HC | 19. Psychopath

14.8K 1.3K 85
                                    

Eudith sampai malam hari di konservatori milik Aeron. Ia tidak langsung masuk ke dalam rumah melainkan ke taman samping yang memang tersedia tempat duduk kecil disana. Mengelus kedua lengannya yang mendadak terasa dingin. Matanya menatap langit tanpa bintang. Musim salju memang akan segera tiba dan hal itu biasanya membuat Vincent girang. Lelaki kecilnya memang paling suka dengan musim dingin dimana ia bisa bermain boneka salju.

Eudith meletakkan tas tangan di sebelahnya. Jam segini pasti Vincent sudah tidur lebih dulu dan Eudith takkan mengganggu puteranya. Mengingat percakapannya dengan Eileen, waktu Eudith hanya seminggu lagi. Dan seminggu itu Eudith akan benar-benar menghabiskan waktu berdua hanya dengan puteranya.

"Apa yang kau lakukan?"

Eudith menatap Aeron terkejut. Lelaki itu berdiri dengan tangan terlipat di depan dada bidangnya. Melangkah mendekati Eudith lalu mengukung wanita itu dengan kedua tangan kokohnya lalu menatapnya lekat.

"Menghilang tiga hari tanpa kabar. Membuat Vincent selalu menanyakan keadaanmu dan menyusahkanku." Aeron memegang rahang Eudith dan berdesis. "Apa kau tahu waktuku begitu berharga hanya untuk mencari keberadaanmu, heh?"

Dengan keras Eudith menepis tangan Aeron. Menatap marah pria itu. "Kau yang memecatku dan sekarang mencariku? Apa sebenarnya maumu, Tuan?" Tanyanya sarkas.

"Mulai berani, hm?" Aeron menyeringai. "Kau tidak berhak meninggikan suara padaku, Eudith."

Eudith tersenyum miring. Memilih berdiri. "Memangnya ada hak apa kau melarangku?"

Kini kedua tangan Aeron berpindah dalam saku celana santainya. "Tentu aku memiliki banyak hak melarangmu. Bahkan, jika aku mau, kau akan kehilangan Vincent selamanya."

"Kau pikir aku takut?" Eudith menyahut cepat dan memperhatikan raut terkejut Aeron sambil menatapnya tak percaya akan menyerahkan Vincent begitu saja. Mungkin dulu Eudith akan mempertahankan Vincent mati-matian, namun tidak dengan sekarang karena nyawa puteranya lebih berharga daripada nyawanya, jadi, bukankah lebih baik Vincent bersama dengan Aeron saja?

Brak!

"Argh..." Eudith meringis sakit kala punggungnya terbentur dinding tembok samping rumah. Kilat di mata Aeron menunjukkan bahwa pria itu marah padanya.

"Apa kau tidak menyayanginya?"

Aku sangat menyayanginya, Aeron. Sangat walau aku harus kehilangan nyawaku!

"Menurutmu?" Balas Eudith tak gentar. Ia tidak akan diam saja sekarang. Pertemuannya dengan Houston membuka pikirannya untuk tidak merasa takut pada siapapun termasuk lelaki incaran wanita di hadapannya.

Aeron menahan tubuh Eudith dengan lengannya. Giginya bergemelatuk dengan rahang mengetat. "Kau benar-benar jalang."

Dan hanya karena satu kata itu, air matanya meluncur sambil menatap kepergian Aeron yang menjauh. Tidak apa-apa. Ini memang salahnya dan ini adalah yang terbaik. Daripada ia berharap pada Aeron mengingat debaran kecil yang mulai bergerak secara halus dari dalam dadanya. Dan Eudith tak ingin getaran halus itu memupuk hingga membuatnya benar-benar jatuh hati pada sang empunya.

🖤

"Malik ingin bertemu denganmu." Rebecca meletakkan berkas yang perlu ditanda tangani oleh Aeron. Lelaki itu tampaknya sangat sibuk dengan dunianya sendiri sehingga ucapan Rebecca sama sekali tak dihiraukannya. "Aeron..." Rebecca menjetikkan jarinya di depan wajah Aeron, lalu berdecak. "Tidak biasanya kau melamun." Gumamnya setelah Aeron sadar kehadiran wanita cantik itu.

"Maafkan aku." Aeron mengambil berkas yang hendak di tanda tangani olehnya. "Kau berbicara sesuatu?"

