HC | 25. With Painful

13.5K 1.3K 32
                                    

Sudah sebulan ini Eileen bekerja di perusahaan milik Aeron. Ia benar-benar melakukan improvisasi dengan baik tanpa diketahui oleh siapapun. Selama dirinya tinggal di konservatori milik Aeron, beberapa kali lelaki itu mengajaknya keluar dan menghabiskan waktu bersama.

Tentu saja mereka membawa Vincent juga walau kadang Vincent enggan untuk bergabung. Eileen tidak tahu penyebabnya namun untungnya ia mampu membuat Vincent kembali ceria.

Sejak sebulan lalu pula, Eileen tak mengenakan masker walau awalnya Aeron bertanya-tanya namun, Eileen hanya menjawab seadanya seperti, 'aku sering kesulitan bernapas'. Dan akhirnya Aeron mengalah, membiarkan Eileen bertindak sesukanya. Hubungannya dengan Aeron cukup akrab apalagi dengan Eileen yang mudah bergaul dengan siapapun. Namun, sejauh ini Aeron masih belum menyentuhnya seperti yang Eudith pernah katakan.

Eileen juga tidak berharap banyak walau dalam hatinya juga ingin merasakan bagaimana rasanya di cumbu oleh seorang Casanova mendunia seperti Aeron.

"Hari ini kita berangkat bersama saja." Gumam Aeron tiba-tiba setelah mengunyah rotinya.

"Apa tidak apa-apa?" Eileen menatapnya bingung sekaligus senang atas ajakan tersebut. "Aku bisa pergi sendiri, Aeron."

"Tidak apa-apa. Kita berangkat bersama. Tak ada bantahan!"

Eileen mengangguk pelan. "Baiklah." Dalam hati ia merasa senang karena bisa berangkat bersama Aeron. "Apa kau tidak takut jika diketahui oleh media?"

"Kenapa harus?" Lelaki tampan itu bertanya balik. "Bukankah selama ini aku dipenuhi skandal tentang wanita?" Tanyanya sedikit angkuh. "Jadi, jika bertambah satu wanita lagi tidak masalah, bukan?"

Eileen sedikit kecewa akan jawaban datar tanpa ekspresi itu. Aeron tampaknya terlalu merendahkan kaum perempuan. "Apa kau selalu begini?"

"Maksudmu?"

Eileen sedikit merasa tidak yakin untuk melanjutkan pertanyaannya. Tapi, ia juga penasaran akan jawaban yang Aeron berikan. "Merendahkan kaum perempuan? Apa kau tidak memiliki seorang pun yang kau suka? Kenapa begitu mudahnya kau berkata seperti itu?"

Mata Aeron langsung menajam. "Ada hak apa kau bertanya seperti itu?!" Bentaknya marah. "Ya, aku menyukai seseorang dan yang pasti itu bukan kau, Eudith!" Setelahnya lelaki itu berdiri. "Kita tidak jadi pergi bersama. Pergilah sendiri!" Dan Aeron segera meninggalkan Eileen yang terhenyak sendirian.

🖤

"Bersihkan ruangan Aeron. Akan ada tamu penting yang datang." Rebecca memberi titah pada Eileen yang sedang menyiapkan secangkir kopi untuk Aeron.

"Baik." Eileen menyahut patuh.

Dengan segera, Rebecca meninggalkan Eileen dan kembali ke ruangannya. Eileen hanya bisa bersabar menjadi cleaning service demi membalaskan dendamnya. Sudah sebulan ini banyak yang ia pelajari dari kelima para casanova itu, terutama Daniel yang setiap pagi akan mengantar Vincent ke sekolah.

Eileen mengetuk pintu ruangan Aeron beberapa kali dan masuk setelah mendengar sahutan dari dalam. Ia melihat Aeron yang tampak fokus pada pekerjaannya. Matanya bahkan sama sekali tidak meliriknya mengingat konfrontasi yang terjadi tadi pagi akibat ulahnya. Eileen meletakkan secangkir kopi di hadapan Aeron lalu berdiri sejenak seolah ingin menggumamkan sesuatu.

"Aku ingin minta maaf atas ucapanku tadi pagi."

Aeron menengadah, menatap datar Eileen dengan pandangan yang tidak terbaca. "Tidak perlu." Lagi-lagi pria itu berdiri. Mengambil jas lalu memakainya karena saat ini ia hanya mengenakan kemeja. "Aku akan pergi dan ketika aku kembali, ruangan ini harus sudah bersih."

