Delapan

6.7K 903 9
                                    

Tak pernah terlintas dalam pikiran Alex akan ada yang dengan mudahnya membuat Claudia merasa nyaman dalam waktu singkat. Mengenal gadis kecil itu sejak lahir, Alex tentu tahu betapa sulitnya Claudia berdekatan dengan orang lain, apalagi semenjak Rudolf — ayah kandung Claudia— meninggal dunia dan Anne —ibu kandung Claudia— sering meninggalkan gadis kecil itu sendirian di rumah karena pekerjaan, hal yang membuat keluarga Alex mengambil keputusan untuk merawat Claudia.

Walau tak pernah mengatakannya, Alex tahu Claudia merasa kesepian. Bulan pertama gadis itu tinggal bersama mereka, Claudia menghabiskan banyak waktu di dapur untuk membuat berbagai macam kue kering. Keluarganya tak melarang, justru Irene —ibu Alex— selalu menemaninya. Bulan berikutnya Claudia sudah mulai membuka diri, tapi hanya kepada ART dan Irene yang setiap hari bersamanya. Alex sendiri baru mendapatkan hati anak sepupunya itu pada bulan ke-empat, tepat setelah melakukan operasi dadakan pada pasien yang kondisinya menurun drastis. Bahkan dirinya masih mengingat jelas tiga kata yang diucapkan gadis kecil itu saat baru saja keluar dari ruang operasi.

"Aku sayang Ayah."

Tiga kata singkat yang membuat Alex berjanji untuk membahagiakan Claudia sampai ajalnya menjemput.

Tapi siapa yang mengira, dalam waktu sebulan dengan pertemuan yang hanya dua kali dan selebihnya memanfaatkan fitur chatting sebuah platform online, Claudianya bisa terbuka pada seorang guru matematika bernama Anggita. Bahkan Gladis yang menyandang status kekasih 'ayahnya' masih harus berusaha di bulan ke-tiga sejak keduanya dipertemukan.

Alex menyugar rambut. Manik birunya menatap foto wajah Gladis yang sudah sebulan ini tersimpan di laci meja kerjanya.

Gladis adalah sosok paling sempurna di mata wanita lainnya. Wajah cantik dan berkulit putih serta bentuk tubuh yang proposional membuat kariernya sebagai model berkembang cepat. Belum lagi karakter riangnya, membuat orang dengan mudah menerima kehadirannya.

Alex mengenalnya dengan baik, sangat sangat baik. Dirinya tahu segala sesuatu tentang gadis itu; pergaulan, hobi, bahkan pria yang dipatahkan dan mematahkan hatinya. Alex tahu semuanya, kecuali satu hal; alasan gadis itu bermain api di belakangnya.

 
💝

 
Sebulan yang lalu...

 
"Aku mau ikut," rengek Claudia melihat Alex yang mengenakan kemeja maroon tanpa dikancing memperlihatkan kaos putihnya dipadukan celana jeans pendek bersiap meninggalkan rumah setelah menghabiskan sarapannya.

"Nggak bisa untuk hari ini, Sayang."

"Ayah pergi bersama Tante Gladis kan? Aku ikut."

"Lagian tumben kamu nggak mau bawa Claudia sih, Lex?"

"Bukan nggak mau, Ma. Aku udah janji sama Gladis, kalau hari ini kita pergi berdua."

Walau tak lagi bersuara, Alex tahu ibunya kecewa begitu pula Claudia. Tapi mau bagaimana lagi, sepertinya Gladis ingin menghabiskan waktu berdua dengannya, hal yang tak pernah lagi mereka lakukan sejak Alex meminta gadis itu lebih dekat dengan Claudianya.

Dengan segala bujuk rayu akhirnya Claudia berhenti merengek dan membiarkan Alex pergi. Namun siapa yang sangka, ternyata kejutan besar sudah menunggu Alex.

Setibanya di apartemen Gladis, pria itu terpaku di depan kamar mendapati gadisnya tidur dalam pelukan pria lain.

 
💝


Peristiwa pengkhianatan itu masih terekam jelas di benak Alex; posisi tidur yang saling berhadapan dengan kondisi selimut setengah tersibak membuat punggung polos wanita itu terlihat, suara erangan dan desahan yang terdengar saat dirinya memutuskan untuk menunggu di ruang tamu, tatapan penuh hasrat yang tak mampu menutupi rasa terkejut saat Alex tiba-tiba membuka pintu kamar.

Lovephobia (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang