- Rembulan -
🌙🌙🌙
Aku bingung kenapa akhir-akhir ini sering bertemu Sadewa? Cowok judes yang suka seenaknya. Hhh!
"Meong." Mungil mengibas-ngibaskan ekornya meminta perhatianku yang terhenti saat hendak menuang makanannya.
"Helah, Mbul, maaf...nih, makan, nih..." segera kutuang makanannya lalu mengelus kepalanya sebelum bangkit dan menyimpannya lagi.
"Kamu pacaran sama...siapa tuh yang katanya saudara angkat Arjuna? Dewa? Iya Dewa." Tanya Bunda yang sedang ngemil buah di ruang makan.
Aku menggeleng lalu menyimpan makanan Mungil, cuci tangan dan mengambil toples isi opak. Aku duduk di samping Bunda.
"Cuma kenalan biasa kok, Bun." Jawabku lalu memakan opak.
"Yakin?" Tanya Bunda curiga.
Aku mengangguk mantap.
"Walaupun lebih ganteng Arjuna tapi dia ganteng juga..." komentar Bunda.
Aku tergelak. Untung tidak tersedak. "Bun, kok lihat orang dari gantengnya sih? Ganteng juga cuma di kulit luar aja. Casing doang."
"Ya habisnya Arjuna gitu...ganteng kok kayak bukan manusia."
"Terus apa? Hantu?" Aku geleng-geleng dan meneruskan makan opakku. "Bunda nih..."
"Tapi kamu sama Dewa boleh juga."
"Cuma teman, Bunda. Ih, Bunda ngeyel nih."
"Cuma teman kok lumayan sering kesini..."
"Cuma nganterin Bianca lihat kucing."
"Kali aja itu modus." Bunda menatapku menyipit.
Aku menggeleng. "Nggak. Sadewa itu orangnya to the point. Nggak mungkin make Bianca buat deketin aku." Teori yang aneh dan jelimet untuk Sadewa.
"Cieee...dibelain." goda Bunda.
"Au' ah gelap." Tapi tak ayal wajahku merona juga. Duuuh...
Bunda tertawa merdeka sekali. "Bunda lumayan suka sama dia. Sopan, santun, ramah, sayang anak kecil."
"Semua tentara gitu ah." Sanggahku.
"Nggak dong. Mungin ketika mereka berseragam, kita bisa minta andalkan mereka. Tapi ketika di rumah...belum tentu. Tentara juga manusia. Dan Dewa beda. Dewa ya Dewa seperti yang Bunda lihat."
"Cieee...Bunda."
Bunda memukul lenganku. "Nggak usah ngalihin omongan orang tua!"
"Aduh, Bunda!" Aku merengut.
"Percaya Bunda deh."
"Nggeh, Bun, nggeh."
"Nggah nggeh nggah nggeh nggak kepanggeh." Bunda manyun.
🐾🐾🐾
Sekitar tiga minggu kemudian saat aku makan di rawon langganan bersama Bunda dan Yanda, aku bertemu Sadewa bersama orang tua yang laki-laki itu Papanya, yang perempuan siapa? Masa selingkuh sih, astaghfirullah!
Tapi kok Sadewa tenang saja. Mereka seperti kenal baik. Papanya Sadewa istrinya dua?
"Bulan." Sapanya tersenyum.
"Kamu lagi, kamu lagi." Ups! Keceplosan.
Bunda sampai mencubit pinggangku diam-diam dan Sadewa tertawa renyah.
Sadewa mengangguk. "Iya, aku lagi."
"Siapa, Dek?" Tanya perempuan itu ramah.
"Duduk aja yuk? Jangan dijalan. Semeja nggak apa ya?" Ajak Sadewa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sadewa & Rembulan [SUDAH TERBIT]
Fiksi UmumRank #01 Tentara (13/04/2019) #03 Militer (01/03/2019) #10 Abdi negara (15/09/2019) #22 Fiksi Umum (15/09/2019) #01 Kucing (19/02/2020) #39 Chicklit (22/02/2020) #28 Receh (23/02/2020) #47 Komedi (22/02/2020) Rembulan sangat suka kucing tapi hanya...