Saat hari itu tergantikan dengan indahnya gemerlap cahaya malam. Semua masalah satu per satu pergi meninggalkan sebuah raga tanpa jiwa. Mengusik kenangan yang telah diukir. Jika saja bisa protes sekarang, ia pasti melakukannya. Tuhan seolah tak adil. Cowok itu akhirnya terbaring dengan lelah yang menghiasi dan juga keputusasaan yang menghampiri. Dhean yang selalu merasakan kesendirian akhirnya berpulang sejenak meninggalkan raganya.
Setelah tertekan seharian penuh, Dhean akhirnya bisa beristirahat tanpa harus memikirkan masalahnya lagi. Cukup menikmati lelap tanpa tahu kapan ia akan terbangun. Menunggu waktu kalau kalau ia akan benar berpulang. Mesin mesin berdenging seolah sudah menjadi sahabatnya.
Setelah mengobati dirinya di UKS, Dhean kembali berdelusi. Tak ada yang tahu apa yang ia tatap saat ini. Ia hanya gemetar, penuh ketakutan berjalan mundur sambil terus menggelengkan kepala. Terlihat wajahnya sudah pucat pasi.
"Mundur." Gumam Dhean sambil terus berjalan mundur. Sebenarnya tak ada apapun di depannya. Banyak pasang mata yang memperhatikannya sinis. Bahkan ada yang mengatakan jika Dhean sudah benar benar gila. Namun, ketika mendekati tembok pembatas yang begitu rendah, ia kehilangan keseimbangan. Teriakan 'Awas' beberapa murid seolah menjadi alunan musik terakhir di telinganya. Tangannya menggapai, berusaha mencari pertolongan. Devian tak sempat menyelamatkannya lantaran pegangan Dhean sudah terlepas.
Dhean terjatuh dari lantai dua di sekolah. Seketika darah segar mengalir keluar dari kepalanya. Teriakan para siswi memenuhi seantero sekolah. Rani yang melihat kejadian tepat di depannya langsung terduduk dengan tatapan kosong.
🍂🍂🍂
Dokter Nathan ada di sana juga. Sedang berbincang dengan rekan kerjanya, Dokter Faren. Keduanya menatap enam remaja yang terlihat gelisah menunggu kabar. Namun, apa yang mereka tunggu hanyalah sebuah kabar begitu buruk.
"Dhean merupakan satu satunya penderita Alzheimer yang mampu mengatasi semua masalahnya tanpa orang terdekat," ujar Dokter Faren. Tak ada yang tak terkejut. Dokter Faren menarik nafasnya dan melanjutkan, "Demensia Alzheimer atau lebih dikenal dengan Alzheimer merupakan salah satu bagian dari demensia yang paling banyak ditemui. Sekitar 60-70 persen dari kasus demensia atau pikun merupakan Alzheimer dan membuat penderitanya mengalami penurunan fungsi otak termasuk fungsi kognitif yang meliputi kemampuan daya ingat, berbahasa, fungsi visuospatial dan fungsi eksekutif si penderita menurun dan hanya bisa diperlambat perkembangannya melalui obat-obatan. Tidak bisa disembuhkan secara total."
"Karena itu Dokter tak mau mengatakannya padaku?" Tanya Devian pada Dokter Nathan. Tak ada yang menyangka jika ternyata Dhean mengidap penyakit seperti itu. Apalagi, penyakit yang dapat menyebabkan kematian.
"Bukan. Saya hanya dokter psikolog. Saya menyimpan semua rahasia pasien pasien termasuk Dhean. Ia sudah sering konsultasi dengan saya selama 8 tahun belakangan dan saya tak pernah melihat seorangpun menemaninya," jawabnya. Dokter Nathan menyesal. Mengapa tak dari dulu saja ia beberkan.
"Segitunya? Kenapa dia nggak mau ngasih tahu kita soal masalahnya?" Tanya Rani gamang. Ia sudah menahan tangisnya sejak tadi.
"Kalo dia bisa ngasih tahu. Waktu dia cerita juga pasti bakalan mimisan dan ujung ujungnya pingsan. Jangan kalian kira Dhean tak bisa menghargai orang," entah darimana Danu datang. Lelaki itu sudah berdiri dibelakang mereka sejak tadi. "Dan kalian tahu kenapa gue selalu ada di rumah? Itu karena Dhean nggak bisa dibiarin sendirian di rumah. Bisa bisa rumah ancur. Dia selalu ngamuk nggak jelas kalo lagi ada masalah. Dia nggak sekuat yang kalian kira." Lanjutnya.
"Dia koma." Sela Dokter Faren seketika membuat semua orang yang ada disana mematung.
"Koma?" Pecah sudah tangis Rani. Ia mencengkeram eram jaket Devian. Seakan dunia telah hancur. Betapa kecewanya mendiang Rafi Anggara Wiracahyana, Papa kandung Dhean padanya sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaleidoskop
Teen Fiction"Katanya, Tuhan itu Adil. Tapi, kenapa nasib yang Tuhan gariskan untukku terlalu berliku? Bahkan aku tak diberi kesempatan untuk bahagia. Apa aku salah, jika aku ingin bahagia? Kenapa hanya aku yang merasa sangat menderita? Kenapa harus aku yang ber...