Sesampainya di bandara Soekarno Hatta, seperti dugaan Dhean. Seluruh temannya hadir untuk menjemput. Namun, hal yang sama saat itu kembali terjadi.
"Rani?" Dhean menurunkan koper dan tasnya. Berlari menghampiri Rani dan langsung memeluknya. Semua yang melihat tentu saja kaget.
"Dhe-Dhean? Kamu kenapa kok tiba tiba main peluk gini?" Tanya Rani yang masih dikuasai rasa kagetnya. Ia lantas melepaskan pelukan Dhean tanpa izin. Dhean justru beralih menggandengnya.
"Aku akan jelaskan semuanya pada kalian. Untuk sekarang, biarkan dia seperti ini dulu," ujar Rani pada yang lain. Dhean mengernyit bingung. Tiba tiba saja, ia melepaskan genggamannya dengan agak kasar. Menatap dingin kearah Rani tanpa mengucap apapun. Ia kembali memungut koper dan juga tasnya. Berjalan mendahului yang lain tanpa mengajak mereka berbicara.
Di sepanjang jalan, Dhean masih bungkam. "Terima kasih sudah menjemputku. Aku bisa pulang sendiri. Dan kau, Angel, jaga dirimu." Dhean masuk ke dalam taksi yang sudah ia berhentikan. Lalu menutup pintu mobil. Ia menoleh sekilas, menatap teman temannya yang dipemuhi tanda tanya besar.
"Ran, lo harus jelasin sama kita," Selatan tiba tiba saja mencengkeram lengannya. Membuat si pemilik meringis kesakitan. "Kalo lo sebenarnya udah jadian'kan? Selamat!" Lanjutnya seraya tertawa. Tak satupun dari mereka semua yang menampakkan wajah sedih.
"Jadian? Kalian ngomong apa sih? Jangan ngaco deh! Aku nggak jadian sama Dhean tahu. Ada yang perlu aku bicarakan sama kalian biar nggak salah paham begini," ujar Rani sedikit ketus. Devian menangkap apa yang dikatakan Rani barusan. "Kayaknya iya deh," tukas Devian membenarkan.
"Aku minta maaf,"
"Hah?" Selatan dan Yann menatap cengo.
"Mungkin, kalian mengira ada yang aku sembunyikan. Padahal tidak. Dhean mengidap penyakit entah apa itu, dia tak pernah mau membicara-"
"Tunggu, darimana lo tahu?" Potong Devian. Rani menarik nafas panjang. Nampaknya, ia harus membuka semuanya.
"Aku dan Dhean udah sahabatan dari kecil. Dia punya masa lalu yang buruk. Sebelum itu juga, dia sudah sakit. Tapi, sejak hubungan keluarganya mulai tak baik, penyakit yang ia idap semakin parah. Sahabat Papa Dhean udah sering membawa Dhean-"
"Harus berapa kali aku bicara padamu untuk tidak membeberkan semua yang terjadi padaku?" Sarkas Dhean. Kaget? Tentu saja. Itu terlihat dari tangan Rani yang mulai gemetar ketakutan melihat respon Dhean dan lagi, darimana Dhean datang?
"Kita cuma mau bantuin lo-"
"Aku tak butuh itu. Semuanya hanyalah kecelakaan. Kecelakaan! Jangan membahasnya la-"
Bruk!
Lagi, Dhean pingsan. Dengan darah mimisan yang menderas bagaikan arus air. Rani berjalan mundur beberapa langkah. Menggeleng panik melihat kondisi Dhean. Tangisnya pecah dalam diam. Takut, ia sangat ketakutan.
"Don't be scared. I'll be there," Angel memeluknya. Mencoba menenangkan kondisi emosional Rani yang sedang tidak stabil.
"Dhean akan membenciku. Dhean pasti menjauhiku lagi. Aku ... aku hanya takut tak bisa menjaganya. Om Rafi akan sangat kecewa," Angel semakin mengeratkan pelukannya. Tak mempedulikan tatapan orang sekitar. Sementara Dhean, sudah dilarikan ke rumah sakit oleh seseorang. Selatan mengajak keduanya untuk segera menyusul.
🐾🐾🐾
Rani masih tak berhenti menangis sebelum ada kabar lebih lanjut mengenai Dhean. Angel sendiri tak tahu lagi harus berbuat apa.
"Ran, udah dong nangisnya. Lo mau gue beliin eskrim nggak?" Tawar Selatan tiba tiba.
"Aku bukan anak kecil tahu!" Sembur Rani tanpa menunjukkan wajah sembabnya. Selatan menggaruk kepalanya. Tak kehabisan akal disitu saja, ia memiliki ide lain yang lebih 'mainstream'.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaleidoskop
Teen Fiction"Katanya, Tuhan itu Adil. Tapi, kenapa nasib yang Tuhan gariskan untukku terlalu berliku? Bahkan aku tak diberi kesempatan untuk bahagia. Apa aku salah, jika aku ingin bahagia? Kenapa hanya aku yang merasa sangat menderita? Kenapa harus aku yang ber...