Lamborghini hitam itu masuk ke halaman galeri, tak menunggu waktu lama sesosok pria dengan kaos tanpa lengan dan jeans selututnya turun. Berjalan ke pintu sebelah kanan untuk mempersilahkan seorang gadis kecil yang jelita turun dari dalam.
"Uncle, kenapa kita kesini? Cafe Mama kan disana." Jennie protes sambil menunjuk cafe di seberang jalan. Sedangkan satu tangannya sibuk memeluk boneka bunny merah muda yang tingginya hampir sama dengan tubuhnya. Sedari tadi, gadis kecil itu sama sekali tak ingin melepaskan si bunny-nya. Sepanjang jalan Jennie akan terus mengajak boneka itu berbincang sambil sesekali diciumi. Membuat Noah gemas sendiri melihatnya, meskipun dia harus diabaikan sepanjang jalan.
Noah tersenyum dan menarik tangan kecil Jennie yang terbebas di udara dengan halus. "Ikut uncle saja dulu. Jennie pasti suka jika sudah masuk ke dalam."
Jennie hanya menurut saja saat Noah membawanya masuk ke dalam bangunan yang dia tahu sehari ke belakang hanyalah sebuah bangunan kosong. Dan saat keduanya telah masuk, kedua bola mata jernih dan hitam itu membulat dengan lucunya. Terpukau karena banyak lukisan yang terpajang diatas dinding. Gadis kecil itu memekik girang lalu segera melepaskan diri dari genggaman Noah. Berlari untuk melihat lukisan-lukisan itu satu-satu.
"Bagus sekali, uncle! Bagus!" Pekik Jennie masih dalam mode terpukaunya sambil terus melangkahkan kakinya mendekat ke arah tiap lukisan.
Noah terkekeh sambil mengikuti langkah Jennie. "Bahkan lukisanku terlihat cukup rumit untuk anak-anak. Tapi kau menyukainya, Jendeuki?"
Jennie menoleh saat mendengar suara Noah di belakangnya. "Aku menyukainya. Dan aku sangat suka lukisan itu, uncle!" Telunjuknya mengarah pada sebuah lukisan yang mengilustrasikan kehidupan masyarakat di era Joseon.
Noah membolakan mata. "Sungguh?"
Jennie mengangguk membuat Noah menepuk kepalanya sambil tersenyum. "Dan kau punya selera yang sungguh bagus di usiamu sekarang. Teruslah asah kemampuanmu agar kau bisa jadi pelukis handal suatu hari nanti." Pesannya dengan tatapan bangga pada gadis enam tahun itu.
"Uncle, tempat ini punya siapa?" Jennie bertanya setelah menyadari jika sedari tadi mereka hanya berdua disana.
"Ini galeriku. Baru saja aku menempatinya dan mamamu tadi membantu uncle untuk menata ruangan. Bagus, bukan?" Noah mengarahkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan yang diikuti oleh Jennie.
Seketika Jennie membolakan kedua matanya lalu berucap, "Jadi, galeri ini milik uncle? Berarti sekarang aku bisa bertemu dengan uncle tiap hari?" Noah mengiyakan dengan anggukan. Lalu Jennie pun meloncat-loncat kegirangan sambil memeluk erat bonekanya.
"Yeeaayy!! Aku bisa bermain dengan uncle tiap hari, yeaaayy!! Bunny! Kita bisa bermain disini bersama uncle Tampan setiap hari!!" Seruan diiringi tawa bahagianya terdengar menggelitik hati Noah yang hanya bisa tersenyum senang melihat bagaimana bahagianya Jennie ketika bisa berdekatan dengan dirinya.
"Wow! Ada apa ini?? Kenapa gadis kecil Mama kelihatan senang sekali?? Omo! Apa itu bunny yang diberikan uncle, princess??"
Jinan tiba dengan satu nampan besar berisi set makan siang yang lumayan banyak. Dengan sigap Noah menghampiri dan mengambil alih nampan tersebut. "Terimakasih, Kwon." Ujar Jinan tersenyum manis lalu berjalan menghampiri puterinya. Mengecup seluruh wajah kecil itu lalu mendudukannya di karpet yang digelar olehnya tadi.
Si kecil yang sedang berbahagia itu menceritakan betapa sukanya dia terhadap lukisan-lukisan Noah dan betapa senangnya dia karena kini setiap hari akan selalu bertemu dengan paman tampannya. Dia juga terus berceloteh tentang boneka bunny barunya, mengatakan hal apa saja yang akan dia lakukan bersama bonekanya itu. Sedangkan Jinan mulai menyuapinya makan, tak lupa untuk mengajak Noah makan bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Memory ✔
Fanfiction"Ma, seperti apa wajah Papa? Kenapa Mama tidak mau memperlihatkan foto Papa?" - Kim Jennie "Aku adalah ibu sekaligus ayah bagi puteriku. Kebahagiaan Jennie adalah segalanya bagiku." - Kim Jinhwan "Aku mencintai kalian, selamat tinggal.." - Kim Hanbi...