"Anakku, berhentilah belajar terus-menerus. Memangnya kau tidak merasa bosan?"
"Eomma.. Disaat orang tua lain tanpa henti menyuruh anaknya terus belajar. Kenapa eomma malah menyuruhku berhenti belajar? Bahkan eomma terus-menerus menyuruhku pergi bermain. Eomma sungguh aneh."
"Tsk. Kau yang aneh, disaat anak-anak lain merasa bosan dengan belajar dan lebih suka pergi bermain, anakku ini malah belajar terus-menerus seperti tidak ada hari esok saja."
"Hahaha... Eomma, percayalah. Aku tidak akan benar-benar gila jika terus belajar. Lagipula aku lebih suka menghabiskan waktu dengan belajar daripada pergi bermain. Itu sangat menghabiskan uang dan waktu dengan sia-sia. Sama sekali tidak ada manfaatnya."
"Ya ampun. Yeobo! Lihatlah puteramu ini, tidakkah kau akan mengatakan sepatah kata untuk memberitahunya agar mau pergi bermain bersama teman-temannya?"
"Hahaha... Sudahlah, yeobo. Biarkan saja, sudah kegemarannya seperti itu. Justru kau harus sangat bersyukur karena memiliki putera yang kecanduan dalam belajar. Lihatlah anak-anak lain, mereka bukannya kecanduan dalam belajar, bahkan mereka menganggap pelajaran sebagai musuh besar mereka. Hahaha..."
"Hahh... Kalian memang sama saja."
"Hehe... eomma jangan terlalu banyak berpikir. Aku akan hidup dengan sangat baik jika terus belajar. Bukankah seharusnya eomma merasa senang karena putera eomma ini sudah mendapat beasiswa dari tiga universitas ternama di dunia? Aku jadi tidak perlu membuat eomma dan appa repot-repot mengurus biaya sekolah."
"Anak baik, kenapa eomma dan appa harus merasa direpotkan karena membiayai sekolahmu, hm? Bahkan jika kau tidak menempuh jalur beasiswa pun, eomma dan appa sanggup mendaftarkanmu untuk masuk ke universitas-universitas ternama di dunia itu. Apapun yang kau inginkan, tentu eomma dan appa akan dengan senang hati memberikan."
"Eomma, jangan berlebihan. Aku tidak ingin terlalu dimanja. Aku ingin hidup mandiri mulai saat ini. Akan lebih banyak tantangan jika aku hidup mandiri, rasanya akan sangat menyenangkan jika hidup seperti itu."
"Putera appa sudah dewasa ternyata. Kau benar-benar puteraku."
"Ish, puteraku juga."
"Iya, iya tentu saja puteramu juga. Tapi pikirkan lagi, bagaimana mungkin dia bisa lahir jika tidak ada suamimu ini, hm?"
"Pertanyaan itu aku berikan padamu juga."
"Hahaha... Eomma, appa, berhenti. Kalian seperti anak kecil. Sudah, sudah. Yang pasti aku ini adalah putera eomma dan appa. Bagaimana? Adil bukan?"
"Hahaha... Tentu saja, tentu saja."
"Kau sungguh puteraku yang maniiiss... Eomma mencintaimu."
"Aku juga mencintai eomma dan appa.."
Noah tiba-tiba merasakan jantungnya berdegub kencang, dia masih membeku di tempatnya berdiri saat wanita itu berjalan mendekatinya diiringi dengan tatapan terkejut. Kedua matanya bahkan tampak berkaca-kaca. Sementara pria dengan beberapa uban di kepalanya itu hanya mematung diiringi ekspresi yang sama terkejutnya dengan sang istri. Itu adalah kedua orang tua Hanbin yang sedang berlibur ke Jeju untuk bertemu menantu dan cucu mereka. Saat keduanya berkunjung ke kafe Jinan, mereka tertarik untuk mengunjungi galeri yang berada di seberang kafe menantu mereka. Belakangan, sejak kecelakaan pesawat enam tahun lalu itu, keduanya jadi memiliki hobi yang sama. Melihat berbagai macam lukisan bahkan mengoleksi beberapa yang mereka sukai. Putera semata wayang mereka sangat gemar melukis dan mengoleksi lukisan-lukisan karya seniman terkenal, setelah kepergiannya enam tahun lalu, mereka menjadi gemar menikmati berbagai lukisan bahkan mengoleksi mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Memory ✔
Fanfiction"Ma, seperti apa wajah Papa? Kenapa Mama tidak mau memperlihatkan foto Papa?" - Kim Jennie "Aku adalah ibu sekaligus ayah bagi puteriku. Kebahagiaan Jennie adalah segalanya bagiku." - Kim Jinhwan "Aku mencintai kalian, selamat tinggal.." - Kim Hanbi...