[Bab 17] Rajendra

36 8 3
                                    

Ada beberapa kata kasar, mohon dengan bijak membaca. Selatan memang kadang nggak bisa kontrol mulutnya yang udah kek motor rem blong.

🍃🍃🍃

Selatan pamit setelah puas bercanda bersama teman temannya. Ia melajukan motor gede miliknya, meninggalkan rumah bercat putih gading tersebut.

"Rajendra Alfaruq,"

"Mau apalagi lo? Nggak usah gangguin dia. Belum puas lo bikin dia depresi?" Umpat Selatan seraya melepaskan helm nya.

"Kamu berani tega? Aku ayahmu, jangan berani nentang aku," ujarnya.

"Cih, bapak tiri aja belagu lo. Untung Bunda gue nggak jadi nikahin lo. Belum nikah lo udah ngaku ngaku bapak gue. Banci," Selatan bersandar pada motornya. Menatap sinis pria di depannya.

"Bantu aku, atau Rajendra akan hancur,"

"Nggak usah macem macem lo, bangs*t!" Tangan Selatan otomatis menarik kerah baju pria itu.

"Aku atau Rajendra? Pikirkan baik baik. Aku tunggu jam 15.00, jika kau tak menelpon, kupastikan perusahaan hancur sekejap." Pria itu berlalu. Menghembuskan asap rokoknya seraya menyeringai ke arah Selatan.

🐾🐾🐾

"Bunda? Bunda sama ayah nggak papa 'kan?"

"Ini ada apaan dah, lo datang datang udah geser gini? Kapan warasnya?" Celetuk Bintang. Bima yang ada di dekatnya ikut melongok. Mana mungkin Selatan bilang jika pria itu mengancamnya? Reputasi Keluarga Rajendra bisa hancur jika ia gegabah.

"Kalian tolong hati hati. Dan lo, Bim, kalo gue denger lo pukulin anak orang lagi, gue nggak sudi belain lo. Lo juga, Tang, nakal boleh. Bejat jangan," Selatan melengos ke kamarnya tanpa menjelaskan apapun lagi. Meninggalkan satu keluarga menatapnya heran.

Pria yang menghadangnya tadi masih membuatnya takut. Pasalnya, perusahaan milik Keluarga Rajendra memiliki hubungan erat dan dapat bangkrut kapan saja hanya dengan satu jentikan jari. Ia tak habis pikir, kenapa bisa sekejam itu hanya karena dipecat. Dalam benaknya berpikir, siapa yang melakukan hal itu?

"Belagu amat jadi orang mentang mentang punya duit. Punya banyak orang dalam. Gimana gue bisa menang lawan dia coba ...."

Tatapan Selatan terhenti pada foto berbingkai ukiran dari kayu jati. Dimana foto keluarga yang penuh warna. Sesosok Bimasakti kecil berada dalam gendongan Aristya. Hardana memeluk istrinya dengan sayang. Sedangkan Bintang dan juga Selatan duduk bersila sambil tertawa.

"Udah pasti ini ada hubungannya sama Dhean,"

Dhean Anggara, lelaki kutub berparas tampan dan sangat limit ekspresi. Sahabat karibnya di sekolah dan mulai mengenalinya lebih dalam setelah acara perkemahan. Lucu jika diingat, dimana ia dan Dhean saling tatap sangat lama bagaikan adegan romantis dalam sinetron hingga menimbulkan tamparan kecil di wajahnya. "Apa apaan kamu ngelihatin saya? Naksir?" Ceplosnya seketika membuat ia terbahak. Dari situlah keduanya mulai akrab.

Selalu saja, Dhean seolah dikelilingi lampu ketika cahayanya sendiri mulai meredup. Hanya saja, cahaya seterang Sirius tak bisa menemaninya lantaran hubungan dengan kedua orang tuanya tak berjalan baik.

"Rajendra lebih utama. Nggak ada yang boleh ganggu keluarga gue maupun sahabat sahabat gue."

Selatan mengambil ponselnya. Mengetikkan sebuah pesan singkat.

To: Banci

Gue bantuin lo. Asal bukan buat nyelakain anak orang.

KaleidoskopTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang