Empat Belas

6.3K 816 13
                                    


"Kuliah kamu libur?"

Sheila mengangkat wajah dari piring nasi gorengnya. Menggigit isi mulutnya lamat dengan mata menatap Gita.

"Aku izin."

"Untuk?"

Kunyahan Sheila semakin lambat hingga akhirnya ditelan. Nasi goreng yang masih tersisa beberapa suap tak lagi menggugah selera. Gita yang melihat kebimbangan di wajah sang adik ikut kehilangan selera makan.

"Sheila?"

"Bapak sakit, Ak."

Satu hembusan napas kasar terhembus dari hidung Gita. Dilanjutkan kembali makan malamnya yang sempat terhenti. Tak peduli pada Sheila yang masih terdiam.

"Ak---"

"Habisin makanan kamu."

Gita beranjak dari kursinya menuju wastafel dan meletakkan piring kotornya begitu saja. Tanpa menoleh diambilnya segelas air dari dispenser dan dibawanya masuk ke kamar. Sedangkan Sheila yang benar-benar sudah kehilangan napsu makan beranjak dari kursi dan mencuci peralatan makan malam mereka sebelum memasuki kamar tamu  yang memang selalu ditempatinya jika mengunjungi Gita.

 
💝

 
Tak ada anak yang benar-benar membenci orangtuanya. Namun sepertinya itu tidak berlaku bagi Gita. Kekecewaan yang dirasakannya sangatlah mendalam. Semakin ingin melupakan bayangan perlakuan ayahnya justru semakin melekat dalam ingatan. Membuat Gita menutup semua akses yang menghubungkannya dengan sang ayah. Semuanya. Termasuk mendengar kabar apapun tentang pria tua itu.

Seperti pagi ini.

Gita sengaja menyumbat telinganya dengan earphone untuk mendengarkan musik dari ponsel saat Sheila mulai bercerita tentang ayahnya. Tak peduli dengan gendang telinganya yang terancam rusak akibat terlalu keras suara yang didengarnya. Hingga satu kalimat milik gadis berhijab itu mampu mengalahkan berisik musiknya walau terdengar samar.

"Kapan bawa Bang Alex ke Bangka?"

Tangan Gita yang sedang mengoleskan selai cokelat pada roti tawar terhenti. Matanya menyipit menatap Sheila yang terus melahap bubur ayam  sambil sesekali memainkan alisnya menggoda.

"Bang Alex kayaknya serius deketin Aak. Kerjaannya oke, ganteng---"

Gerakan tangan Gita kembali berlanjut sebelum menikmati roti selai sebagai menu sarapan. Perlahan jemarinya menekan tombol volume guna mengecilkan suara yang musiknya. Walau sedikit terganggu dengan topik kali ini itu lebih baik daripada topik sebelumnya.

"Berapa lama kemarin kalian ngobrol?" tanya Gita sedikit menginterogasi.

"Lumayan lama."

"Ngomong apa aja?"

"Banyak hal."

Gita menyesap teh hangatnya.

"Eh, kata Bang Alex, Aak nolak lamaran dia. Beneran?"

Gita mengangkat kedua bahunya sekilas. Menghabiskan teh hangat dan bersiap memulai aktifitasnya. Sebelum sebuah kejutan ditemuinya saat keluar rumah.

"Assalamualaikum, Bu guru."

"Waalaikumsalam."

Mata Gita meneliti tampilan santai Alex pagi ini, sweater putih dan celana sebatas lutut berwarna mocca. Tak ketinggalan sneaker sejuta umat yang menjadi alas kakinya, Converse.

"Nggak kepagian janjiannya, Pak? Adik saya malah belum mandi tuh," ledek Gita seraya memakai sepatu.

"Kalau janjian sama Ibu, boleh?"

Lovephobia (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang