20. Menatap Pantai Timur

174 7 0
                                    

Tas, uang, sisir, lip balm. Semua sudah masuk ke dalam tas yang akan dia bawa ke pantai. Alena kembali bercermin memastikan tatanannya telah sesuai. Rambutnya dia gerai seperti biasa dengan pony tailnya menutupi dahinya. Wajahnya sudah dipoles dengan pelembab dan bedak tipis di tambah sedikit lip balm dibibirnya sesuai tatanannya seperti hari-hari biasa. Alena bergaya sedikit di cermin. Memastikan gaya terbaiknya jika nanti di ajak berfoto.

Alena mengecek ponselnya. Mobil rental yang disewa Ara akan sampai di tempatnya. "Jadi ke pantai Len?" tanya bundanya saat dia sudah keluar dari kamarnya.

"Iya bun." Alena memasukkan ponselnya ke dalam tas. Dia kemudian menghampiri bundanya. "Uang jajan dong bun!" Alena menyodorkan tangannya pada bundanya.

"Lah uang kemarin upah nganterin catering masih kurang?"

"Hehe." Alena menyengir kuda. "Dikit bun, sepuluh ribu lagi, yaaaa!" Akhirnya setelah mengeluarkan jurus jitu andalannya, Alena mendapatkan uang yang dia minta. Sebagai imbalan, Alena mengecup pipi bundanya. "Sayang deh bun."

"Iyaa dikasih uang baru bilang sayang. Dasar kamu," kata bundanya sambil mengacak-acak rambut Alena penuh sayang. Suara klakson yang berbunyi menyandarkan keduanya. "Yaudah sana. Hati-hati ya."

"Iya bun. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Alena keluar dari rumahnya. Dia masuk ke dalam mobil yang sudah diisi beberapa temannya yang lain. Sebenarnya dia tidak suka pergi-pergi selama liburan. Kebiasanya di rumah sambil bermain ponsel sudah melekat. Orang tuanya juga tidak ada waktu untuk mengajaknya berlibur. Lagipula kata mereka lebih baik uangnya ditabung untuk sekolah daripada liburan ngabisin duit.

Selama perjalanan Alena diam. Dia masih memikirkan pertemuannya dengan Delvin kemarin. Ada satu pesan dari laki-laki itu juga yang masuk ke ponselnya. Alena masih ingat jelas isi pesan itu, dia tidak membukanya. Namun isinya sudah bisa dia baca.

To : Delvin

Jangan lupa sama ultah Dio

Yep. Singkat, padat, dan jelas. Tidak pernah sekalipun panjang. Bahkan ketika Alena menyampaikan pikirannya yang panjang, Delvin hanya menanggapi dengan singkat. Ingin rasanya dia memukul kepala Delvin agar gagar otak. Dan detik itu juga dia melupakan segalanya tentang masa lalunya.

"Lo ngelamunin apa sih Len? Cuma pemandangan tebu-tebuan tinggi loh di luar." Ara menilik ke arah yang sama di mana Alena memandang. Namun hanya jejeran pohon tebu yang tinggi menjulang yang lebih menyeramkan jika dibayangkan di tengah bayangan malam.

"Nggak kok. Ngantuk gue." Alena beralih menyenderkan tubuhnya, menutup kelopak mata kecil itu agar hilang semua pikiran semrawutnya.

"Hei, kita tuh ngajakin liburan ini bukan buat galau Len. Ayooolah lo galau mulu." Melodi yang duduk di belakang Alena mulai mengganggunya. Memainkan rambutnya ke kanan dan ke kiri. Alhasil Alena tidak jadi menutup matanya.

"Mikirin Delvin lagi pasti. Udah deh, ini liburan. Waktunya have fun cuyyy." Teriak Feya dari sisi belakang yang lain. "Pak hidupin lagunya."

Sang sopir yang mendengar seruan Feya langsung tanggap memutar lagunya. Alunan pertama di isi dengan lagu galau dari Via Valen. Feya yang tidak suka dangdut langsung menyuruh ganti. Bergitupun seterusnya.

"Pak lagunya dangdut semua?" tanya Feya dengan lemah. Dia sudah tidak bersemangat bernyanyi. "Yaudah pak, nggak usah deh. Nyanyi Len!"

Alena menatap Feya dengan horror. Berbanding terbalik dengan perempuan itu yang justru sudah memosisikan tubuhnya agar lebih enak duduk. Tatapannya kembali ke arah Alena. Dia tersenyum memohon.

Between Us √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang