24. Bimbang

173 4 0
                                    

Tok tok tok

Feera mengetuk pintu kamar Delvin. Lalu membukanya setelah terdengar teriakan kakaknya yang menyuruhnya membukanya. Dia melangkah masuk. Ditatapnya sang kakak yang menyenderkan kepalanya di kepala ranjang sambil bermain ponsel. Feera memilih duduk di kursi meja belajar yang ada di samping tempat tidur. Wajahnya mengarah ke arah Delvin. Mengamati setiap pergerakan kakaknya.

"Kak, aku mau ngomong."

"Ada apa Feer? Biasanya kamu langsung bilang?" tanya Delvin dengan heran. Meski tatapannya masih setia berada lurus pada ponselnya.

"Kakak masih suka kak Nabila?" Delvin menghentikan kegiatannya. Dia rasa kali ini Feera ingin membicarakan hal serius dengannya. Dia menaruh ponselnya di atas nakas. Beralih mengamati adiknya yang terlihat penuh akan pertanyaan untuknya.

"Kenapa kamu tanya hal itu Feer?"

"Aku cuma nggak suka aja kalau kakak masih berharap sama kak Nabila. Nabila udah punya pacar kak."

"Itu perasaan kakak. Kamu nggak perlu ikut campur."

"Apa kakak nggak suka sama kak Alena? Kakak suka kan sama dia?" tanya Feera dengan harap. Entah mengapa justru dia sekarang merasa kakaknya sudah menyukai Alena, bukan Nabila lagi. Dia hanya ingin kakaknya itu sadar akan rasa cintanya.

"Kenapa kamu tanya itu? Alena yang menyuruhmu?"

"Kak, berhenti nyalahin kak Alena. Ini nggak ada sangkut pautnya pertanyaan aku sama suruhan kak Alena." Suara Feera sedikit meninggi. Kakaknya itu memang sulit untuk diajak berbicara jujur.

"Terus, kenapa tiba-tiba tanya perasaan?"

"Aku cuma ngerasa kakak sukanya sama kak Alena. Hanya saja kakak nggak mau peduli sama dia. Kakak itu, kapan sih mau move on?"

"Kenapa kamu nggak setuju sama Nabila? Kamukan lebih mengenal dia, bukan Alena."

Dasar kakak bodoh, jika saja Delvin bukan kakaknya dia akan meneriakkan kata-kata itu dengan lantang. Sayangnya dia juga tidak tega mengatakan kakaknya sendiri bodoh. "Kakak diam-diam tertarik sama kak Alena yang bisa dapetin hati Dio-kan? Kakak cemburukan saat melihat mereka akrab. Kakak tahu kak Alena punya sifat keibuan. Nggak seperti kak Nabila. Iya kan?"

Delvin diam, dia tidak tahu di mana benar dan salahnya kata-kata Feera. Memang benar kenyataan bahwa Alena lebih dekat dengan Dio daripada Nabila yang bahkan lebih dulu mengenal anak kecil itu. Namun Nabila tidak bisa sedekat Alena.

"Kakak tahu, pesan kakak sama kak Alena sebelum kakak ganti nomor dan ganti hape? Aku udah baca semuanya. Kakak jadi lebih beda menanggapi pesan kak Alena dengan pesan yang lain." Tidak ada penyangkalan dari Delvin. Feera dengan senang hati melanjutkan kata-katanya. "Tapi, sayangnya kakak justru cerita sama kak Len tentang kak Nabila. Tentang perasaan kakak dengan kak Nabila. Apa kakak nggak bisa lihat kalau kak Alena suka kakak saat itu? Kalau aku jadi kak Alena, aku nggak bakal kuat lihat pesan kakak yang cerita tentang perempuan lain."

"Apa kakak pernah tanya perasaan kak Alena? Kakak tahu kak Alena suka sama kakak. Tapi kakak seolah nggak peduli tentang itu. Dimata kakak hanya ada Nabila, Nabila, dan Nabila. Apa kakak nggak tahu hari ini, malam ini, kakak udah buat semua hal jadi salah? Kakak ninggalin kak Alena hanya demi nganterin kak Nabila yang rumahnya tidak jauh dari sini. Kakak seolah lupa kalau kak Alena justru yang butuh buat kakak anterin. Ouhhh, cinta memang sangat buta ya kak."

"Asal kakak tahu, tadi kak Val marah-marah pas lihat kakak ninggalin kak Alena sendirian. Aku sampai dimarahi sama kak Val. Apalagi itu malem kak. Bahkan aku tadi disuruh ngejar kak Alena. Sayangnya kak Alena lebih dulu naik ke motor cowok yang entah siapa tapi kelihatannya kak Alena kenal sama dia. Jadi aku nggak perlu panik."

"Kak, aku bilang semua ini karena aku nggak mau kakak terlalu terikat sama masa lalu. Padahal waktu itu terus berjalan. Semuanya berubah. Cuma orang bodoh yang masih hidup dengan masa lalu. Dan, asal kakak tahu. Seharusnya kak Val yang marahi kakak, tapi aku menawarkan diri." Jika Valeya yang marah kepada Delvin, jelas nantinya akan merambat-rambat dan itu sangat lama. Bahkan Valeya akan menyudutkan orang itu sampai lawannya tidak bisa mengelak. Tentu Valeya lebih menakutkan daripada Feera.

"Sekarang terserah kakak. Lagipula bagi kakak, kata-kataku cuma angin lalu juga. Kan kak Nabila yang hanya kakak percaya." Feera menambahkan kata-kata sinisnya. Dia berlalu pergi. Harapannya kakaknya itu bisa sadar, meski sedikit. Seharusnya memang sudah lama sekali Feera ingin mengatakan semuanya. Rasa sayangnya pada Delvin yang membuatnya tidak tega melihat kakaknya mengejar cinta masa lalu yang jelas-jelas sudah meniliki pasangan.

Sepeninggal Feera, Delvin menjadi merenung. Kilas balik tentang semua awal dia bertemu Alena sampai apa yang terjadi malam ini seolah menyentak untuk diputar ulang. Rasanya seperti mimpi. Mimpi yang ingin segera membuatnya terbangun. Namun itu nyata, semuanya memang benar-benar terjadi.

Timbul pertanyaan dalam benaknya. Mungkinkah memang dia sudah menyukai Alena? Jika ita sejak kapan? Dia rasa dia tidak pernah memperhatikan Alena selama ini. Atau mungkin dia sendiri yang selalu menyangkal akan rasa tertariknya pada Alena? Padahal memang kenyataannya Alena adalah orang yang ingin dia lihat saat berada di lingkungan sekolah. Mengamati perempuan itu menjadi kebiasaanya. Senyuman lebar yang tidak pernah ditujukan Alena padanya. Hanya kepada temannya. Sebenarnya dia ingin Alena seperti itu juga padanya.

Kelucuan Alena yang saat digoda. Tingkah Alena yang atraktif dan tidak bisa diam. Di tambah dengan guyonannya yang tidak sengaja dia dengar. Perempuan itu begitu jujur dengan apa yang dia katakan. Yang bahkan memang etah kapan dia diam-diam menaruh rasa padanya.

Baru kali ini dia menyadari satu hal. Dia sadar dirinya suka mengamati Alena. Memperhatikan perempuan itu dari jauh. Dan dia baru sadar akan perasaannya. Mengapa justru dari orang lain? Mengapa dia harus selalu dipancing untuk mengaku. Dia bingung dengan semua ini. Terlalu membingungkan dan seolah-olah dialah sang antagonis dalam cerita. Atau memang kenyataannya dia memang jahat? Entahlah semuanya terasa membingungkan.

—-----—

Between Us √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang