[Bab 25] Miss or Missing?

25 5 0
                                    

"Jangan ngaco deh. Kemarin gue lihat itu bocah masih di kota!" Bentak Danu seraya menarik kerah baju Rafardhan. Cowok itu tak berkutik sama sekali. Menatap balik matanya saja enggan.

"Sumpah! Gue kehilangan jejaknya. Anak buah gue juga nggak ketemu dia dua hari ini," Rafardhan masih membela dirinya agar tak terkena tonjokan Danu. Ia kemudian menepis kasar tangan Danu.

Danu mendecih. Orang suruhan Arnold juga belum menemukan keberadaan Dhean hingga saat ini. Semenjak kejadian dimana Dhean terbangun dari koma hingga seseorang yang mengisi hatinya pergi, sikapnya mulai berubah drastis. Sedikit angkuh dan semakin tak mau peduli pada orang lain.

"Lo semua nggak ada yang ketemu sama adek gue?" Tanya Danu seraya menatap satu per satu teman teman Dhean dan mereka semua menggelengkan kepala kompak. Danu menjambak rambutnya frustasi.

"Kenji, bang. Coba tanya dia,"

"Hah? Lo gila? Mana mungkin Dhean pergi ke bar nya Kenji," sergah Danu.

"Siapa tahu, bang? Gue anterin kesana," Selatan mendahuluinya. Menarik paksa tangan Danu agar ia mau mengikutinya.

-oOo-

Danu mengacak rambutnya frustasi. Ia benar benar putus asa sekarang. Kemana sebenarnya Dhean pergi? "Lo nggak bisa hubungin dia, Ken?"

Kenji menggeleng. "Gue tahu semua orang juga nyariin dia. Gue sempat berhasil nelpon dan sama dia diangkat. Dia cuma nyuruh gue buat hentikan kalian nyariin dia. Percuma. Nggak bilang juga mau kemana. Abis itu, gue coba telpon lagi udah nggak bisa,"

Danu memijit pelipisnya. Pusing dengan berita hilangnya Dhean sejak semalam.

"Lo pasti tahu 'kan dimana Dhean?" Tanya Danu menatap tajam kearah Rani. Tentunya cewek itu menggelengkan kepalanya dengan cepat. Danu memicingkan matanya. Ada yang salah dengan Rani kali ini. Ia hanya ber oh ria kemudian mengiyakan. Rani tiba tiba saja pamit pergi.

"Itu anak kok mencurigakan banget. Lo sadar nggak, Tan, Ken?" Tanya Danu tanpa menoleh. Selatan hanya mengendikkan bahunya. Kenji pun sama. Danu mendecak sebal, berniat mrngikutinya.

Dhean, cowok itu kembali lagi ke rumah beberapa tahun silam. Rumah kosong telah ditinggalkan hampir sepuluh tahun lamanya. Lantai kayu berderit ketika kakinya menginjak. Dan.. bekas darah menghitam di lantai juga masih terlihat sempurna. Tembok yang penuh dengan bekas hantaman barang barang. Dhean menaiki tangga. Menuju loteng rumahnya dimana ia pernah bersembunyi diselamatkan oleh Rani. Tentu saja, almari biru itu masih ada di sana. Dengan pintu terbuka dan juga sepasang sandal merah kecil tergeletak manis.

Dhean membukanya. Tak peduli jika saja loteng itu akam roboh atau apa. Ia menemukan setumpuk kotak berisi kertas warna warni.

'kamu pergi kemana, Angga? Kamu bilang akan janji memberitahu aku jika berangkat.'

Dhean membuka mengacak kardus itu. Mengambil kertas kertas yang sudah diurutkan sesuai ukurannya.

'Aku sakit, Angga. Papa bilang Leukemia.'

'Angga! Aku akan segera punya adik! Kamu pasti suka. Aku melihatnya lewat foto usg. Mama bilang dia laki laki. Kamu akan punya teman,'

Tak sadar tangan Dhean semakin gemetar membaca tulisan tulisan ala anak sepuluh tahunan. Ia kembali melanjutkan.

'Mamaku meninggal:('

Emoticon sedih dan juga- ada tetesan darah begitu banyak di kertas putih itu. Jantung Dhean mencelos tak karuan.

'Papa menikah! Lihatlah fotonya. Anak laki laki itu jadi kakakku. Namanya Rafardhan,'

Dhean sukses membiarkan air mata memenuhi wajahnya. "Ternyata kamu begitu kuat menungguku ya, Angel?". Cowok itu mengatur nafasnya yang tersengal.

KaleidoskopTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang