[Bab 27] You?

25 4 0
                                    


"Sejak kapan aku main main dengan ucapanku, Dan? C'mon, dude. Don't make mistake again. Sudah kuputuskan aku akan pergi dan nggak akan kembali. Aku punya tempat untuk pulang sekarang!" Dhean membentak ucapan kakaknya. Tangannya terkepal kuat. Ia bisa saja membuat wajah tampan Danu sedikit biru.

"Gue tahu, Dhe. Rani mau ni-"

"Can you stop talking about married? I hate that. Shut up, please. I just ... I just need more time for rest!"

Danu terdiam sejenak. "Tapi-"

"JUST SHUT UP! SHUT YOU'RE FUCKING MOUTH RIGHT NOW!"

BRAK!

Setelah kejadian pertikaian kecil itu, Dhean tak lagi terlihat di rumah Arnold. Hingga kabar mengejutkan dari pamannya bahwa, kecelakaan tabrak lari membuat Dhean kembali koma. Ditambah, kemungkinan sadarnya hanya 0,1%.

💀


"Monyet lo! Gue serius! Jangan bikin bini gue kejang kejang, Dan! Gue nggak mau tahu, cepat atau lambat, Dhean kudu pulang. Anak pertama gue mau lahiran. By the way, lo sama Dhean udah pada nikah belum? Temen kerja gue cewek ceweknya pada cantik, jomblo lagi. Mau gue kena-"

"Gue udah nikah. Gue serius, Tan. Dhean kritis lagi. Nggak tahu dia sembuh atau gimana,"

Selatan terdiam. Memandang nanar istrinya yang tengah berbaring menunggu bidan datang membantu persalinannya. Sementara itu, sang istri menatapnya balik.

"Gimana, Tan? Dia bisa kesini? Masa aku lahiran nggak dijenguk," gerutu Rani. Selatan tertawa menanggapi. Sekilas mengecup kebning sang istri kemudian pergi keluar sejenak.

"Jangan bercanda, Dan. Nggak lucu. Rani nanyain terus sejak awal dia hamil. Kami semua di sini udah coba telpon dia, tapi, nggak di angkat,"

"Maaf, Tan. Dhean koma. Insiden dia ketabrak bus dan bikin dia terpental. Kepalanya kebentur aspal. Udah lima bulan dia koma dan nggak ada tanda tanda tangannya gerak. Dokter bilang kalau..."

"Kalau apa, hah?! Dia bakal sembuh 'kan, Dan. Dia pasti sembuh! Nggak mungkin kejadian yang dulu keulang lagi!" Nada bicara Selatan mulai meninggi. Perlahan mengatur nafasnya yang terengah. Detak jantungnya terasa tak karuan. Selama Dhean pergi, ternyata ini yang disembunyikan Danu. Selama ini, Danu tetap menjawab jika Dhean sibuk dan jarang memegang ponsel. Danu menjawab jika Dhean baik baik saja. Danu menjawab jika Alzheimer yang Dhean derita sedikit membaik.

"Dia nggak terselamatkan. Alat bantu nafasnya emang masih dipasang. Tapi, udah nggak ada tanda kehidupan. Pihak keluarga gue nyoba buat ikhlasin kepergian dia kali-"

"BEGO! Jangan ditanda tangani dulu! Lain kali minta persetujuan teman teman lo! Pikirin perasaan mereka semua! Kita di sini juga nungguin kabar baik. Kita di sini cuma bisa bergantung sama lo!"

"I'm so sorry, Tan. Kita bakal berusaha lagi, ya? Doakan yang terbaik. Gue janji, kalau Dhean udah sadar dan sehat lagi, gue ajak dia kesana. Tengokin anak lo. See ya."

Sambungan telepon terputus sepihak. Tangan Selatan berangsur menurun. Ia menyandarkan tubuhnya pada tembok. Apa yang akan dikatakannya pada Rani dan yang lain?

Pikiran Danu masih dipenuhi oleh bayangan tentang beberapa bulan yang lalu. Dimana Dhean kembali mengalami hal terburuk. Ditambah kemungkinan bahwa Dhean sadar hanya kecil. Danu tersenyum miris. Menatap wajah pucat adiknya yang terbungkus alat bantu nafas.

"Nggak ada habis habisnya ya bikin orang khawatir? Sahabat lo di Indonesia pada ngamuk karena gue bohong. Maaf ya?" Danu berujar. Matanya masih menatap tubuh tanpa jiwa itu.

KaleidoskopTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang