Eileen menatap jengkel pada lelaki di depannya. Susah payah dirinya mengumpulkan uang untuk membayar taksi dan kini sudah satu jam lelaki itu hanya menatapnya tak berminat.
"Apa yang anda inginkan Tuan Aeron?"
"Melihatmu." Sahutnya tak bernada. Menatap dirinya dari ujung kepala hingga ujung kaki.
"Ada yang salah dengan diriku?"
Alisnya terangkat sebelah. "Ada. Kenapa kau begitu membosankan? Lepas maskermu!"
"Tidak! Ini privasiku."
"Dan ini perusahaanku."
Lagi-lagi Eileen berdecak jengkel. "Kenapa anda ingin melihat wajah saya?"
"Karena CV-mu mencurigakan. Kenapa fotomu tak ada yang utuh? Semuanya memakai masker." Mata Aeron menyipit. "Apa yang kau sembunyikan di balik wajahmu?"
Eileen terdiam. Kenangan buruk itu kembali menggelayuti hatinya. Dia tak akan membicarakan hal ini dengan atasannya. Lagipula, sedesak apapun keadaannya, Eileen akan menyimpan rapat-rapat kisah 10 tahun lalu.
"Hanya wajah cacat." Sahutnya sendu sambil menunduk sedih. Membayangkan bagaimana keadaannya saat ini.
"Menarik." Aeron tersenyum sinis. "Lupakan tentang masker. Lalu, dimana suamimu? Kulihat, kau memiliki anak."
"Aku memiliki anak, tapi tak memiliki suami." Sahutnya singkat tanpa ingin memperjelas.
Lelaki itu mengangguk paham. "Lalu, dimana laki-laki itu?"
Rasanya Eileen ingin berteriak keras dan melemparkan apapun untuk lelaki angkuh di depannya ini mengingat banyaknya pertanyaan yang diajukan. "Ada apa, Sir? Sepertinya anda mencurigaiku terlalu cepat. Bukankah sesi interview sudah berakhir sejak saya di terima di perusahaan ini?"
"Sepertinya Daniel salah mempekerjakanmu."
"Apakah aku dipecat?"
"Seharusnya iya. Tapi, tidak! Tidak untuk saat ini karena aku masih membutuhkan cleaning service. Sekarang, pulanglah!"
Akhirnya, Eileen dapat menghela napas lega. Setidaknya ia tidak perlu mencari pekerjaan baru lagi. "T-tapi, bagaimana dengan gaji double saya?"
Aeron mengeluarkan sebuah amplop coklat. "Ambilah dan pergi sekarang juga!"
🖤
"Pegang kedua tangannya." Christa menyuruh kedua temannya untuk memaksa memegang kedua pergelangan Eileen.
Eileen merasa lelah. Memberontakpun percuma. Dia hanyalah anak biasa yang takut pada kekerasan di usianya. Menatap ngeri sekaligus menangis pada teman-temannya yang begitu jahat padanya.
Apa salahnya?
"Kenapa kalian melakukan ini?"
Christa mencengkram rahang Eileen dengan kuat. "Karena wajahmu ini memang harus diberi pelajaran."
Tak lama setelahnya, Eileen melihat Loraine sedang membawa baskom yang berisi air panas mendidih. Mata Eileen melebar dan tangisannya semakin kencang. Tak ada siapapun yang bisa diminta pertolongan mengingat ia sebatang kara. Kedua orang tuanya sudah meninggal dalam kecelakaan ketika ia berumur 10 tahun.
"Jangan lakukan ini!" Eileen menggeleng kuat-kuat.
"Aarrrghhhh..." Hingga teriakan itu terdengar ke seluruh penjuru ruangan.
Mereka tertawa terbahak-bahak di atas penderitaan seorang gadis yang wajahnya melepuh. Bunyi ember berdenting dengan bunyi lantai. Membiarkannya menatap sisi ember yang memantulkan dirinya dengan sangat mengerikan.
Eileen membencinya. Kesadarannya nyaris menghilang. Menatap setiap punggung teman jahatnya yang kini menjauhinya setelah memberikan luka itu. Tak lama, ia mendengar langkah kaki yang bergerak cepat ke arahnya.
Matanya menatap nanar pada sosok di hadapannya. Sosok yang berusaha membuatnya untuk tetap menjaga kesadaran. "Mereka benar-benar bajingan!" Desisnya yang masih terdengar di telinga Eileen.
Eileen hanya mampu menatap rambut panjang gadis seusianya itu berkibar di tiup angin. Gadis itu mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Ia memakai masker itu, lalu memasangkan maskernya kepada Eileen.
"Apa yang terjadi?" Sayup-sayup Eileen mendengar suara laki-laki.
"Mereka kembali mengerjai adikku."
"Mereka memang harus di beri pelajaran." Lelaki itu hendak berdiri. Namun, kakaknya tidak memberi kesempatan.
"Tidak, Mike. Aku yang akan beri mereka pelajaran. Sebaiknya, kau membantuku membawanya ke rumah sakit."
"Baiklah. Kau, berhati-hatilah." Mike menatap Eileen dengan pandangan tak terbaca. "Aku juga akan membuat mereka membayar kelakuannya, Eileen. Aku pastikan itu!"
Matanya terbuka setelah sekian lama berbaring. Napasnya memburu kala ia mengenang segala masa lalu yang menyakitkan. Tangannya mengepal erat ketika membayangkan betapa kejinya perbuatan mereka.
Ia melirik jarum infus yang tertusuk di lengannya yang kurus. Matanya menatap nanar ke segala ruangan putih. Begitu luas dan mewah dengan peralatan yang sama sekali tidak Eileen ketahui. Sebelum ia mendapati satu kaca yang tertempel di dinding di sudut paling ujung. Jantungnya langsung berdetak hebat ketika ia memilih untuk berkaca. Namun, keberanian itu langsung lenyap.
Wajahnya sudah menyerupai monster!
Pintu terbuka menampilkan sosok bersnelli putih sedang menatapnya tidak percaya. Mereka berlarian ke arahnya lalu memeriksa tekanan darah serta detak jantungnya. Tak lama, terdengar ucapan rasa syukur dari bibir mereka.
"Nona Eileen, akhirnya anda sadar."
Mata Eileen bergerak menatap dokter tersebut. "Ha..us."
Pria ber-name tag Jullian mengambil sebotol air mineral lalu memberikannya kepada Eileen. "Dia selalu menanyakan keadaan anda, Nona Eileen."
Mengabaikan pertanyaan Jullian, Eileen memilih bertanya. "Berapa lama aku tidak sadar?"
"Nyaris 10 tahun."
Eileen memandang Jullian tidak percaya. "Selama itu? Hanya karena ini?" Tunjuknya pada wajahnya sendiri.
Jullian menggeleng. "Tidak. Luka bakar bukan penyebab satu-satunya. Tapi, kecelakaan yang anda alami bersama mendiang orang tua anda lah penyebabnya."
"Aku ingin melihat wajahku." Eileen merasa yakin. Walau ia tahu akan seburuk apa wajahnya.
"Anda yakin?"
Eileen mengangguk. Jullian memerintah para suster untuk mengambil kaca yang sempat diliriknya tadi. Memberikan kaca tersebut padanya. Matanya menatap kaget pada sosok di hadapannya.
Mereka mungkin bisa menyebut dirinya adalah monster. Monster yang sangat mengerikan! Luka itu melepuh dan menyisakan kemerahan dari pipinya ke bawah.
"Kami berniat operasi plastik. Tapi, kami menunggu keputusan anda."
Eileen membuang kaca itu hingga berbunyi nyaring. Ingatannya begitu kuat pada siapapun yang sudah menghancurkan wajahnya. "Dimana dia?"
Jullian terdiam ketika akhirnya Eileen menanyakan sosok yang selalu mengkhawatirkan saudaranya. "Nona Eudith sedang menyamar sebagai anda dan bekerja di perusahaan G'veaux."
Mata Eileen yang tajam menatap Jullian tak percaya, sebelum akhirnya Eileen meminta untuk dipertemukan dengan saudari kembarnya itu. "Aku ingin bertemu dengannya."
🖤🖤🖤
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Confidential ✔ (REPOST)
ActionSUDAH TERSEDIA DI KARYAKARSA & PDF! *** Dia yang terkuat! Kekuatan dan kekejamannya tak bisa dibayangkan, jika kau melawannya maka penderitaan lebih daripada kematian. Wanita hanya mainan baginya, yang sekali dipakai langsung dibuang. Meskipun beg...