Jangan lupa klik ⭐ ya.
Happy reading all ^^
💝Delapan bulan tinggal di bawah satu atap yang sama, Alex masih sering dibuat tercengang dengan pola pikir Claudia. Seperti kali ini, saat tiba-tiba gadis kecil itu memintanya untuk menemani membeli bunga dan perhiasan.
Alex memang sudah berencana untuk memberikan Claudia satu set perhiasan sebagai kado ulang tahun nanti, walau tak yakin gadis itu akan memakainya setiap hari. Namun yang membuatnya kaget adalah gadis itu bukan meminta perhiasan untuk dirinya, tapi untuk seorang wanita yang dia panggil 'Bunda'.
Selama ini Alex tak pernah menolak keinginan Claudia, karena anak angkatnya itu sangat jarang meminta sesuatu -kecuali untuk ikut ke rumah sakit bila tak ada jadwal homeschooling. Tapi membelikan barang untuk orang asing tentu membuatnya berpikir panjang. Terlebih saat mengetahui jenis perhiasan yang diinginkan Claudia, sebuah cincin.
Baiklah, wanita itu memang tidak begitu asing. Alex pernah beberapa kali melihatnya berbincang dengan Claudia di taman rumah sakit. Dirinya juga sempat menggali sedikit informasi dari pasien remaja yang dijenguk wanita itu dan sering membaca history chat atas nama 'Bundaku♥' di ponselnya- dan tak jarang ikut tersenyum sendiri. Tapi itu semua sebatas mengawasi pergaulan Claudia. Tidak lebih. Rasanya terlalu berlebihan menghadiahi sebuah cincin dipertemuan pertama.
Alex semakin yakin dengan pemikirannya saat tatapan tak nyaman dan debatan berbisik terjadi di depannya. Bahkan wanita itu dengan tegas menolak lamarannya.
Lamaran??
Ya. Inti permintaan Claudia hari ini adalah Alex harus melamar 'Bunda'nya dan mereka akan makan malam bersama.
Ya Tuhan, harusnya dia tak mengikuti ide brilian Claudia. Alex merasa benar-benar konyol sekarang. Untuk pertama kalinya dia menyesal menyanggupi permintaan Claudia. Namun pria itu tak bisa mundur begitu saja, tidak setelah menjadi tontonan gratis murid-murid sekolah ini.
Alex memasukkan ponsel ke dalam saku celana setelah 'Bunda' Claudia-nya memutuskan panggilan. Wajah Gita terlihat semakin kesal saat panggilan lainnya juga tak membuahkan hasil. Alex berdehem pelan, membuat mata Gita kembali tertuju padanya.
"Bisa kita pergi sekarang? Saya yakin siswa-siswi Ibu sudah mengambil banyak gambar."
Ucapan Alex membuat Gita kembali melirik kumpulan muridnya yang terang-terangan mengarahkan ponsel pada mereka. Gita berdecak kesal, pasti besok beritanya sudah tersebar luas.
"Kamu ikut, Sofie!" titah Gita tegas.
"Tapi Bun---"
"Kalau nggak, jangan curhat lagi sama saya!"
"Yah Bunda."
Alex terkekeh pelan mendengar ancaman guru cantik itu sebelum ikut menimpali, "nggak apa-apa, Mbak, ikut aja. Biar Ibu Anggita ada temannya."
"Bunganya terima dong, Bun," sorak seorang siswi yang langsung diikuti teman-temannya.
Gita merebut buket bunga di genggaman Alex, lalu menunjukkannya pada deretan murid yang masih memegang ponsel.
"Puas?!" tanyanya sarkas.
Alex mengulum bibir, menahan senyumnya. Dengan sopan dipersilakan kedua wanita itu berjalan menuju SUVnya. Beberapa murid masih menyoraki saat Gita memilih duduk di kursi penumpang belakang, sementara Sofie dipaksa guru itu mengisi kursi penumpang depan. Alex sengaja tak menutup kaca pintunya, tersenyum dan mengangguk pada mereka yang masih setia memandangi. Bahkan dia sempat menekan klakson sekali, sebagai tanda pamitnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovephobia (Sudah Terbit)
RomanceCover cantik by Milly_W Cover cetak by Tia Oktiva Anggita tak pernah menuliskan kata 'pacaran', 'tunangan' apalagi 'menikah' dalam kamus hidupnya. Gita tak ingin berurusan dengan hal apapun yang bersangkutan dengan sang ayah, termasuk menikah. Tuju...