5. Pembunuh Rasa Galau

258 6 0
                                    

Hari jumat, khusus untuk sekolah yang ditempati Alena memberlakukan larangan membawa ponsel. Hal itu tentu membuat beberapa pihak keberatan, namun apa boleh buat. Siswa harus taat peraturan bukan.

Para siswa tentu tak kehilangan akal. Mereka akan membawa laptop untuk mengisi kekosongan nantinya di jam jumatan berlangsung.

Alena menyuruh Melodi geser, dia ingin ikut meniknati youtube dari laptop Melodi. Sebenarnya jika laptopnya tidak rusak, dia akan membawanya sendiri.

"Nonton apa nih?" tawar Melodi pada Alena. Alena memikirkan hal apa yang ingin dia tonton. Lalu terpikirlah lagunya Fiersa Besari.

"Fiersa Besari aja. Waktu yang salah."

Melodi mengetikkan permintaan Alena. Setelah loading, Alena menyuruh Melodi memilih video yang pertama. "Sayang deh, nggak ada mv-nya padahal lagunya bagus," gumam Alena. Sebelumnya dia pernah mencari mv-nya lagu Fiersa Besari, namun yang ada hanya video dan lirikya.

"Iyaa Len, bener kata lo. Nggak ada mv-nya." Jari Melodi memencet link video yang pertama.

Jangan tanyakan perasaanku
Jika kau pun tak bisa beralih
Dari masa lalu yang menghantuimu
Karena sungguh ini tidak adil

Suara bang Fiersa Besari mengalun bersamaan dengan musiknya. Terdengar indah dan begitu menyayat hati akan arti dari lagunya. Seperti apa yang dirasakan Alena, namun perbedaanya cerita tersebut tentang laki-laki yang mencintai perempuan yang masih terjebak dalam masa lalu, sedangkan Alena adalah seseorang yang menyukai laki-laki yang terjebak masa lalu. Memang miris jika bersaing dengan orang yang masih menyukai orang di masa lalu yang bahkan belum pernah bertemu secara langsung.

Bukan maksudku menyakitimu
Namun tak mudah tuk melupakan
Cerita panjang yang pernah aku lalui
Tolong yakinkan saja raguku

Kali ini Alena ikut bernyanyi, mengikuti suara Tantri yang menyambung lagu. Bukan, seharusnya yang Alena beri waktu adalah dirinya. Dirinya yang harus sadar, cerita panjang yang pernah dilalui Delvin bersama Nabila pasti tidak akan terkikis masa. Karena Delvin masih benar-benar menyukainya meski cintanya tidak bersambut.

Pergi saja engkau pergi dariku
Biar kubunuh perasaan untukmu
Meski berat melangkah hatiku hanya tak siap terluka

Alena ingin pergi, pergi jauh meninggalkan Delvin sendiri. Tapi sayangnya lagi-lagi dia terjebak dalam fantasinya tentang Delvin. Semua hal yang pernah terjadi antara dia dan Delvin terkadang sekelebat muncul dalam ingatannya, sangat menyakitkan. Baru kali ini dia menyukai seseorang seperti merasa menjadi bagian dirinya sendiri.

Beri kisah kita sedikit waktu
Semesta mengirim dirimu untukku
Kita adalah rasa yang tepat diwaktu yang salah

Sayangnya semesta tidak mengirim Delvin untuk kebahagiaan Alena. Namun hanya pengisi ruang hatinya dikala sepi yang tanpa sadar semakin membuatnya jatuh hati terlalu dalam.

Hidup memang sebuah pilihan
Namun hati bukan tuk dipilih
Bila hanya setengah dirimu hadir dan setengah lagi untuk dia

Benar memang, hati tidak bisa memilih kemana dia akan berlabuh. Hati tidak bisa dipilih, karena hatilah yang memilih. Dan Alena memang seharusnya tahu bahwa hatinya masih memilih Delvin. Sedangkan hati Delvin telah memilih seseorang di masa lalu. Seharusnya Alena pergi, tapi tetap begitu bodoh untuk kembali.

Bukan ini yang ku mau
Lalu untuk apa kau datang

Rindu tak bisa diatur
Kita tak pernah mengerti

Kau dan aku menyakitkan

"Ini siapa yang nyanyi?" tanya Rena-teman sekelasnya yang ikut duduk di depan bangku Melodi. "Lo Len?" tanyanya lagi, masih dengan pandangan yang tidak percaya.

Alena mengangguk, dia kembali bernyanyi. Rasanya memang sakit menyanyikan lagu itu, tapi bagi Alena lagu itu sangat menggambarkan dirinya. Siapapun yang mendengar suara Alena bernyanyi akan terpesona. Untuk pertama kalinya di kelas dia mengeluarkan suaranya. Bahkan Gerald sang pemain gitar di salah satu band sekolah terkejut. Setelah lagu yang diputar habis dan Alena berhenti bernyanyi Gerald mendatanginya.

"Suara lo cukup bagus Len. Gimana kalau nanti pas acara classmeet duet sama gue?"

"Emmmm. Boleh, coba aja." Tidak ada salahnya untuk mencoba ikut bernyanyi di acara classmeet. Lagipula memang dia ingin sekali setidaknya tampil sebagai penyanyi di acara sekolah meskipun hanya di acara pengisi jeda semesteran.

"Lo bisanya latian kapan?"

"Emm. Everytime sih. Soalnya gue nggak ada kerjaan juga."

"Oke. Kamis pulang sekolah."

Alena mengangguk, dia kembali menatap laptop Melodi yang kini sudah berganti lagunya Shawn Mendes berjudul treat you better. Pikiran Alena berkelana, ada sedikit pikiran yang ditanyakannya. Mungkinkah nanti Delvin akan cemburu ketika melihatnya duet dengan Gerald di acara classmeet? Entahlah, pikiran itu terlalu mengada-ada untuknya.

***

Setelah waktu istirahat selesai. Kelas 12 ipa 8 jam mata pelajaran berganti seni budaya. Di mana para siswa disuruh mengambar limas segi lima dan memproyeksikannya di bidang 1, 2, dan 3. Sekolah sma memang menggunakan teknik menggambar sket gaya Eropa yang tentu tidak seribet gaya Amerika.

"Len, lo udah selesai?" tanya Kanila-teman sebangkunya.

"Heem." Alena kini dalam posisi yang super nyaman. Sepatunya dia lepas, lalu kakinya dia tekuk sila di atas kursinya sambil bermain ponsel. Maklum, mereka diberi tugas seni namun gurunya tidak ada di dalam kelas.

"Wuiiih. Udah pro dong ya."

"Ooo jelas," balas Alena dengan cengiran khasnya.

"Len! Len!" bahunya dicolek Rio.

"Heemm," gumam Alena tanpa melihat ke arah Rio. Dia sendiri sudah hafal jika suara yang memangilnya adalah lelaki itu.

"Len, gambarin dong. Gue nggak bisa nih." Alena tidak mengacuhkan Rio, dia masih sibuk dengan ponselnya. Apalagi jika Rio kini berubah memaksanya. Alena tidak suka dipaksa tentu saja. "Lennn. Ayoo dong. Gambarin." Kali ini Alena mendongak "Nggak mau!"

"Ohhhh. Ya udah." Alena beralih menatap ke bawah mejanya. Sepatunya diambil Rio begitu saja. Lelaki itu berlari ke depan pintu kelas. "Sini kalau mau ngambil."

Wajah Alena berubah masam. Sebenarnya dia mau-mau saja menggambarkan Rio. Namun masalahnya jika Rio terlalu menggantungkan diri, laki-laki itu nanti tidak bisa apa-apa.

"Hehhhh. Sumpah, lo nyebelin." Alena menghentakkan kakinya ke lantai meski hanya terbalut kaos kaki. Lalu dia berlari ke arah Rio. Justru laki-laki itu malah kini berada di luar kelas sambil menenteng sepatunya.

"Balikin nggak?" tanya Alena dengan garang. Dia berdiri di depan pintu, jika dia menapak lantai di luar kelas pasti lebih kotor. Dia tidak mau mencuci kaos kaki yang sangat kotor.

"Nggak, lo harus gambarin gue dulu. Baru gue balikin." Laki-laki itu berdiri di depan pintu kelas 12 ipa 5 agak jauh darinya.

"Rioooo. Kalau gue gambarin lo. Ntar lo nggak bisa-bisa. Itu namanya gue setuju ngebodohin lo. Lebih baik lo buat sendiri, oke?"

"Nggak oke."

Pintu kelas 12 ipa 5 terbuka. Delvin beserta Miko keluar darisana. Mereka melirik Rio, kemudian beralih melirik Alena. Entah mengapa mood Alena berubah buruk.

"Oke gue gambarin. Cepet!" Tanpa pikir panjang Alena mengiyakan permintaan Rio dengan nada ketus. Rio tertawa kesenangan di tempatnya. Sedangkan Delvin dan Miko saling berpandangan tidak mengerti tentang perdebatan yamg baru mereka lihat antara Rio dan Alena.


---Bersambung---

Between Us √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang