Segalanya berawal dari niat dan usaha. Maka hasil akan terlihat seberapa kau mampu menahan terjangan banyaknya masalah
-Dhean-Papa Angel memarahi Angel habis habisan karena ikut tanding tanpa atas izinnya. Bahkan beliau sempat akan menghajar Dhean melalui anak buahnya. Angel sudah melarang, bahkan sampai menangis. Dhean tak salah, dia hanya berusaha menolongnya.
"Dhean nggak salah, Pa. Dia tadi nolongin aku," ujarnya. Papa tak menjawab. Tangannya perlahan memeluk erat. Angel tahu, itu yang dilakukan Papa jika beliau merasa bersalah padanya.
"Ghissell,"
Angel menoleh spontan. Mendapati kakak laki lakinya, Rafardhan Yogaswara sedang menatap. Bukan kakak kandung, lebih tepatnya kakak tiri. Dia anak dari ibu tirinya.
"Iya, kak?"
Rafardhan memeluknya tiba tiba. Angel tahu, Rafardhan sangat menyayanginya. Papa menikahi Bunda saat usianya dua tahun. Mama meninggal saat melahirkan adik pertamanya. Tapi, Tuhan berkata lain. Mama dan adiknya meninggal bersamaan.
"Tolong, jangan memaksakan diri. Gue nggak mau kalo lo sampai ada apa apa. Gue nggak bisa setiap saat ada di samping lo, Ghis. Tolong ngerti," ujarnya.
"Aku udah punya orang yang menjagaku kok," jawab Angel kemudian. Mata Rafardhan menajam. Pasti ini yang akan terjadi saat ia menceritakan seseorang padanya, apalagi laki laki. Dia tipe orang yang terlalu overprotektif. "Laki laki. Teman sekelas," imbuhnya.
"Awas aja kalo dia sampai berani bikin lo nangis. Gue bakal bikin dia nangis juga," ancamnya. Angel tertawa menanggapinya. Iya, dari dulu Rafardhan memang juaranya membuat anak orang menangis. Laki laki maupun perempuan. Semuanya sama saja.
"Enggak kok. Aku jaga diri. Dia baik, tadi sempat menolongku saat aku ping-"
"Siapa namanya?" Potong Rafardhan tanpa menunggu selesai berbicara.
"Dhean Anggara."
Rafardhan langsung diam. Matanya tak lagi menajam. Pegangan hangatnya perlahan mengendor. Tanpa berkata apapun lagi, ia pergi berlalu membawa angin bersamanya.
Teman? Iya, Angel menganggap Dhean adalah teman pertamanya. Selama dirinya hidup belasan tahun sekarang ini. Rafardhan pernah bercerita jika sejak dulu ia memang sulit berteman. Ia sendiri tak tahu kenapa.
"Kak, Dhean itu orangnya dingin banget. Kayak es. Cuek bebek. Tapi dia masih punya rasa simpati loh,"
"Hmm. Ya.. kapan kapan, ajak dia kemari,"
***
Dari awal, Dhean memang sudah sangat benci pada Bryan. Karena sifat sok nya terlalu besar seakan dia Tidak Mengukur Baju Di Badan Sendiri. Omongannya besar. Dhean akui jika dia memang anak orang kaya. Caranya bermain terlalu gegabah. Itulah yang membuatnya tak bisa menang dari Dhean.
Dari dulu, Dhean selalu mencari lawan yang sama kuatnya dengannya. Tapi, itu tidak mungkin. Teman temannya di London sana memang setara dengan ia.
Danu? Heh. Jangan tanya dia. Dia tak suka basket.
"Bang, aku berangkat,"
Danu hanya mengiyakan. Dhean memang tak pernah naik apapun saat ke sekolah. Ia pikir, itu terlalu merepotkan. Melatih laju larinya lebih utama. Lagipula, ia menganggap ini sebagai olahraga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaleidoskop
Teen Fiction"Katanya, Tuhan itu Adil. Tapi, kenapa nasib yang Tuhan gariskan untukku terlalu berliku? Bahkan aku tak diberi kesempatan untuk bahagia. Apa aku salah, jika aku ingin bahagia? Kenapa hanya aku yang merasa sangat menderita? Kenapa harus aku yang ber...