Chapter 30

1.4K 96 12
                                    



Aku terpaku menatap mata Harry yang seolah-olah bersinar saat ini. Kulitku mulai berkeringat tak nyaman, ku harap situasi ini akan segera berakhir. Kita tak bisa saling menggoda untuk kembali. Kita harus menjalani semuanya dengan normal, membiarkan kita hanya berteman mungkin untuk sementara saja.


Senyuman kecil ku berikan untuknya dan aku kembali fokus memanggang. Aku ingin pergi saja tapi Niall masih lapar.


" Kau cantik ". Aku kembali mendengarnya berbisik tapi lebih mirip dengan gumaman tak jelas. Aku menggigit bibir berharap dagingnya cepat matang dan aku bisa mencari ruang dari Harry. Dia selalu berhasil membuatku sesak nafas.


Harry mengangkat dagingnya dan menaruh di piring. Ku pikir itu masih terlalu mentah.


" Aku suka daging mentah ". Ucapnya tiba-tiba lalu tersenyum miring dan pergi ke tempat duduk. Ia bergabung dengan Lottie yang sedang makan. Aku kembali memperhatikan daging yang ku panggang lalu membolak-balik nya beberapa kali. Setelah matang aku menyajikannya untuk Niall, semuanya, karena tiba-tiba aku tak berselera untuk makan.


" Wow...ini banyak sekali, Sky ". Niall berbicara dengan gembira. Aku duduk di sebelah Liam dan memperhatikan Niall yang mulai memakannya. Kami tertawa dan Zayn mengelus-elus puncak kepala Niall seperti seorang ayah yang sangat senang anaknya mau memakan sayur.

Tiba-tiba Harry duduk di sebelahku sambil mengunyah makanannya.

" Kenapa kau memberikan punyamu untuk si perut karet itu? ". Tanyanya pelan dan aku menyikut perutnya. Tidak baik mengejek orang yang sedang makan meskipun itu tak serius.

" Entahlah, kurasa Niall membutuhkan porsi besar ". Ucapku mengikuti volume suara Harry agar Niall tak mendengar. Liam mendadak berdiri dan kejar-kejaran dengan Zayn yang mencuri makanan Niall. Sedangkan Niall sendiri masih fokus pada makanannya.

" Kalau begitu kau harus mencicipi buatan ku ". Harry memotong dagingnya dan memberikannya padaku alias menyuapiku. Aku dengan ragu membuka mulutku lalu mengunyahnya perlahan-lahan. Aku tidak suka daging setengah matang tapi demi Harry maka ya.
" Enak? ". Tanyanya penuh harap. Aku mengangguk dan memintanya sekali lagi. Tidak terlalu buruk.

Kami berdua menoleh saat orang-orang berdehem dengan kasar, detik berikutnya mereka tertawa lalu melempari Harry dengan botol plastik yang telah habis isinya.

Aku mengelus tangan Harry agar dia mengabaikan ulah teman-temannya yang sangat nakal. Harry tersenyum lembut lalu menyuapiku lagi. Begitu terus sampai makanan ini habis tak tersisa.

Setelah selesai makan, kami duduk bersama di atas tikar dan mendengarkan kelima pria aneh ini bernyanyi, Niall yang memainkan gitarnya. Ternyata suara mereka menghasilkan harmoni yang indah, aku terpukau dibuatnya. Apalagi Harry bernyanyi sambil melihat ke arahku. Aku bertopang dagu ditanganku yang menempel di pahaku sembari menatap Harry seperti seorang penggemar yang mengangumi idolanya.


" Find another one cause she belongs to me "


***


Aku berjalan beriringan bersama Jonah begitu kelas kami selesai hari ini. Berhubung aku dan Harry sudah berbaikan, aku tak akan merepotkan Jonah untuk mengantarkanku pulang. Langkah kami terhenti saat Max menghalangi jalan kami. Ia menatapku lama sebelum menyapa Jonah dan mengingatkannya untuk latihan hari ini.


" Ku dengar Bennett akan menyerangmu karena katanya kau membuat Harry putus dengannya ". Aku sedikit mendorong tubuhku ke belakang saat Max mendekat untuk berbisik. Wajahnya licik dan terkesan menakut-nakuti ku.

" Kau terdengar seperti pria bertato yang suka bergosip, Max ". Ledek Jonah. Max menendang kakinya bercanda lalu pria itu pergi dari hadapan kami. Sempat ku tangkap ia mengerlingkan matanya padaku.

" Jonah, aku harus menemui Lottie sekarang ". Ucapku lalu melangkah dengan tergesa-gesa. Jonah memanggilku tapi aku terus melambaikan tanganku padanya karena aku ingin berada di dekat Lottie jika saja Bennet sedang mencariku sekarang. Bukannya aku takut tapi Bennett mungkin tak segan-segan untuk mencelakai ku dengan kesalahpahaman. Aku hanya ingin semuanya jelas.

Aku pergi ke parkiran dan mendapati Bennett yang sedang marah-marah pada Harry. Lottie dan Niall juga ada disana tak terkecuali komplotan Bennet dan teman-teman Lottie.


Aku menghampiri mereka dengan perlahan-lahan sampai Bennett menangkap ku di matanya. Matanya merah karena marah dan tak ku sangka dia juga menangis. Harry membuatnya jatuh cinta oleh sebab itu dia begini.


" Aku sungguh minta maaf, Bennett. Tak seharusnya aku melakukan ini, aku tak seharusnya membuatmu kecewa ". Harry menatapnya gusar, tapi tak apa. Bukankah dia memang harus bertanggung jawab?


" Dengar, aku tak akan tinggal diam ". Ucapnya lalu mengajak komplotannya pergi dengan tatapan sinis yang menusuk tajam ke mataku.

Aku menatap Harry yang kini juga menatapku. Kami semua terdiam beberapa saat sebelum Niall menyadarkan kami dan menyuruh kami masuk ke dalam mobil.


Aku duduk dengan Lottie di belakang dan menyandarkan kepalaku padanya. Lottie mengelus pundakku dan meyakinkanku semuanya telah baik-baik saja.


***


Sore ini Vic mengajak ku ke cafe untuk mengobrol soal kemarin. Kami mengobrol hanya berdua karena Jonah harus latihan. Sesekali kami iseng menggodai seorang pelayan pria yang nampak kemayu saat mencatat dan mengantarkan pesanan kami.


Kami juga membicarakan banyak hal soal keluarga kami masing-masing dan aku merasa sangat cocok bercerita dengannya. Vic adalah tipe gadis pendengar yang baik. Ia juga memberiku nasihat-nasihat untuk menghadapi Harry yang suka menggodaku dengan tingkah dan pujiannya. Dia bilang, kalau aku belum ingin kembali padanya, aku harus kuat menghadapi Harry tak boleh mengambil keputusan dengan sembarangan lagi.


Tiba-tiba ponsel Vic berbunyi dan dapat kulihat foto Jonah tertera disana. Vic mengangkat teleponnya dan ia nampak kecewa saat berbicara dengan Jonah. Setelah selesai ia kembali ke posisi yang pas untuk bicara denganku.

" Oh sial! Skylar, aku harus pergi sekarang. Ban motor Jonah bocor aku harus menjemputnya, ia akan meninggalkan motornya di bengkel ". Vic mendesah kesal dan ia memasukkan ponselnya ke dalam tas.

" It's ok, aku juga akan pulang sekarang ". Aku menyelipkan beberapa lembar uang dibawah cangkir kopi ku. Tadinya aku memaksa untuk mentraktir Vic jadi dia mengalah untuk tidak membayar. Vic pamit dan aku berjalan untuk membeli kopi lagi tapi yang dingin untuk ku bawa pulang. Setelah mendapatkannya, aku keluar dari cafe dan mencari letak mobil Lottie yang ku parkirkan tadi. Aku menjatuhkan kunci mobilnya jadi dengan kesusahan aku merunduk untuk mengambilnya lantaran high heels ku yang sangat tidak membantu dalam situasi ini. Belum lagi rok mini ku bergerak karena angin sore ini cukup kencang. Untungnya keadaan sekitar cukup sepi, setidaknya aku tak tahu kalau seseorang dapat melihat celana dalamku, sial. Tahu begini aku tak memakai rok ini.



Baru saja tanganku hendak membuka pintu mobil, seseorang memanggilku dari belakang. Suaranya sangat familiar dan membangunkan bulu kudukku seketika. Sebuah tangan menyentuh pergelangan tanganku tapi aku langsung membalikkan badanku. Minumanku jatuh dan tumpah membasahi kakiku saat aku melihat orangnya. Nafasku tercekat dan aku tak mampu berkata-kata selain memanggilnya...









" Alex? "


































Nah udah kan dobel apdetnya...
Semoga kalian suka sama chapter ini ya guysss jangan lupa vommentsnya 😚

I love you 😘 okurrr

Love Between LustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang