HC | 11. She is...

16.4K 1.6K 82
                                    

Janji harus ditepati kan ya 😌😌



Happy reading ~

Eudith menunduk pasrah saat akhirnya wajahnya terlihat oleh dua pria yang sebenarnya tak ingin ia perlihatkan. Aeron benar-benar kejam, sadis dan tak tahu diri. Bagaimana mungkin lelaki itu bisa bertindak semaunya seperti ini? Dan kini, ia menjadi tatapan lapar dua pria di depannya.

"Eileen..."

Daniel menatapnya tak percaya. Lebih ketika Aeron menyuruhnya untuk mengamankan pintu rooftop agar tidak siapapun yang masuk. "Berjagalah disana."

Sedikit berdecak, Daniel merasa tidak rela melewatkan pemandangan indah yang tak pernah dilihatnya dari wanita manapun. Bahkan, Rebecca yang merupakan wanita tercantik pun kalah oleh seorang cleaning service.

"Kembalikan maskerku?!" Eudith menutup mulutnya dengan punggung tangannya. Manik birunya menatap Aeron kesal sekaligus marah. Namun, ia tak bisa melakukan apa-apa karena ini adalah kesalahannya sendiri yang tidak bisa menilai keadaan.

Lagipula, kenapa pria ini cepat sekali kembali?

Dengan tak berperasaan, Aeron membuang masker yang sudah di robeknya paksa. Eudith membelalak tak percaya. "Apa yang kau inginkan?"

"Kau!" Sahut Aeron tegas sebelum mendorong tubuh Eudith hingga pembatas tembok dan mencium wanita itu dengan kasar. Melampiaskan semua amarahnya karena sekian lama ia mencari, nyatanya wanita ini ada dihadapannya.

Sialan!

Bibir Aeron terus bergerak mencecap bibir mungil milik Eudith. Tak berhenti disana, Aeron bahkan menggigit kecil bibir Eudith agar terbuka untuk dijelajah olehnya. Mengabaikan Daniel yang kini menonton gratis aksi keduanya dari jauh.

Eudith terengah-engah. Mendorong dada bidang Aeron agar sedikit menjauh. Oksigennya menipis dan sebelum benar-benar habis, Eudith harus mencari oksigen yang lebih segar.

"Mulai sekarang kau adalah milikku! Tak peduli kau memiliki suami dan anak. Kau milikku!" Aeron mengeluarkan sapu tangan putih yang berada di balik jas hitamnya. Memberikannya pada Eudith. "Pakai ini dan tutup wajahmu dari orang lain kecuali ketika kau bersamaku, paham?!"

Eudith masih tak menjawab. Bibirnya terasa nyeri dan bengkak. Pria ini benar-benar sialan! Makinya dalam hati. Seandainya saja, ia memiliki keberanian, maka ia pasti akan membalas perlakuan bos semena-menanya ini.

"Sekarang, pakai bajumu dan ikut aku!"

Dengan patuh tanpa belum bisa mencerna apa yang barusan terjadi, Eudith memakai kembali seragamnya. Menutup wajahnya dengan sapu tangan milik Aeron hingga mereka sampai ke tempat Daniel menunggu dan berdiri.

"Aku tidak tahu wajahmu secantik itu." Bisiknya menggoda yang justru mendapat tatapan membunuh dari Aeron. "Maaf, maaf." Ringisnya pelan sebelum ketiganya beranjak turun ke lantai paling tinggi dimana ruangan Aeron berada.

Dan disana terlihat puteranya sedang bermain dengan Rebecca dan juga Avoz.

"Mami?"

Eudith meringis lalu tersenyum. "Ada apa dengan maskermu, Mom?"

"Ada serigala yang menghancurkannya." Sahut Daniel tenang sambil menahan tawa. Membuat Rebecca dan Avoz menatapnya penasaran.

"Ayo, kita ke toilet. Aku membawakan masker untukmu dalam tasku." Vincent segera menarik lengan Eudith untuk ke toilet, namun Aeron lebih dulu menahan langkah keduanya.

"Kalian semua keluar!" Titahnya pada teman-temannya.

Kerutan di dahi Avoz dan juga Rebecca semakin dalam. Rasa penasaran mereka semakin tinggi akan apa yang sebenarnya sudah terjadi di atas tadi. Namun, mereka menurut untuk keluar menyisakan ketiganya di dalam.

"Tidak. Mami tidak boleh mem-" Vincent merasakan usapan lembut di kepalanya. Ia menengadah dan menatap Ibunya yang sedang tersenyum sambil membuka sapu tangan.

"Tidak apa-apa sayang. Uncle Aeron sudah melihat wajah Mami."

Mata Vincent membelalak, menatap Aeron yang justru balas menatapnya datar. Menelisik lelaki itu dengan cermat. "Berapa usianya?"

"Masuk enam." Eudith bergumam sambil menerima masker dari puteranya. Syukurlah ia memiliki anak yang pintar dan bersiaga dalam keadaan apapun.

"Kenapa kau membiarkannya bekerja? Apa kau tidak menyekolahkannya?"

"Hey uncle... Siapa kau berani bicara seperti itu pada Mamiku? Bukan salah Mamiku jika aku tidak sekolah. Tapi, salahku sendiri yang selalu dikeluarkan dari sekolah."

"Dikeluarkan?" Mata Aeron melirik Eudith yang sedang memasang masker dengan dingin. Meminta penjelasan wanita itu.

Kedua tangan kecil Vincent langsung terlipat di depan dada. Ia mengangguk angkuh dan berujar. "Aku terlalu pintar. Sekolah rendahan itu tidak cocok denganku!"

"Pintar?" Tanya Aeron kembali.

Eudith berdeham. Masih merasa kesal namun dia akan tetap sabar selama bekerja di perusahaan G'veaux. "IQnya 195."

Tidak salah lagi.

Aeron menghubungi dokter pribadi dirinya untuk segera keruangannya. Lalu, mendekati Vincent. "Aku minta sehelai rambutmu." Lalu, mencabut sehelai rambut Vincent dan mencabut sehelai rambutnya. Memasukkannya ke dalam satu plastik kecil.

"Mom, kenapa uncle ini mencabut rambutku? Kepalaku jadi gatal-gatal sakit."

"Biarkan saja, Sayang. Asal kita masih bisa bekerja." Bisik Eudith pelan.

Aeron menatap keduanya dengan pandangan tak terbaca. "Kenapa kau tidak memasukkannya ke dalam sekolah G'veaux?"

Memutar bola matanya, Eudith merasa kesal. "Apa anda pikir gaji saya sebagai maskot dan cleaning service cukup untuk memasukkannya ke sekolah itu?"

Aeron menghela napasnya pelan, nyaris tak terdengar sebelum ketukan di pintu membuatnya bergerak untuk membuka kunci. Menatap pria berkemeja biru dengan kacamata rabun bertengger di hidungnya.

"Periksa DNA rambut ini. Satu milikku dan satu miliknya. Walau aku sudah tahu hasilnya, aku hanya perlu bukti yang nyata."

"Baik, Tuan. Ada lagi?"

Aeron mengangguk. "Aku butuh secepatnya.  Paling tidak sore ini!"

"Baiklah. Saya permisi."

Aeron kembali menutup pintunya. Menatap kedua orang yang kini terdiam seperti orang bodoh yang menunggu perintahnya. "Mulai sekarang, kalian tinggal bersamaku! Kau akan bersekolah dan ibumu akan melayaniku sebagai bayarannya."

"Aku tidak mau! Ibuku bukan pelayan!"

"Dan sekarang, ibumu pun sudah menjadi pelayan, Jagoan. Jadi, terima nasib saja!" Aeron beranjak ke kursi dan memilih duduk disana. "Apalagi yang kalian tunggu?" Tanyanya saat kedua ibu dan anak masih berdiri di tempat. "Bereskan barang kalian. Nanti akan ada yang menjemput kalian untuk mengantar ke mansionku!"

"Anda tidak perlu repot-repot, Tuan Aeron. Saya-"

"Kau ingin dipecat?"

Eudith dan Vincent dengan kompak menggeleng.

"Kalau begitu, bergegaslah!"

🖤🖤🖤

Her Confidential ✔ (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang