6. Nyanyian Sendu

226 6 0
                                    

Alena memutar lagu Esna yang berjudul bite my lower lip ost the heirs. Alena menyukai genre k-pop, pop indo, dan pop barat terkecuali dangdut. Bukannya dia menganggap dangdut itu kampungan seperti yang orang lain katakan, tapi dangdut memang bukan  termasuk genre favoritnya.

"Len!" Gerald menepuk bahunya, membuatnya kaget. Alena tidak mendengar suara Gerald, namun tepukan di bahunya menyadarkannya pada keasikannya mendengarkan lagu dengan earphone. Earphone-nya dia lepas agar bisa mendengar suara Gerald dengan jelas.

"Kenapa Ger?" Alena mengalihkan pandangannya pada gitar yang berada ditangan Gerald. Seingatnya dia janjian dengan Gerald akan latihan hari kamis sedangkan hari ini baru hari selasa.

Gerald menarik kursi disebelah bangku Alena. Mendudukkan tubuhnya dan memangku gitar tersayangnya. Laki-laki itu tanpa mengucapkan satu kata langsung memetik gitar terlihat terampil.

"Salahkah bila diriku, terlalu mencintaimu." Suara Gerald mengalun sesuai dengan petikan gitarnya yang lambat. Ada jeda sebentar, lalu kembali dipetik lebih cepat. Setelahnya alunan lagu yang berjudul "salahkah aku terlalu mencintaimu" dimainkan Gerald sesuai tempo.

Alena mulai bernyanyi mengikuti petikan gitar Gerald. Mereka begitu serasi dalam menduetkan lagu itu. Beberapa teman sekelas yang melihat dan mendengarkan langsung merekam kegiatan mereka. Bahkan beberapa siswa dari kelas sebelah yang tidak sengaja lewat berhenti untuk mengintip keramaian apa yang ada di kelas tersebut.

Lagu yang mereka nyanyikan telah berakhir. Di begitu terkejut dengan banyaknya orang yang merekamnya, bahkan Kanila, Feya, Ara, Melodi, dan Shea. Mereka bertepuk tangan memberikan apresiasinya pada penampilan mereka.

"Wuihhhh. Ini nih yang namanya diva tersembunyi. Kenapa sih nggak dari dulu aja nyanyi. Bahkan gue nggak nyadar kalau suara lo bisa semerdu ini." Shea memeluk Alena sambil mengucapkan pujiannya. "Ntar, gue post dulu." Shea beralih memencet-mencet ponselnya.

"Ihhh. Nggak usah deh She, gue nggak mau." Alena berusaha mencegah Shea namun dihalangi oleh Feya. Tentu kedua orang itu sangat senang mengganggunya. Alena memang tidak suka terlihat mencolok. Namun bakatnya menyanyi yang terpendam itu muncul karena kegalauannya memikirkan seseorang yang berhasil menjajah hatinya tanpa tersisa.

"Nggak papa lagi Len. Suara lo bagus kok. Ngapain malu?" Kini giliran Kanila yang berkomentar. "Gue juga udah post di snapwhatsapp gue." Alena memutar bola matanya jengah. "Mungkin nih, kalau Delvin belum ganti  nomor dia bakal lihat dan klepek-klepek sama suara lo ini."

"Nah, bener tuh. Sayang nomornya udah ganti ya, jadi nggak bisa nonton deh." Ara menambahkan.

"Nggak juga. Bisa jadi Delvin ngelihat lewat akun sosmednya temennya. Kan kalian ngesave nomornya Willa-kan." Willa adalah kenalan mereka juga yang berada satu kelas dengan Delvin. Banyak memang yang dikenal mereka, namun hanya sedikit yang menyimpan nomornya.

Mulailah kini para teman-temannya menjodoh-jodohkannya dengan Delvin. Meski terkadang mereka menyuruhnya move on, tapi mereka juga kerap menjodohkannya. Benar-benar aneh menurutnya.

"Serah kalian. Sebahagia kalian."

"Len, besok malem ikut gue ke kafe Dallas ya," kata Gerald disela-sela pembicaraannya dengan teman-temannya.

"Mau ngapain? Gue nggak mau kalau cuma kita berdua." Alena tidak akan mau hanya berdua dengan Gerald, pasalnya Gerald sudah mempunyai pacar. Tania namanya, bahkan mereka juga satu kelas. Meski Tania biasa saja tentang kegiatan duet mereka namun Alena tetap merasa tidak nyaman.

"Iya, gue sama Tania. Lo tenang aja." Alena mengangguk. Gerald lalu pamit kembali ke bangkunya.

***
Pukul 18.30 Alena sudah sampai di kafe Dallas. Pakaian yang dia gunakan cukup simple. Kaos berwarna merah dengan outer berwarna biru dongker beserta celana jeans berwarna hitam. Rambutnya dia kuncir kuda menyisakan pony-tailnya dan di kanan kirinya. Dia mengecek kembali jam tangan berwarna coklat tua yang melekat di tangan kirinya.

"Hei Len!" Alena mendongak, matanya bertabrakan dengan mata sang pemanggil. Di samping orang itu ada temannya. Alena tersenyum canggung. "Lo ngapain disini?" tanya laki-laki itu setelah sampai di tempat Alena berdiri.

"Ohh. Lagi nungguin temen," balas Alena penuh rasa canggung. "Lo sendiri ngapain?" tanya Alena membalas basa-basi Miko.

"Biasa, malam rabu-an." Lelaki itu membalas dengan tawa renyahnya. Sedangkan laki-laki yang berada di sampingnya terdiam mengamati interaksi keduanya.

"Apaan sih. Adanya malam mingguan kali, sejak kapan ganti jadi malam rabu-an. Aneh-aneh aja lo." Alena kali ini membalas perkataan Miko dengan nada yang biasa seolah mereka berbicara dengan temannya.

"Bolehkan? Mumpung nggak ada tugas nih. Yaudah gue ajak Delvin sekalian."

"Hai Vin!" sapa Alena dengan singkat. Laki-laki  itu membalas dengan senyumannya.

"Lo emang nggak ada tugas?" tanya Miko lagi.

"Ada sih. Tapi ya gitu. Daripada kebayakan mikir tugas, pr, belum kalau ada ulangan bisa bikin saraf gue putus kalau nggak diistirahatin. Ya ini gue refresing."

"Iyaa juga sih. Oh ya, gue udah liat video lo yang nyanyi tadi. Suara lo bagus," puji Miko dengan tulus. Memang di antara Miko dan Delvin, dia lebih enak berbicara dengan Miko. Lebih mudah dia cerna daripada perkataan Delvin.

"Eh. Malu gue malah."

"Lohhh. Suara bagus gitu kok malu."

"Kalau lo jadi fans gue yang pertama gue nggak malu," kata Alena dengan tiba-tiba sambil tertawa membuat Miko ikut tertawa dengannya.

"Boleh-boleh." Mereka tertawa bersama, hanya Delvin yang tidak ikut tertawa. Laki-laki itu seolah hanya dianggap batu.

"Len!!" Alena menolehkan wajahnya. Terlihat Gerald dan Tania menunggunya di tengah jalan. Matanya beralih menatap punggung Gerald yang membawa gitar.

"Ehh. Gue duluan ya." Alena langsung berlari mendekati mereka.

"Cieee makin deket nih sama Delvin." Tania menggoda Alena yang hanya dibalas Alena dengan mengenddikkan bahunya. "Mana ada. Orang gue tadi ngomong sama temennya doang."

"Ohhh gue kirain lo sama Delvin."

"Nggaklah, dia nggak mungkin ngomong sama gue. Ohh ya, Gerald! Lo bawa gitar buat apa?" tanya Alena menyuarakan pertanyaan yang sejak tadi ada dipikirannya.

"Lo bisa nyanyi lagunya Jikustik yang Puisi?" tanya Gerald dengan tiba-tiba. Perasaan Alena berubah campur aduk. Gerald memang aneh, lelaki itu pasti mengajaknya untuk mengisi panggung di dalam kafe itu. Seharusnya memang dia mengerti, namun bagaimana lagi tidak mungkin dia kembali pulangkan.

"Bisa-bisa aja."

"Nah, ntar kita manggung di sana." Benar memang tebakan Alena. Gerald menunjuk panggung di atas sana. Peralatan musiknya sedang ditata. Alena merasa tidak yakin bisa berjalan dengan lancar kali ini. Lagipula dia belum latihan sama sekali. Dan jangan lupa tentang Delvin dan Miko yang pasti juga akan melihat penampilannya.

"Gue yakin lo pasti bisa Len. Berpikir positif aja." Tania menyemangati Alena tepat di telinga kanannya sambil memegang pundaknya.

Alena tidak janji malam ini dia bisa tampil dengan lancar. Apalagi ini adalah pertama kalinya Alena berdiri di hadapan umum sambil menyanyi. Benar-benar sesuatu yang baru baginya.


—--Bersambung--—

Between Us √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang