Sembilan Belas

6.1K 971 34
                                    

Rencanaku ngasih yang pait-pait batal. Pak dokter protes. Katanya ...

"Hidup readers itu udah pait. Kasian kalo ditambahin lagi. Kasih yang manis-manis aja. Biar pada diabetes!"

Aku kan jadi bingung hahaha....
oh iya maaf aku belum bisa balas komentar di bab sebelumnya.. masih gantian ama misua ini hpnya..  maaf ya...

Kasih aku 500 vote untuk lanjut, bisa??

Bisa dong...

Kalian kan sayang ama aku eh sama bang Alex ding..... 😁😁

 
💝

 
Ada yang tak biasa di sabtu sore ini. Sejak Gita tiba dari sekolah tadi Sheila menyibukkan diri di dapur. Entah apa yang sedang dikerjakan gadis itu, hanya terdengar suara peralatan masak yang saling beradu dan pekikannya.

Ketukan pintu di depan membuat Gita yang sedang duduk di ruang
menonton televisi sambil sesekali melirik ke arah dapur menoleh. Seingatnya dia tak membuat janji atau berencana bertemu dengan siapapun hari ini. Atau mungkin teman Sheila? Mengingat kesibukan dadakan gadis itu.

"Ak, tolong buka pintu."

Gita bergumam. Setengah terpaksa dilangkahkan kaki untuk menyambut tamu adiknya itu.

"Assalamualaikum, Bunda!"

Tubuh Gita menegak melihat gadis indo berambut panjang dengan ikal di ujungnya. Keningnya sedikit mengerut saat tak mendapati SUV silver di depan rumahnya.

"Waalaikumsalam. Kamu---"

"Clau, aku di dapur!" teriak Sheila yang membuat Gita kembali menoleh ke dalam.

"Boleh aku masuk?"

Gita memiringkan tubuhnya, memberi cukup ruang untuk gadis kecil itu melintas. Kakinya melangkah maju hingga pagar rumah. Dia tak salah lihat. SUV ayah gadis itu memang tak ada.  Lalu bagaimana bisa gadis berusia tujuh tahun itu sampai di rumahnya??

"Claudia!" panggil Gita panik. Ya Allah, siapa yang akan bertanggung jawab jika sesuatu terjadi pada gadis itu di jalan. "Clau---"

Dahi Gita kembali berlipat melihat Sheila sudah menggendong ransel kecil. Di tangan kirinya menjinjing satu tas besar yang diyakini Gita berisi satu set perlengkapan piknik koleksinya. Sementara tangan kanannya menarik koper kecilnya.

"Kalian mau ke mana?"

"Bandung."

"Apa?!"

"Bandung, Bunda. Paris Van Java."

"Saya tau, Claudia," geram Gita gemas. "Atas izin siapa kalian pergi?"

"Ayah."

"Bang Alex."

Jawaban berbeda yang ditujukan untuk orang yang sama semakin membuatnya geram saat disebut bersamaan. Bisa-bisanya lelaki itu mengizinkan dua gadis itu pergi tanpa pengawasan sementara dia sendiri tak terlihat batang hidungnya. Benar-benar cari masalah!

"Jangan ada yang pergi sebelum saya kasih izin!" tegas Gita yang langsung dibuahi protesan Claudia dan Sheila.

Tak peduli suara berisik yang mengiringi langkahnya, Gita mengambil ponsel di dalam kamar. Tak butuh satu menit untuk menemukan kontak si pencari masalah. Tapi hingga panggilan ketiga tak ada jawaban yang didapat kecuali suara operator yang meminta meninggalkan pesan.

Matanya mengarah pada dua gadis yang duduk cemberut di depan tv, memasang aksi diam. Ada rasa tak tega mengingat perjuangan Sheila yang sepertinya sengaja menyiapkan bekal untuk perjalanan mereka. Dengan sikap tak peduli Gita berjalan keluar.  Dihampirinya seorang pria paruh baya yang berdiri di sisi BMW yang entah sejak kapan terparkir di depan rumah.

Lovephobia (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang