Dua Puluh Dua

5.7K 839 41
                                    

Yang di bab sebelumnya ikut main tebak-tebakan, tunjuk tangan ☝☝☝

Yang di bab sebelumnya bom komen, mana suaranya????

Yang di bab sebelumnya belum klik ⭐ , gih balik lagi. Buat ketik bintang kecilnya.

Biar makin banyak yang sayang sama dokter mesum dan guru jutek kesayangan kita 😝😝😝

Sayang kalian 😘😘😘

 
  💝

  

Sakit.

Alex bisa melihat dengan jelas kesakitan itu di mata Gita. Kesakitan yang sama yang diperlihatkan sang guru saat memeluk Sofie yang menangis di depan sekolah. Kesakitan yang tertutup oleh gumpalan amarah.

"Kalau gitu tahan diri kamu sampai beliau menghembuskan napas terakhirnya. Beliau meninggal dengan senyuman karena ditemani putrinya dan kamu bisa melihat secara langsung penderitaan beliau. Anggap aja itu sebagai balasan atas tindakannya dulu. Adil kan?"

Sebagai seorang dokter tak seharusnya Alex berkata kasar terhadap keluarga pasiennya. Tapi melihat kegigihan Gita memupuk rasa benci sepertinya hanya itu yang dapat Alex lakukan.

Selama menjadi pasien, Suseno tak pernah menerima kunjungan dari keluarganya selain Sheila. Sekembalinya Sheila ke kampung halaman, Alex sering melakukan invit tambahan di luar jam kerja hanya untuk mengecek kehadiran anggota keluarga lainnya. Yang nyatanya tak pernah dia temui. Pasiennya selalu saja sendiri. Bahkan Claudia, sang putri asuh, ikut mengambil peran kunjungan jika dirinya sedang ada jadwal operasi atau sebelum menemani Bunda tercintanya bertemu pasien-pasien kecil rumah sakit itu.

Namun siapa yang menyangka, di sore hari ini, ada yang mengunjungi lelaki malang itu. Yang menurut cerita Sheila adalah orang yang namanya berada di deretan paling akhir yang akan datang ke sana.

"Jadi?"

Guru itu menoleh dengan sebelah alis terangkat.

"Berangkat bareng ke acara Sofie?"

Katakanlah Alex gila, mengalihkan pembicaraan sebelum mendapatkan kejelasan dari masalah yang lebih serius. Tapi dia benar-benar tak tahan melihat wajah sendu Gita. Membuatnya ingin menarik gadis itu ke dalam pelukan. Lagi. Terima kasih pada otak yang dengan super cepat dapat mencetuskan ide lain sebelum hal itu terjadi.

  
💝

 
Lewat spion tengah mobil, Alex kembali mengamati penampilan yang sebenarnya tak berubah sejak terakhir kali bercermin di rumah tadi. Beberapa kali napasnya berhembus pelan menutupi kegugupannya sepagian ini.

"Kita bisa terlambat kalau Ayah terus berkaca seperti itu," protes Claudia di belakangnya.

"I'm nervous, Clau."

"Hahaha... Anggap saja ini latihan sebelum kau menikahi Bunda."

"Ha ha!" tawa Alex sarkas sebelum menyudahi sesi dandannya dan keluar mobil demi menjemput Bunda kesayangan sang putri.

Dengan langkah pasti Alex memasuki pagar rendah rumah sederhana itu. Belum sampai tangannya yang terangkat mengetuk, pintu di depannya sudah lebih dulu terbuka. Memperlihatkan seorang wanita dalam balutan kebaya baby blue dengan riasan wajah yang semakin memancarkan kecantikannya walau tak mencolok, yang juga sedang tertegun menatapnya. Untuk dua menit pertama rona kemerahan terlihat di wajah keduanya, sebelum suara klakson panjang memudarkan semuanya dalam seketika.

"Ada yang ketinggalan?"

Gelengan kepala mewakili jawaban Gita yang membelakangi Alex untuk mengunci pintu.

Lovephobia (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang