🐾 1

57.4K 2.1K 131
                                    

-Rembulan-

🌙🌙🌙

Aku melepas lelah di sofa ruang keluarga setelah mengirim lima puluh kotak bento ala aku untuk ulang tahun seorang anak SD kelas tiga.

Alhamdulillah.

"Besok nggak ada pesanan?" Tanya Bunda sambil memberikan segelas es teh padaku.

Aku menggeleng. "Nggak ada, Bun. Lusa bento makan siang untuk anak-anak TK Kartika. Lima puluh juga."

Bunda manggut-manggut. "Alhamdulillah. Nanti yang ambil jadi Arjuna?"

Aku mengangguk. Meminum sedikit es tehku dan menggenggamnya lagi sambil sesekali menggoyang-goyangkannya pelan. "Maaf ya, Bun, aku nggak kerja sesuai jurusan kuliahku. Padahal Bunda sama Yanda sudah bayar mahal-mahal sekolahku."

Bunda melirikku lalu mengelus lenganku. "Rejeki sudah ada yang ngatur, Lan. Lagipula perempuan itu nggak wajib mencari nafkah. Tapi kalau akhirnya membantu menjadi tulang punggung keluarga, itu buat Bunda sudah jihadnya. Tapi kan kamu dapat rejeki lain akhirnya."

"Itu kan dukungan Bunda yang bolehin aku coba-coba. Alhamdulillah."

"Bunda sama Yanda cuma bisa dukung kamu, Lan." Bunda tersenyum. "Oh ya, kamu sama Arjuna masa cuma temenan saja sih? Kan ganteng itu...kayak Raden Arjuna."

Aku terkekeh. "Bunda kayak yang pernah ketemu Raden Arjuna saja." Aku menggeleng lalu kembali minum es tehku. "Nggak, Bun. Juna cuma temen. Repot juga kalau suka Juna. Saingannya kebanyakan."

Ya, kalau boleh diibaratkan tokoh pewayangan, Arjuna, yang seorang tentara berpangkat Sersan Satu memang mirip sosok Raden Arjuna yang katanya ganteng itu lengkap dengan deretan perempuan yang berlomba-lomba mencuri perhatiannya. Bagi yang tidak tahu, pasti Arjuna dikira playboy. Padahal dia cuma lelaki baik yang kelewat ramah sehingga  banyak yang baper sendiri. Di sisi lain, entah disengaja atau tidak, katanya juga atlit panahan. Tahu sendiri kan kalau senjata Raden Arjuna itu panah?

Arjuna merupakan teman kecil dari sahabatku, Savita. Saat Savita menceritakan tentang lelaki itu, awalnya aku tertawa tak percaya karena sosoknya terlalu mengandung banyak kebetulan. Dan begitu bertemu langsung...yah, harus kuakui dia mirip tokoh pewayangan itu. Kalau Raden Arjuna dihidupkan, mungkin dialah Sertu Arjuna Ramadan.

Tapi kalau banyak yang mengira aku deg-degan...itu salah. Padahal...Masya Allah, ukuran awam itu gantengnya agak kebangetan sampai membuatku istigfar berkali-kali. Aku kagum tapi hanya itu.

"Heh! Ngelamun saja!" Tegur Bunda. "Mikirin Arjuna ya?" Godanya.

Aku melirik malas ke arah Bunda. "Bun, lihat cowok jangan cuma tampangnya ih. Istighfar."

"Tapi kan nyegerin mata tiap hari, Lan."

Baru saat aku membuka mulut untuk membalas Bunda, pintu depan ada yang mengetuk.

Bunda berdiri dan sesaat terdengar suara heboh gang kukenal. Bunda masuk bersama Abhinaya, adik sepupuku.

Tunggu, itu si Abhi bawa apa coba? Itu bukannya kandang si Mungil? Kok bawa Mungiiil?

Lagian nama kok Mungil? Sebelah mananya coba?

"Assalamu'alaikum, Mbak Bulanku yang cantik." Ucap Abhi sok manis. Pasti ada maunya.

"Bulan tuh bolong jerawatan." Balasku asal.

"Hehehe..." Abhi terkekeh najis dan duduk di sebelahku, sementara kandang si Mungil diletakkan di lantai.

Bunda sendiri ke dapur sepertinya.

"Darimana bawa Mungil?"

"Hehehe..." bukannya menjawab, Abhi malah membuka kandang dan mengeluarkan Mungil. Seekor kucing jenis Mackerel Tabby berwarna cokelat putih dengan motif mirip harimau loreng berjenis kelamin jantan. Dan ukurannya? Gembul! Tak ada mungil-mungilnya sama sekali.

Sadewa & Rembulan [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang