Jinan menatap lukisan bunga daisy yang dua hari lalu dia beli dari pameran lukisan Noah Kwon. Sebenarnya Jinan memang berniat membelinya, namun Noah malah ingin memberikannya secara cuma-cuma. Sementara wanita itu bersikeras ingin membayar untuknya, dia tak ingin Noah mengalami kerugian dengan memberikan secara gratis hasil karya miliknya hanya karena sebuah alasan bahwa Jinan adalah orang yang sangat dicintainya. Hanya saja satu kalimat dari Noah membuat Jinan tak sanggup mengatakan apapun lagi dan lebih memilih membenarkan apa yang diucapkan pria itu.
"Perasaan seseorang yang begitu mencintaimu akan terluka jika kau tak mau menerima hadiah yang dia berikan meskipun itu hanyalah sebuah benda kecil yang murah. Terima saja hanya untuk membuatnya dihargai sebagai orang yang tulus mencintaimu. Setidaknya itu menjadi kebahagiaan terbesar baginya sebagai kenangan indah terakhir yang dia dapatkan sebelum akhirnya harus melepaskanmu serela yang ia bisa."
Dan pada akhirnya Jinan menyerah dengan menerima hadiah lukisan tersebut sebagai kenang-kenangan terakhirnya dari Noah Kwon atau Kim Hanbin, sang suami. Kini kedua netra jernihnya hanya mampu menatap lukisan daisy di dinding kamarnya dengan nanar. Semua kenangan indah bersama Hanbin seharusnya bisa terkubur secara perlahan agar tak mendatangkan banyak perasaan menyakitkan. Namun Jinan lebih memilih menjadikan semua kenangan itu sebagai harta berharga yang akan disimpannya dengan begitu rapi di peti tak kasat mata dalam lubuk hatinya.
"Mama..."
Suara parau Jennie yang baru bangun tidur siang membuat Jinan segera menoleh untuk menyambut puteri kecilnya yang sedang berjalan sedikit sempoyongan ke arahnya. Wanita itu tertawa melihat Jennie yang tengah menggosok kedua matanya, terlihat masih mengantuk.
"Hati-hati sayang... Nanti kau menabrak sofa." Tegur Jinan seraya berjalan meghampiri kecintaannya itu.
"Mama... Ayo kita ambil gaun untuk perpisahan sekolahku." Ucap Jennie yang kini sudah memeluk leher Jinan yang berjongkok di hadapannya.
Jinan mengelus rambut curly secoklat madunya dengan sayang. "Ayo, princess. Sekarang cuci mukalah dulu, Mama akan menyiapkan pakaianmu." Ujarnya seraya melepaskan pelukan pada tubuh kecil Jennie. Dikecupnya kening si kecil lama, lalu turun ke kedua pipi chubby-nya, kemudian beralih pada bibir, dan terakhir menggesekan hidung miliknya dengan milik si kecil.
"I love you, Ma."
"Love you too, princess."
Usakan di kepala Jinan berikan pada Jennie sebelum gadis kecil itu berbalik ke arah pintu keluar menuju kamarnya. Jinan hanya terdiam menatapnya hingga punggung kecil itu menghilang, kemudian helaan nafas berat terdengar beriringan dengan detik jarum jam dinding di kamarnya.
"Maafkan Mama, Jennie..." Lirihnya dengan suara yang nyaris menghilang.
--- The Lost Memory ---
Jinan dan Jennie kini tengah berada di butik milik salah seorang pelanggan setianya di kafe, bulan lalu saat si pemilik butik itu berbincang dengan Jinan, dia juga mempromosikan butik miliknya yang baru berdiri beberapa bulan di Jeju. Dan saat akan mendekati momen spesial Jennie, Jinan memutuskan untuk memesan gaun seragam untuk dirinya dan Jennie sesegera mungkin. Gaun yang akan mereka kenakan saat upacara kelulusan Jennie dari TK.
"Cantiknyaa~" Jennie dengan kedua mata berbinarnya memandangi gaun berwarna putih dengan aksen pita di pinggangnya itu. Jinan dan si pemilik butik tersenyum melihat respon Jennie.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Memory ✔
Fanfiction"Ma, seperti apa wajah Papa? Kenapa Mama tidak mau memperlihatkan foto Papa?" - Kim Jennie "Aku adalah ibu sekaligus ayah bagi puteriku. Kebahagiaan Jennie adalah segalanya bagiku." - Kim Jinhwan "Aku mencintai kalian, selamat tinggal.." - Kim Hanbi...