"Kenapa?" Jiyong mengangkat kepala menatap puteranya yang sudah berdiri bersiap pergi.
Noah memutar mata malas. "Aku tidak tertarik padanya."
"Kau belum mencobanya. Kalian belum saling mengenal begitu jauh jadi wajar kalau kau belum memiliki ketertarikan." Bujuk Jiyong tak ingin menyerah.
"Ayolah, Dad. Kenapa harus dijodohkan? Aku sudah dewasa dan bisa menentukan pilihanku sendiri." Tolak Noah yang bersiap melangkah namun tertahan oleh ucapan Jiyong.
"Lalu kapan kau akan memutuskan untuk memberiku seorang menantu? Tak lihatkah kau pria tua bangka ini sudah sekarat? Apakah kau tak berkeinginan untuk memberiku seorang cucu sebelum aku mati?"
Noah menghela nafas lalu memutar tubuh untuk menghadap ayahnya, "Tunggu sebentar lagi, Dad. Jika aku sudah menemukannya, aku berjanji takkan mengulur waktu lagi untuk membawanya kemari." Pinta Noah yang hanya dibalas decakan Jiyong. "Trust me, Dad. I just wanna make my own choice by my self. Not by you." Pria tampan itu mencoba meyakinkan ayahnya dengan sebuah tatapan kesungguhan.
Jiyong mendesah pasrah. "Baiklah, jika dalam waktu satu bulan kau tak membawa wanita pilihanmu kemari. Maka kau harus menerima perjodohan ini." Ucapnya membuat kesepakatan.
"Satu bulan? Are you kidding me?" Noah menatap Jiyong tak percaya atas kesepakatan sepihak itu.
"Itu kesepakatannya. Kau menolaknya sama dengan kau menerima perjodohan ini." Tukas Jiyong seraya berdiri lalu berlalu pergi meninggalkan Noah yang semakin pusing atas kegilaan ayahnya itu.
"Ingatlah bahwa usiamu itu sudah bukan usia untuk bermain-main seperti remaja 17 tahun, Jeongju." Ujar Jiyong tanpa menoleh menaiki anak tangga.
"Ya, ya Mr. Kwon!" Balas Noah malas kemudian berjalan dengan gusar ke arah galerinya.
Noah membanting tubuhnya ke atas sofa sambil terus mendesah kesal. Ingin sekali mengutuk pria semena-mena itu, tapi dia takut dikutuk balik oleh Dewa. Dia tetap ayahnya, sekesal apapun Noah pada pria tua itu.
"Hell shit!" Noah mengumpat seraya mendudukan diri dari berbaring.
Noah bangkit dan berjalan menuju belakang kursi kerjanya. Menghampiri sesuatu di dinding yang tertutup sebuah kain putih berukuran besar. Tangannya terulur untuk menarik ujung kain itu hingga membuatnya luruh dan terjatuh keatas lantai. Menampilkan sebuah lukisan berukuran 2 x 1.5 meter yang tertempel di dinding. Lukisan dengan objek seorang wanita bergaun putih yang sebagian wajahnya tetutup oleh helaian rambut yang tertiup angin dengan kedua sipit yang tampak menyiratkan kesenduan. Noah menatap lurus pada lukisan di hadapannya dengan tatapan penuh rindu yang menyimpan banyak luka.
"Siapa kau sebenarnya? Kenapa kau meninggalkan banyak luka disini?" Lirih Noah seraya menyentuh dadanya yang terasa sakit dan sesak.
--- The Lost Memory ---
Pagi itu Jinan baru membuka cafe yang di depannya sudah menunggu delapan pegawai setianya. Menyapa mereka dengan ceria diiringi sebuah senyuman manis khas seorang Bos Kim yang bersahaja. Setelah pintu dibuka, Jinan membiarkan para pegawai untuk masuk lebih dulu barulah dirinya. Namun saat hendak masuk ke dalam, atensinya teralih saat melihat sebuah truk pengangkut barang berhenti di depan bangunan di seberang jalan.
"Rajin juga dia sepagi ini." Gumamnya diiringi sebuah senyuman tipis. Kedua sipitnya kini beralih pada sebuah Lamborghini hitam berhenti di dekat truk itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Memory ✔
Fanfiction"Ma, seperti apa wajah Papa? Kenapa Mama tidak mau memperlihatkan foto Papa?" - Kim Jennie "Aku adalah ibu sekaligus ayah bagi puteriku. Kebahagiaan Jennie adalah segalanya bagiku." - Kim Jinhwan "Aku mencintai kalian, selamat tinggal.." - Kim Hanbi...