Rani tak akan pernah menyangka kejadian ini dalam hidupnya. Bertahun tahun menemaninya, menolong, dan juga selalu menguatkannya. Rani merasa amat sangat bersalah pada Dhean dan juga mendiang Rafi, Papa kandung Dhean.
"Rani, saya ingin kamu menjaga Dhean. Dari tangan kasar Iliya. Jangan sampai Dhean terluka karena dia ya. Saya akan sakit jika mengetahui hal itu. Tolong, jaga dia dengan baik. Karena, saya tak yakin bisa terus melindunginya."
Itu yang dikatakan Rafi sebelum meninggal seminggu kemudian. Rani mengingat betul, sosok Ghisselle Angelina Polland. Gadis bule yang bisa menggantikan posisinya selama dirinya tak ada. Gadis bule yang bisa mengembalikan tawa Dhean saat ia menderita.
Rani terkekeh. Mengingat betapa lucunya saat pertama kalinya ia dengan Dhean bertemu. Delapan tahun yang lalu,
"Ibu, ada tetangga baru. Aku akan menyapanya," ujar bocah perempuan berambut pendek pada ibunya.
"Mereka bukan tetangga baru, sayang. Pemiliknya jarang sekali keluar rumah. Apalagi anak mereka. Sangat sulit mengajak mereka berkomunikasi. Yang ibu dengar, nama anak mereka Dhean Anggara," ujar sang ibu. Bocah perempuan itu hanya mengangguk paham. Ia kemudian berlari keluar menghampiri sosok bocah laki laki tersebut.
"Hai!"
Namun, apa yang ia lakukan berada di luar dugaannya. Bocah laki laki itu justru terjingkat. Terlihat wajahnya sangat ketakutan dan juga pucat. Ia berjalan mundur beberapa langkah.
"Jangan takut! Aku cuma mau jadi temanmu," ujar bocah perempuan itu. Si bocah laki laki yang belum ia ketahui namanya itu akhirnya menangis ketakutan.
"Aaah, jangan menangis! Na-namaku Rani. Kamu?" Rani menenangkannya. Mengulurkan tangan kalau kalau bocah itu membutuhkan ulurannya. Benar saja, ia menerimanya. Mengusap air mata lalu berdiri.
"Dhe-"
"Dhean! Pulang! Sini kamu! Nakal banget disuruh beli bumbu malah main!" Terdengar suara seorang wanita memekik keras. Bocah laki laki itu langsung saja berlari menghampiri wanita yang Rani duga adalah ibunya. Rani sempat meringis, saat melihat Dhean diseret paksa masuk ke dalam rumah. Namun, ia masih bisa menunjukkan senyumannya.
Rani menunggunya, hingga esok hari tiba. Tetapi, Dhean tak lagi keluar rumah selama beberapa hari setelah kejadian itu. Jangankan keluar rumah, mengeluarkan suara saja tidak. Tak jarang terdengar bunyi pecahan kaca dan juga beberapa barang yang dilempar dari dalam rumah itu. Sebenarnya, Rani sudah amat sangat lama mengenalnya. Ketika keduanya saling pandang tetapi tak bertukar cerita walau sekedar berkenalan. Rani hanya beberapa kali melihat bocah itu dari jendela kamarnya.
"Dhean ya? Aku yakin, suatu saat kita aman menjadi sahabat selamanya,"
🐾🐾🐾
Rani mencoba mendatangi rumah Dhean walau ia tahu, wanita gila itu akan menghardik lalu mengusirnya. Tetapi, kali ini Tuhan mengizinkannya bertemu dengan Dhean.
"Oh, Rani? Masuklah. Tante sedang ada urusan, nanti malam baru pulang. Kamu mencari Dhean 'kan? Dia ada di kamar," ujar Rafi. Rani tentunya bingung, bagaimana pria di depannya bisa mengenalnya?
"Hahaha, kamu jangan bingung gitu. Saya sudah lama kenal dengan tetangga di sekitar sini. Ibumu sering bilang jika kamu selalu bermain dengan anakku. Dhean menunggumu." Rafi mengelus kepala bocah itu sekilas. Lalu, pergi keluar. Spontan Rani berlari menuju kamar Dhean.
"Dhe-"
Bruk!
Sebuah tubuh tiba tiba saja menubruknya. Rani tak bisa menjaga keseimbangannya dan langsung saja jatuh ke belakang. Membuat tubuh mungil yang sedang memeluknya ikut terjatuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaleidoskop
Teen Fiction"Katanya, Tuhan itu Adil. Tapi, kenapa nasib yang Tuhan gariskan untukku terlalu berliku? Bahkan aku tak diberi kesempatan untuk bahagia. Apa aku salah, jika aku ingin bahagia? Kenapa hanya aku yang merasa sangat menderita? Kenapa harus aku yang ber...