Chapter 14

2K 134 3
                                    



Pagi menjemput, membuatku menyadari bahwa Alex tidak ada lagi disini. Dia pergi atau ku doakan saja dia menghilang di telan bumi. Memeriksa kondisi tubuhku yang baik-baik saja, aku pun merasa lega. Ternyata dia masih bisa dipercayai, walaupun sedikit saja.

Aku membersihkan kerongkonganku sebelum masuk ke kamar mandi dan membersihkan diri disana. Aku teringat sesuatu dan membuka pintu kamar mandi untuk mengintip jam yang bertengger di dinding kamarku. Ah leganya mengetahui bahwa aku tidak terlambat untuk bangun.

Setelah mandi, aku mengeringkan rambutku lalu beralih untuk mengenakan pakaian bersiap-siap pergi kuliah. Untungnya hari ini jam kuliahku singkat jadi aku bisa langsung kembali lagi kerumah tanpa repot-repot menghindar dari si bajingan Harry.

" Kau nampak lebih baik dari kemarin ". Louis yang sedang mengunyah serealnya terlihat begitu memperhatikanku dengan detail. Aku mendecih malas dan mereka semua tertawa.

" Aku memang selalu baik-baik saja setiap hari ". Ujarku.

" Oh kelihatannya begitu ". Lottie menyambar dengan sarkasnya. Aku duduk di kursi dekat Mom dan ia menuangkan susu ke atas serealku. Aku berterimakasih padanya dan mulai menyantapnya.

" Oh iya, aku dan Hanna akan pergi ke Kanada untuk proyek baru sebulan penuh besok. Ku harap kalian baik-baik saja disini. Louis, Lottie awasi adik kalian jangan sibuk sendiri ". Ucap Dad yang mana membuatku cekikikan. Louis dan Lottie saling berpandangan lalu mereka menghela nafas terlihat pasrah.

Kami melanjutkan sarapannya dan memulai kegiatan kami selanjutnya. Aku dan Lottie bernyanyi di dalam perjalanan menuju kampus. Hari ini Lottie libur jadi dia bisa bersantai dirumah sedangkan aku harus mengikuti semua jadwal hari ini. Setelah sampai ia berpesan agar aku berhati-hati. Aku tahu banyak yang tak suka denganku karena drama buatan antara aku dan Harry terutama Bennett. Gadis itu selalu sinis melihatku.

" Sendirian saja, bitch? ". Bennet? Baru saja aku memikirkan tentang betapa menyebalkannya dia dan sekarang dia benar-benar menghampiriku.

" Seperti yang kau lihat ". Ucapku acuh tak acuh dan kakiku sudah bergerak untuk menyingkir dari hadapannya tapi si bodoh ini menarik tanganku dan entah dari mana datangnya, teman-temannya tiba-tiba muncul, mereka menyeringai jahat padaku.

" Sombong sekali kau! Jess bawa dia! ". Dengan begitu salah satu temannya yang berkepala botak tapi berjenis wanita ini menarik tanganku dengan paksa. Aku minta dilepaskan tapi mereka memakiku untuk diam. Orang-orang hanya menonton tidak mau menolongku padahal sudah jelas ini tindakan pemaksaan.

" Lepaskan aku! "

" Lepaskan dia! ". Suara itu terdengar bersamaan dengan suaraku membuat mereka berhenti di tempat. Kawanan jalang ini menoleh ke belakang dan aku mengikuti arah pandangan mereka. Itu Harry dan Niall di belakangnya.
" Kalian benar-benar bertingkah seperti bocah yang baru beranjak remaja ". Ucapnya kasar. Orang-orang disekitar kami mulai tertarik dan perlahan-lahan mereka mengerumuni kami.

" Kau takut kalau gadis jelekmu ini ku sakiti, sayang? ". Bennett bertanya dengan santainya, ia memandangi kuku-kuku jari tangannya dan meniup disana.

" AKU BILANG LEPASKAN DIA! ". Harry membentak dengan keras dan semua orang terkejut tak terkecuali aku. Bahkan si botak yang mencengkeram tanganku kini gemetar.

" Baiklah-baiklah, tak perlu membentak juga, 'kan? ". Bennet berbicara dengan kikuk dan aku tertawa dalam hati. Ia berbisik pada kawanannya untuk melepaskan ku dan mereka pun pergi tak lupa memberi senggolan kasar di bahuku.

" Apa yang kalian lihat? Pergi dari sini! ". Harry membentak lagi tapi tak sekeras tadi. Orang-orang bubar dan aku menarik nafas panjang. Pagi yang sangat buruk.

" Kau baik-baik saja, Skylar? "

" Ah aku baik-baik saja, Niall. Terimakasih untuk kalian berdua ". Ucapku pelan pada Harry dan Niall lalu aku berniat ingin cepat-cepat pergi dari mereka.

" Uh tunggu, Skylar. Sepertinya Harry perlu bicara serius denganmu ". Niall pergi dan tinggalah aku dan Harry. Ugh...aku sangat malas harus berhadapan dengannya.

" Ayo! ". Harry menggandeng tanganku menuju ke sebuah gardu. Disini jelas tempat paling sepi seantero kampus. Untungnya kurang lebih 30 menit baru aku masuk di jam pertama jadinya tak begitu masalah bagiku untuk meladeni Harry.
" Dengar Skylar aku tidak suka gadis pemarah, itu kekanak-kanakan ". Alisku tertaut cepat begitu kata-kata itu keluar dari mulutnya. Rahangku jatuh dan aku tergelak remeh. Dia tidak serius kan?

" Kekanak-kanakan katamu? ". Ia menggidikkan bahunya acuh lalu menjawab

" Itulah kenyataannya ". Oh cukup sudah urusanku dengan si bajingan ini. Aku tidak mau lagi berurusan dengannya, aku bersungguh-sungguh.

" Terserah, aku pergi dan ingat jangan pernah berbicara denganku lagi ". Seruku ketus lalu berjalan dengan langkah lebar menjauhinya. Harry memanggilku tapi sudah jelas aku mengabaikannya.

Tapi bukan Harry namanya kalau tidak menahanku seperti ini.

" Aku baru saja mengatakannya kalau aku tidak suka gadis pemarah ". Ia menggeram di telingaku. Kepalaku mendongak untuk menatapnya. Ingin sekali kuku-kuku ku merobek wajahnya yang sialnya terlalu sempurna itu.


" Aku tidak peduli. Harry, coba pikirkan saja! Bukan hanya aku tapi gadis mana pun pasti akan marah jika diperlakukan seperti itu. Apa kau tidak sadar bahwa hal bodoh yang kau lakukan itu mempermainkan perasaanku? ". Harry nampak terkejut, dengan cepat ia membuang muka lalu menyisir rambutnya dengan sela-sela jarinya.


" Aku sendiri masih bingung, Skylar Alicia Tomlinson, kumohon mengertilah "

" Apa yang harus ku mengerti darimu? Harry berhentilah bersikap membingungkan! ". Aku duduk di atas batu besar dan melihatnya yang masih berdiri di hadapanku. Kami sama-sama bingung aku tahu itu.

" Baiklah aku tak bisa memaafkan mu yang selalu membuatku tegang setiap waktu bahkan disaat-saat seperti ini. Aku tak akan segan-segan memaksamu, Skylar. Aku tidak akan peduli lagi "


" Woah, woah, woah apa maksudmu, huh? ". Tanyaku dengan nada remeh. Harry menghampiriku lalu menarik tanganku dengan paksa. Ia membawaku ke gardu lagi.

" Sialnya, rok sialan yang kau kenakan ini begitu mengundang selera dan memudahkan banyak hal ". Bisiknya lalu melahap bibirku dengan rakus dan menggendong sembari menghimpit ku ke dinding. Aku kesulitan bernafas saat tangannya ikut meremas rambutku. Lidahnya lalu bermain dengan hebat di leherku sementara tangan kirinya menurunkan celana pendekku. Harry bergerak terlalu agresif dan intens sampai-sampai aku terkejut karena kurasakan miliknya yang menyentuh klitorisku. Aku takut dan menyadari ini hal gila. Setidaknya dia harus mencari ruangan.

" Ah... ". Desahanku lolos saat ia menghentak miliknya ke dalam. Jariku mencengkeram rambutnya dan wajahku tenggelam ke lekukan lehernya.

" Oh baby this is what i want for a long time ". Lagi suara khasnya terdengar di telingaku. Aku mendengarnya yang mendesah kasar di kerongkongannya sedangkan aku kesusahan untuk menahan suaraku aku sangat takut jika perbuatan tak tahu tempat ini akan diketahui oleh orang lain.



" Kau tak memakai kondom lagi, Harry! ". Aku memperingatinya sembari menangkup wajahnya, kini aku memberanikan diriku untuk menciumnya terlebih dahulu. Aku tidak tahu akan perasaanku tapi rasanya jantungku ingin meledak.


" Tenang saja. Kalau kau hamil pun aku bersedia untuk bertanggung jawab "




























Authornya mau dobel apdet. Langsung aja geser ke chapter selanjutnya. Pssttt...jangan lupa tinggalin jejak petualang kalian biar gak krik-krik heheh

Love Between LustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang