hingga rasanya ingin membunuh dirinya sendiri.
"Eudith, lihatlah. Mereka sangat cantik seperti kita, bukan?"
Eudith yang masih terdiam di tempat mengangguk perlahan dan mengumbar senyum setipis mungkin setelah menghapus air matanya dengan cepat.
"Ya, Eileen. Mereka cantik seperti kita. Sepertimu."
🖤
"Mami, Vincent pergi dulu. Bye..."
Eudith menatap puteranya dengan perasaan sedih karena ini adalah terakhir kali mereka berjumpa. Dan setelahnya, Eudith tidak tahu kapan ia bisa kembali berjumpa dengan puteranya. Eudith bergerak mendekat dan mencium seluruh wajah puteranya dengan perasaan haru. Bahkan, air matanya mengalir saat menatap puteranya yang tampak bingung.
"Mami aneh." Vincent melirik ibunya menyelidik. "Mami menangis. Ada apa, Mom?"
Eudith tersenyum lalu menghapus air matanya cepat. Ia menggeleng pelan, "Mami tidak apa-apa, sayang. Maafkan Mami ya?" Maaf jika Mami akan meninggalkanmu, sayang. Eudith menangkup wajah anaknya dan melekatkan dalam benaknya.
"Mami tidak salah, kenapa harus meminta maaf?" Tanya Vincent kembali, dan kini tangannya justru bersedekap di depan dada. "Jangan buat aku curiga, Mom."
"Tidak sayang. Mami tidak apa-apa." Sahutnya pelan kemudian menatap Daniel yang turut menatapnya curiga. "Jaga dia, Daniel."
Daniel mengerutkan dahinya. "Aku selalu menjaganya karena dia juga keponakanku."
Eudith tersenyum, merasa aman karena sudah meninggalkan Vincent pada orang yang tepat. Setidaknya, ia bisa pergi dengan tenang.
"Bye, sayang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Confidential ✔ (REPOST)
БоевикSUDAH TERSEDIA DI KARYAKARSA & PDF! *** Dia yang terkuat! Kekuatan dan kekejamannya tak bisa dibayangkan, jika kau melawannya maka penderitaan lebih daripada kematian. Wanita hanya mainan baginya, yang sekali dipakai langsung dibuang. Meskipun beg...