Chapter 19

1.7K 108 3
                                    

Bunyi dengkuran halus menyadarkan ku dari lelapnya tidur. Aku mengucek mataku sebentar sebelum melihat Louis yang ada di bawahku. Jadi aku tertidur dengan perutnya yang menjadi bantal ku. Huh pantas saja tak nyaman badannya kan tulang semua. Haha aku bercanda, Louis, maafkan adikmu yang selalu mengejekmu di dalam hati.

Aku mengambil remote tv dan mematikan layar datar itu yang masih menyala hingga pagi ini. Aku ingat terakhir kali saat aku dan Harry pulang, Louis sudah dirumah dan ia keheranan melihat kami yang main hujan-hujanan seperti anak kecil, katanya.

Sayangnya Harry terlalu percaya diri untuk mengatakan bahwa kami sudah menjadi sepasang kekasih. Aku bahagia Louis menyetujui hubungan kami padahal diluar sana kebanyakan orang akan melarang sahabatnya untuk mengencani adiknya. Ternyata Louis tidak termasuk dalam kategori orang yang seperti itu. Dia bilang yang terpenting adalah aku mendapatkan seseorang yang bisa membahagiakan ku dan bisa melindungiku, meskipun dia bilang sebenarnya ragu lantaran aku dan Harry sering cek cok. Tapi semua itu hanya kesalahpahaman.

Kemarin kami menghabiskan waktu bersama untuk menonton film tentang psikopat yang mana tidak mau ku tonton jadi aku tidur di sofa, tau-tau saat pagi Louis menjadi bantal ku dan Harry pasti dia sudah pulang.

Aku membangunkan Louis dan menyuruhnya untuk pindah ke kamar sedangkan aku pergi untuk mandi dan akan bersantai hari ini karena ini akhir pekan. Aku berharap Harry akan membawaku kencan malam ini.

***

Suara gelak tawa Lottie menggelar di sekitaran kolam renang. Ia melontarkan berbagai penghinaan padaku karena menurutnya hubunganku dan Harry adalah hal yang lucu dan tak masuk akal. Tentu aku tak memasukkan kata-kata jahatnya ke dalam hati, aku tahu dia bercanda

Aku menenggelamkan seluruh tubuhku ke dalam air dan meliuk-liuk di dalamnya. Tidak mengerti kenapa aku menjadi seseorang yang begitu gembira hanya dalam sehari dan itu karena Harry. Aku bahagia menjadi miliknya dan menjadi sebuah keharusan untukku.

Tiba-tiba Lottie menarik tanganku dari dalam air dan aku keluar.

" Apa? ". Tanyaku heran lantaran ekspresi wajahnya sedikit aneh.

" Pacarmu datang ". Ucapnya lalu terkikik sendiri. Aku melihat ke arah pintu dan mendapati Harry yang sedang menyandar di kusen pintunya dengan seringaian andalannya yang menyebar di bibirnya. Aku tersenyum padanya dan tak membutuhkan waktu lama untuk meninggalkan air.
Aku melambaikan tanganku pada Lottie sembari tersenyum jahil padanya tapi dia meresponnya dengan sebuah juluran lidah.

" Aku akan membereskan diri dulu, tunggu saja di ruang tamu ". Aku berkata pada Harry saat lewat disebelahnya tapi dia menghentikan langkahku.

" Kalau saja tidak ada Lottie di kolam itu, aku sudah turun dan melucuti bikinimu ". Bisiknya. Aku langsung menyikut perutnya dan dia tertawa saat aku mulai berjalan lagi. Aku berjalan ke kamar lalu membilas tubuhku di bawah shower. Setelah itu aku mengeringkan rambutku dan memilih pakaian santaiku. Aku tak mau repot-repot memoles wajahku dengan bedak setipis apapun karena tak sabar untuk duduk di sampingnya dan membicarakan banyak hal.

" Aku datang untuk mengajakmu jalan-jalan kenapa kau berpakaian seperti itu? ". Harry bertanya padaku bahkan saat aku belum selesai melewati anak tangga. Aku melihat bajuku, kaus dan celana piyama dan sebuah sendal berbulu berwarna merah muda.

" Kenapa tidak bilang, Styles? "

" Kenapa tidak bertanya, Tomlinson? ". Balasnya mengikuti gayaku berbicara. Aku ingin sekali melompat ke arahnya dan menjambak rambutnya karena gemas. Mataku melihatnya yang mengenakan pakaian kasual jadi aku pun kembali ke kamar untuk menyesuaikan pakaianku dengannya dan saat selesai, aku tak membutuhkan waktu yang lama untuk menemuinya.

" Kau nampak bersemangat ". Ucapnya manis.

" Kau juga "






***



" Harry, cukup! ". Aku sedikit membentak pada Harry yang mulai memilih-milih baju lagi. Aku sudah mengatakannya bahwa baju yang ia belikan ini sudah cukup tapi ia terus-terusan mengabaikan ku.


" Kenapa? Aku hanya ingin menyenangkanmu, kau tahu itu? ". Ia menekuk alisnya dan kembali melihat-lihat baju-baju yang terpasang rapi di manekin.



" Aku tahu tapi aku tidak mau kau menghambur-hamburkan uangmu seperti ini, Harry. Aku punya banyak baju. Lebih baik gunakan uangmu untuk hal-hal yang lebih penting "




" Oh ya? Apa contohnya? ". Tanyanya tetap saja nampak tak peduli dengan omonganku. Astaga, aku harus bersabar untuk tidak menjambak rambutnya di tempat umum.


" Menyumbangkannya, mungkin? ". Harry langsung menoleh padaku dan dari wajah datarnya ia mulai membentuk senyuman penuh arti padaku. Ia menurunkan tangannya dari baju yang dipegangnya dan ia menyentuh tanganku.


" Kau benar ". Ujarnya pelan dan menggeleng-gelengkan kepalanya seperti merutuki dirinya sendiri.
" Baiklah, aku tahu kemana kita harus pergi, Ayo! "






***


" Wow. Aku pikir kau akan membawaku ke panti asuhan atau rumah sakit jiwa ternyata kau membawaku kemari ". Ujarku dan menikmati suasana taman yang dipenuhi oleh anak-anak kecil.


" Halo, Joanna. Aku ingin menghibur para pasienmu, tolong siapkan gitar disana! ". Aku melirik ke arah Harry yang mengakhiri sambungan teleponnya dan ia membawaku masuk lebih dalam ke dalam taman. Anak-anak memperhatikan kami dan aku tahu bahwa mereka adalah anak-anak yang sakit.



Harry mengajakku untuk duduk di bangku taman dan beberapa anak datang menghampiri kami.


" Hai, Harry. Sudah lama kau tak kemari ". Anak laki-laki berkepala plontos ini memeluk Harry dengan semangat sedangkan yang lainnya begitu terhibur melihat mereka berdua.


" Hei. Ah maafkan aku semuanya. Aku orang yang sibuk "



" Itu benar, anak-anak sekarang duduklah yang rapi karena Harry pahlawan kalian akan bernyanyi bersama kita semua ". Seorang wanita paruh baya membawa gitar dan memberikannya pada Harry. Ia lalu melihatku dan memperkenalkan dirinya.


" Senang bertemu denganmu, Joanna ". Ucapku lalu melihat anak-anak yang berkumpul dan duduk di atas rumput untuk menyaksikan Harry.


" Sebelum itu kalian harus berkenalan dengannya, dia Skylar. Ayo sapa dia! ". Seru Harry bersemangat dan aku terkejut dibuatnya. Anak-anak ini tersenyum padaku dan mereka mengatakan 'halo, Skylar' secara bersamaan. Aku pun membalasnya dengan senyuman lebar dan lambaian tangan untuk menghibur mereka.


" Apa dia pacarmu, Harry? "


" Sshhh, Natalie! Kau masih terlalu kecil untuk menanyakan hal itu! ". Ucapan Joanna disambut oleh gelak tawa yang riuh. Aku memperhatikan mereka semua. Mereka pucat dan nampak lelah. Ada juga yang menggunakan kursi roda. Tak terasa air mata menetes di ujung mataku.

Harry tersenyum padaku dan dia mulai memetik gitarnya. Aku melongo melihatnya mengeluarkan suara yang astaga. Dia punya suara emas. Awalnya kukira ia hanya akan memainkan gitar dan menyuruh anak-anak ini untuk bernyanyi nyatanya dialah yang menyumbangkan suaranya.

Kebahagiaanku tak terbendung di tempat ini. Tawa mereka adalah sumber kebahagiaan terbesar disini. Dan aku bersyukur dapat memiliki Harry yang memberiku tempat di kebahagiaan ini.

































Don't forget to vomments 😉

Love Between LustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang