"Lebih baik kalau lo hati hati, Dhe. Gue masih belum bisa percaya Alien bakalan berubah. Nyatanya psikopat juga tetap kejam meskipun dihukum bertahun tahun dalam penjara," ujar Selatan agak ia keraskan. Memang sengaja agar Aileen mendengarnya.
Keadaan ini mulai menggelap. Dhean semakin tak kuasa menahan kelopak matanya agar tak tertutup. Ia harus bisa menjaga kesadarannya. Ia ingin tertidur sejenak, lalu segera terbangun dari mimpi buruk yang baru saja akan dimulainya.
"Dheaaaan! Jangan tidur! Jangan tidur, kumohon!" Suara Rani begitu memekakkan telinga. Ia berusaha sekuat tenaga agar Dhean tak menutup matanya. Panggilan itu seperti angin yang menerpa lembut wajah Dhean. Satu persatu sahabatnya datang. Meneriakkan namanya serta terus menerus mengguncang tubuhnya yang kian melemah. Dhean mulai tenggelam dalam lelap tidurnya. Teriakan semua orang hanya menjadi alunan musik perlahan. Dhean tertidur, setelah tak kuat menahan rasa sakit yang mendera tubuhnya.
Dhean menggeleng kuat. Ia berusaha melupakan hal yang nyaris saja merenggut nyawanya. Itu sudah lama, sudah berlalu, dan tak seharusnya ia ingat kembali. Ia berusaha menerima Aileen apa adanya. Ada satu alasan kuat yang membuat Dhean memilih Aileen untuk dijadikannya pendamping hidupnya. Itu karena permintaan Bryan, "tolong banget, Dhe. Gue nggak maksa. Gue tahu cinta nggak bisa dipaksa. Tapi, Aileen udah diluar kendali. Dia berkali kali udah nyoba buat bunuh diri. Gue nggak mau kalau dia sampai meninggal. Tolongin gue. Cuma lo yang bisa bantu ini. Terima Aileen, kayak lo nerima Ghissell waktu dia sakit."
Dhean menengadah. Ia melakukan ini karena Bryan yang meminta. Bukan benar benar keinginan tulus dari hatinya. Ia hanya ingin menyelamatkan Aileen dari jurang keputusasaan.
"Bang, apa aku kejam pada Aileen?" Tanya Dhean perlahan. Ia menatap Danu melalui ekor matanya.
"Nggak tuh. Nggak sama sekali malah," jawab Danu asal seraya meletakkan segelas jus jambu di dekat Dhean.
"Apa alasannya? Sikapku terlalu kejam pada Aileen. Aku tak benar benar serius menikahinya," Dhean menunduk. Merasa bersalah jika saja Aileen tahu semua ini. Danu mendudukkan dirinya di sebelah Dhean. Hendak memberi adik tirinya sedikit motivasi agar sadar.
"Lo nggak bisa perlakuin psikopat seperti lo perlakuin Ghissell. Dia bukan cewek baik. Mungkin aja dia masih ada dendam sa-"
"Nggak, bang. Aku lihat ketulusan dari matanya. Dia nggak bohong dengan perasaannya dan aku malah membohongi dia dengan menuruti Bryan," potong Dhean cepat. Danu terkekeh. Sesekali menepuk pundaknya. Ia seakan lupa jika Dhean itu keras kepala.
"Itulah penjahat. Apalagi sudah terbiasa melukai oranglain. Kebohongan yang dia lakukan terlalu mulus, seakan nggak kelihatan jika dia sedang berbohong. Mau taruhan?"
"Jangan aneh aneh. Sudahlah, aku ke kamar saja." Dhean membawa segelas jus tersebut ke kamarnya tanpa mempedulikan ucapan Danu.
-oOo-
"Ada yang sadar, ya?"
Selatan masih merasa dongkol lantaran Dhean tak mau mendengarkannya. Ia tahu semuanya. Semua hal. Bahkan tentang sisi gelap Aileen yang tak diketahui oleh siapapun.
"Kurang ajar. Alien itu udah berhasil membuat Dhean percaya padanya. Taktiknya boleh juga," Selatan menyesap kopi hitamnya. Ada Kenji dan juga Devian di hadapannya. Kedua lelaki itu masih belum buka suara sejak kedatangannya kemari.
"Kasih saran kek, apa kek. Masa harus gue lagi yang nekad sih? Kalian juga teman dia! Sebelum terlambat, kita harus bisa narik dia keluar!" Selatan menggebrak meja. Cukup gemas dengan sikap diam kedua temannya kali ini karena masih belum memberi respon apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaleidoskop
Teen Fiction"Katanya, Tuhan itu Adil. Tapi, kenapa nasib yang Tuhan gariskan untukku terlalu berliku? Bahkan aku tak diberi kesempatan untuk bahagia. Apa aku salah, jika aku ingin bahagia? Kenapa hanya aku yang merasa sangat menderita? Kenapa harus aku yang ber...