Eileen mengangguk. Lalu, saat Aeron berjalan hendak melewatinya, secara refleks Eileen mencekal lengan lelaki itu.

Aeron memperhatikannya.

"M-maaf."

Alisnya terangkat sebelah. "Ada apa?"

Eileen menggeleng lalu menunduk. "Tidak jadi."

Mendesah pelan, Aeron langsung mendorong tubuh Eileen ke meja dan mendudukkannya disana. Ia melumat bibir itu dengan kasar dan ini adalah pertama kalinya bagi Eileen. Lelaki ini terlalu kasar, terburu-buru dan juga dominan.

"Sudah lama aku tidak mendapatkan ini." Bisiknya pelan, lalu mengelus bibir Eileen. Aeron menyeringai. "Sepertinya, kau sangat menginginkannya." Tangan kokoh Aeron bergerak mengelus punggung dari balik baju seragamnya. "Tapi, maaf. Aku tidak bisa sekarang." Smirk menyebalkan dari Aeron membuat Eileen merasa malu. Pipinya bahkan merona karena merasa ketagihan akan ciuman yang Aeron berikan yang tak pernah dirasakan pada pria lainnya.

Dan satu hal yang Eileen pastikan, bahwa Aeron adalah lelaki yang sangat ahli membuat wanita bertekuk lutut menginginkannya. Ah, beruntungnya Eudith bisa memiliki anak bersama lelaki ini. Tapi, bukankah sekarang ia merasakannya? Merasakan bahwa hidup bersama laki-laki seperti Aeron adalah keuntungan yang berlipat ganda.

"Aku pergi."

Dan Eileen hanya bisa menatap punggung lebar itu menjauh.

🖤

Avoz dan Yuuji duduk dengan gelisah di sebuah markas utama yanh digunakan mereka untuk bertemu secara private. Keduanya menunggu kedatangan Aeron dan juga Daniel untuk membahas perihal Leo yang akhir-akhir ini ditemukan sedang berada di Dubai.

Ternyata, lelaki itu sedang menghabiskan sisa umurnya dengan berlibur dan bersantai tanpa tahu bahwa maut hendak menjemputnya.

Tak lama, pintu terbuka dan sosok yang ditunggu akhirnya datang. Aeron dan Daniel memilih duduk di hadapan Yuuji dan juga Avoz.

"Dimana Rebecca?"

"Aku meninggalkannya di kantor karena akan ada tamu penting."

Yuuji menyipit. "Siapa?"

"Mr. Lawsky. Beliau ingin meminta bantuan untuk menghancurkan sebuah perusahaan yang hendak membangkrutkan dirinya."

Yuuji tak lagi melanjutkan karena ada hal yang lebih penting yang harus dibahas. Sementara Avoz bergerak menekan remote proyektor untuk menampilkan beberapa cctv yang sedikit buram menampilkan dari atas lelaki berambut pirang sedang berjalan dengan santainya.

Tangan Aeron langsung terkepal erat, seakan ia hendak membunuh lelaki itu saat ini juga. "Dimana dia?"

"Dubai." Avoz menyahut tenang. "Aku sudah mengirimkan anak buahku untuk terus mengikutinya dan melaporkan apapun yang dilakukannya."

"Aku tidak ingin dan tidak akan kehilangan dia lagi."

Avoz mengangguk mengerti. "Kali ini tidak akan karena anak buahku berhasil meletakkan alat pelacak pada tas ranselnya." Lalu tampilan itu berubah menjadi sebuah map digital. "Kita bisa memantaunya disini. Titik merah itu adalah dirinya dan sekarang, ia hendak pergi ke Singapore. Dia sudah membooking tiket pesawat jam 8 nanti malam untuk kesana. Jadi, bagaimana menurutmu? Kita mencegahnya atau membiarkannya?"

Daniel yang menyimak mencoba bertanya. "Apa ada kemungkinan dia kembali kemari?"

Yuuji menggeleng. "Aku rasa tidak." Sahutnya yakin. "Dia tidak memiliki apapun lagi disini. Rumahnya bahkan sudah di jual dan sepertinya dia memang sudah merencanakan ini jauh-jauh hari."

"Ikuti saja dia. Aku tidak bisa membiarkan Jessie terbang dengan keadaan sekarang ini." Aeron sangat mengkhawatirkan psikis sang adik yang terganggu akibat perbuatan lelaki biadab itu. "Setelahnya, baru kita hancurkan dia secara perlahan dan menyakitkan."

🖤🖤🖤

Her Confidential ✔ (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang