- Rembulan -
🌙🌙🌙
Tanpa terasa waktu berlalu. Alhamdulillah sekarang aku sudah bisa berjalan walaupun menggunakan alat bantu. Sadewa juga sudah bertugas lagi secara penuh walaupun belum bisa beraktifitas fisik seratus persen.
Aku juga sudah mulai menerima pesanan bento walaupun dengan skala kecil. Memasaknya dibantu Bunda.
Kalau belanja di pasar, Bunda yang bantu. Kalau beli bahan yang tak ada di pasar, biasanya Sadewa bersama Yanda yang menemani. Kalau Sadewa tidak bisa, kadang meminta tolong juniornya untuk menemaniku dan Yanda.
"Lan?"
"Dalem, Bunda?"
Kami tengah duduk santai setelah mengerjakan pesanan bento yang juga sudah diambil.
"Kok Dewa nggak pernah lama kesininya?" Tanya Bunda. "Datang, anterin kamu belanja, selesai, pulang."
"Bunda maunya Dewa nginep?" Sahutku geli.
"Apa sih! Ya kan dulu sama Bianca aja lama." Gerutu Bunda.
Aku tersenyum. "Bunda, itu kan Sadewa memang kesini nemenin Bianca. Lha Mungil di rumahnya ya Bianca nggak kesini dong."
"Ya kan dia...sebenarnya hubungan kalian itu gimana sih? Dia serius apa enggak sih kok kayak main-main gitu?" Sungut Bunda.
Aku menghela nafas dalam dan menghembuskannya perlahan. "In syaa Allah serius, Bun. Tapi kami memang nggak pacaran."
"Terus?"
"Ya memang nggak pacaran."
"Nggak pacaran tapi serius tapi ngajak nikah tapi nggak lamaran resmi...maunya gimana sih?"
"Bunda...pertama Dewa itu bukan sipil eh bukan masyarakat umum. Dia aparat. Tentara." Sedikitnya aku sudah mulai mengerti tentang dunia militer sekarang. "Dan untuk menikah dengan tentara ada aturannya. Bunda tahu itu kan?"
Bunda mengangguk. "Iya sih..."
"Nah itu..." aku tersenyum. "Kedua...aku yang menunda karena lebih ingin kenal dia lebih dekat. Lebih baik. Dewa sih kalau aku bilang besok, ya besok dia akan mengajak keluarganya untuk melamarku secara resmi. " Tetap saja itu tidak mungkin sih karena Papinya kan pejabat di kepolisian walaupun bukan Kapolda atau Wakapolda. "Kakiku masih begini. Dia juga menungguku betul-betul sehat. Intinya kami ini teman yang akan menikah." Teman berantem?
Bunda terdiam. Seperti masih ada yang mengganjal di hatinya.
"Bunda nggak suka Sadewa? Nggak setuju aku menikah dengannya?" Tanyaku hati-hati. "Bunda lebih suka Nakula?"
Bunda menoleh kaget padaku. "Nggak. Bukan gitu."
"Apa karena Papinya jenderal?"
"Nggak...eh...itu sih agak berat juga walaupun ternyata orangnya ramah ya?"
Aku tersenyum sambil menggenggam tangan Bunda lembut. Tangan yang mulai keriput. "Bun, jangan biasakan jadi kayak emak-emak rumpi di sinetron. Jangan suka banding-bandingin cowok-cowok bening. Kasihan lho Bun, Sadewa terluka dan...Nakula kesal." Tentang Nakula ini aku tahu dari Arjuna.
"Hah? Maksudnya?" Ujar Bunda kaget.
"Bunda ingat omongan Bunda yang bilang Nakula lebih cakep? Walaupun kenyataannya begitu dan Dewa nggak masalah...tapi intinya Dewa dan Nakula dengar. Posisi Dewa yang saat itu sudah berniat serius denganku. Dan Nakula yang jengkel karena masih saja ada yang menganggap Dewa tak ada apa-apanya daripada dirinya." Jelasku. "Yang nggak kembar digituin aja sedih apalagi yang kembar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sadewa & Rembulan [SUDAH TERBIT]
Ficción GeneralRank #01 Tentara (13/04/2019) #03 Militer (01/03/2019) #10 Abdi negara (15/09/2019) #22 Fiksi Umum (15/09/2019) #01 Kucing (19/02/2020) #39 Chicklit (22/02/2020) #28 Receh (23/02/2020) #47 Komedi (22/02/2020) Rembulan sangat suka kucing tapi hanya...