Rebecca menghela napasnya. "Malik ingin bertemu!"

"Malik? Ada apa lelaki casanova itu minta bertemu?" Setahunya, Aeron tidak memiliki urusan apapun dengan lelaki bernama Malik yang juga terlibat dalam dunia gelap mereka.

Rebecca mengendikkan bahunya tak acuh. "Aku kurang tahu. Tapi, dia memberimu sebuah kata kunci yang tidak kumengerti. Katanya, kau akan langsung menemuinya."

"Kata kunci?" Mata Aeron menyipit. Lalu kembali bertanya, "Mana?"

Rebecca mengeluarkan ponselnya dan menunjukka beberapa kata dari dalam ponsel pintarnya.

Dia masih hidup.

"Aku tidak tahu yang dimaksud dia itu siapa. Tapi, kau harus menceritakannya pada kami, Aeron! Kami tidak ingin kau kenapa-napa dan membuat kami khawatir."

Aeron mendesah. Ucapan Rebecca benar-benar ia abaikan saat tahu yang dimaksud Malik dengan 'dia' itu masih hidup. Ia memamg harus menemukan Malik.

"Dimana lelaki brengsek itu?"

"Aeron-"

"Katakan saja dimana dia?!" Bentak Aeron tak sabar. Emosinya sejak semalam memang tidak stabil. Apalagi jika ia kembali mengingat Eudith yang merupakan sumber dari emosinya saat ini.

Menghela napas pelan, Rebecca bergumam. "Kau bisa menemuinya dimana para wanita cantik berada. Itu yang dikatakannya padaku."

Benar-benar seorang bajingan! Maki Aeron dalam hati. Entah kapan sahabat kecilnya itu bisa berubah dari mempermainkan wanita. Aeron bahkan mengingat jelas dua tahun lalu lelaki itu hendak menikah dan di acara pesta pernikahannya, Malik justru membawa wanita lain bersamanya hingga akhirnya pernikahan itu dibatalkan.

"Terima kasih." Dan Aeron segera meluncur cepat untuk menemui sahabat kecilnya itu.

🖤

"Kau benar-benar bajingan."

Lelaki dengan alkohol di tangannya itu terkekeh pelan. Wajah tampan seorang Malik terlihat semakin tampak menggoda untuk mengundang wanita mendekatinya. Aeron memilih duduk di hadapannya dengan wanita yang mengelilingi mereka.

"Katakan, darimana kau tahu dia masih hidup? Aku tidak bisa lama."

"Santai, Brother." Kedua lesung pipi Malik tampak terlihat jelas ketika ia tersenyum. "Kita nikmati hidup ini dengan santai. Jangan terburu-buru atau kau hanya akan mendapatkan kegagalan."

Aeron berdecih. Mengambil alkohol lalu menyesapnya. Menatap sekelilingnya dengan bosan. Ia mengambil rokok lalu menghisapnya, padahal Aeron sangat jarang merokok dan hanya tiga kata 'dia masih hidup' membuat Aeron kembali menggunakan nikotin itu.

"Aku mengetahuinya baru-baru saja." Malik Raxon membuka ucapannya. "Sial sekali dia selamat, pity for Jessie."

Aeron menghembuskan napas melalui mulutnya. "Setidaknya Jessie masih bisa membalaskan dendam karena sudah memenjarakannya."

"Lalu, setelah dia membalaskan dendam, dia akan di penjara kembali, Aeron. Jadi, jangan gila!"

Aeron menyeringai kemudian menggeleng pelan. "Tidak akan. Dia sudah di penjara atas tuduhan tak berdasar, lalu ketika dia membalaskan dendam maka Jessie tidak lagi di penjara."

Malik melebarkan matanya, "oh shit! Double joupardy?"

Aeron mengangguk puas. "Dimana posisi lelaki biadab itu?"

"Kanada."

"How good luck, right?" Baik Aeron maupun Malik sama-sama tersenyum puas. Senyum yang memiliki arti yang mengerikan. Karena keduanya dikenal sebagai iblis yang tak memiliki hati namun berwajah rupawan yang merupakan topeng atas sikap dan sifat mereka yang sangat buruk, terutama Malik yang di cap sebagai sang psikopat.

🖤🖤🖤

Her Confidential ✔ (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang