[ One ] Love Papa Until Whenever

2.1K 245 23
                                    



Dan disinilah dia, menatap penuh rindu pada lautan biru di depannya. Kedua tangannya menggenggam sebuah botol kaca besar berisi bermacam-macam kelopak bunga juga selembar kertas berisi ucapan cinta.

Itu sudah dilakukannya selama enam tahun di hari peringatan kematian suaminya. Ya, mayat suaminya tak pernah ditemukan lagi sejak kecelakaan pesawat enam tahun lalu itu. Dia hanya bisa mengunjungi mendiang suaminya dari pinggir lautan di pulau Jeju, berdekatan dengan lokasi dimana pesawat yang ditumpangi Hanbin, suaminya, jatuh. Setelah kecelakaan itu pun, dia dan puterinya segera pindah dari Amerika ke Jeju. Alasannya hanya satu, karena ingin selalu dekat dengan suami yang sangat dicintainya.

"Yeobo, aku datang.." Ucapnya lirih seraya mengusap sudut mata bulan sabitnya yang sudah mulai berair.

"Ah, Jennie sedang berlibur di Seoul jadi dia tak datang bersamaku. Kedua orang tuamu minggu lalu berkunjung dan membawa Jennie ke Seoul. Mereka sangat merindukan uri Jendeuki." Senyum lembut tersirat di wajah cantiknya.

"Dia sangat cerewet. Sama sepertiku." Kekehnya di ujung kalimat.

"Matanya semakin indah saja, sangat hitam seperti milikmu. Tapi kelopaknya yang sempit mirip denganku. Semua orang bilang jika Jennie adalah perpaduan sempurna antara aku dan kau." Wanita cantik yang rapuh itu tetap bercerita. Ya, dia memang selalu banyak bercerita ketika mengunjungi suaminya. Membawa cerita-cerita baru soal kehidupannya bersama Jennie, si kecil yang cantik bak putri.

"Ah iya. Enam bulan lalu kami menanam bunga daisy di halaman belakang rumah. Saat bermain ke kebun bunga Jennie memaksaku untuk meminta bibit dari bunga daisy. Dia sangat menyukai bunga itu, yeobo. Jadi, aku pun memutuskan untuk membeli bibitnya dan menanamnya bersama Jennie. Dan sekarang aku juga ingin berbagi bunga daisy milik Jennie kepadamu. Mungkin tahun depan aku akan membawa bunga baru lagi." Botol di tangan mungilnya diangkat seolah-olah sedang menunjukannya kepada seseorang. Lalu dia tersenyum, seolah-olah di hadapannya ada seseorang yang juga tengah tersenyum.

Lalu dia meletakan botol di tangannya sebelum merapatkan kedua tangan untuk berdoa. Mata indahnya terpejam. Doanya tetap sama seperti dulu, semoga suaminya bahagia di alam sana, semoga dirinya bisa selalu bertahan dalam segala keadaan, semoga dia bisa membahagiakan Jennie, dan semoga mereka kelak bisa bertemu lalu berkumpul bahagia di kehidupan selanjutnya. Mata sipit itu terbuka dan sekarang waktunya penghormatan. Tubuh mungil itu dengan khidmat membungkuk hingga dahinya menyentuh papan kayu di bawah sebanyak tiga kali ke arah laut.

Usai melakukan penghormatan, dia kembali membawa botol kaca itu dan bersiap melemparkannya ke laut. Namun, sebuah suara cempreng khas anak-anak dari belakang membuatnya menoleh.

"Mama!"

Gadis kecil dengan wajah secantik putri itu berlari ke arahnya. Senyumnya mengembang dan membuatnya tampak sangat bersinar. Membuat sang ibu ikut tersenyum. Puteri yang sangat dirindukannya itu pulang tepat pada peringatan kematian ayahnya.

"Sunshine!" Tubuhnya merunduk dan tangannya terentang untuk menyambut tubuh mungil yang sedang berlari ke arahnya itu.

Buah hatinya, kebahagiaannya, kekuatannya.

Tubuh mungil itu menubruk tubuh kurusnya dan menimbulkan tawa dari keduanya.

"Mama, aku merindukanmu.." Cicit si kecil dalam pelukan sang ibu.

"Mama juga merindukan Jendeuki." Dia usap rambut cokelat si kecil dengan lembut. Pelukannya mengerat bersamaan dengan kecupan-kecupan kecil yang dia daratkan di kepala dan wajah si kecil.

The Lost Memory ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang