"Aku merasa hampa," ucap Tara menikmati fajar yang terbit dengan cahaya begitu berani. Lord tertidur dengan lelap satu ranjang dengan Tara. Tara memperhatikan seluruh ruangan itu. Bangunan kuno yang baru pertama Tara lihat. "Aku sebenarnya di mana?" Tanya Tara. Sebenarnya semenjak bangun pertama kali. Tara sudah merasakan aura yang lain. Dia masih terus berfikir kenapa dirinya bisa masuk ke dalam bangunan megah ini. "Aduh siapa lagi Putri Ara," gumam Tara.
Cplaaasss
"Arrrggghhh"
Cplaassssshhh
Teriakan lagi, lebih tidak bertenaga dan mengerikan.
"Teriakan apa itu?" Tanya Tara, kemudian mengendap-ngendap keluar dari kamar untuk melihat sumber suara."ini istana?" Tanya Tara sembari berlari. Sepertinya suara itu semakin dekat dengan keberadaannya sekarang.
"Ampuni kami?" Teriak mereka.
"Ampuni kami, lebih baik bunuh kami!" Teriak mereka lagi.
"Aku juga ingin mati," gumam Tara.
Dari kejauhan Tara bisa melihat jelas, empat gadis di pecuti bahkan busananya sudah tidak wujud baju lagi. Compang camping dengan luka berdarah semakin banyak. Tara menarik salah satu tirai jendela yang cukup panjang. "Apakah penyiksaan masih ada di sini!" Teriak Tara membuat semua penjaga menatapnya. "Menjijikkan teman," ucap Tara.
"Tahan dia," teriak Adnan membuat Tara dengan cepat memukuli mereka hingga tergeletak pingsan. "Dasar pecundang," gumam Tara dengan santai.
"Kenapa kau menyiksa gadis yang sudah tidak berdaya. Apakah kata 'maafnya' tidak cukup untuk membuat kalian mengerti!" Teriak Tara.
Adnan dengan santai mendekat hendak mengajak Tara beradu kekuatan," pecundang tetaplah pecundang," gumam Tara menghindari Adnan untuk menyelimuti tubuh keempat gadis itu dengan tirai yang dia bawa. "Apakah kau pria? Seharusnya kau melindungi wanita bukan menyiksa. Mungkin kau tidak punya hati," gumam Tara dengan santai.
"Mau jadi pahlawan ya rupanya," ucap Adnan .
Bugg
Pukulan mendarat tepat di pipi Tara. Darah merembes pelan dari sudut bibirnya. Tara masih tersenyum, sepanjang perkelahian berlangsung tidak ada yang menyadari siapa Tara. Hingga fajarpun berubah menjadi matahari yang begitu hangat, Adnan sama terluka seperti Tara pertarungan imbang ini belum bisa di menangkan oleh pihak manapun baik Tara maupun Adnan.
"Adnan!" Teriakan yang menggema itu membuat Adnan segera berlari menemui Lord yang tampatk begitu kesal.
Tara tersenyum setidaknya, kali ini dia bisa mengobati ke empat gadis yang tidak berdaya itu. Pingsan atau bahkan mungkin sedang meregang nyawa. "Kita bertemu lagi," ucap Tara membaringkan satu persatu gadis itu lalu mengobatinya dengan beberapa daun obat yang Tara temukan di halaman luas itu.
"Setidaknya kau tidak kesakitan. Maaf aku tidak bisa mengobati kalian dengan layak," ucap Tara dengan menyesal.
"Itu dia! Serang!" Teriak segerombol prajurit dengan tombak dan anak panas. "Kalian akan aman di sini. Semoga kita bisa bertemu lagi," ucap Tara kemudian berlari menuju kamar di mana tadi dia terbangun. "Aku harus menghindari mereka. Sial kematianku yang tenang berubah menjadi kehidupanku yang mengenaskan," gumam Tara.
Cklekkk
Bruakk
"Selamat," ucap Tara setelah berhasil menutup pintunya dengan cepat.
"Hhhh... hhhh... hhh. Aku lepas dari buruan srigala lapar. Kastil apa ini?" Tanya Tara.
Setelah nafasnya kembali normal, Tara membalikkan tubuhnya, dan betapa terkejutnya Tara melihat Adnan dengan tajam menatapnya. Bukan hanya itu di sebelahnya ada seorang lagi yang duduk dengan tatapan lebih tajam di banding Adnan. "Mati... bahkan lebih baik dari kematian," guman Tara.
KAMU SEDANG MEMBACA
LORD DEMONS Completed✔️
Fantasy"Kau kembali" Dadap Davender "Siapa dirimu? Aku sama sekali tidak mengenalmu?" Tara Earlena