Chapter 7

632 33 0
                                    

Budayakan vote sebelum membaca dan komentar sesudah membaca:)

Sorry kalo ada tulisan yang typo:v

Happy reading:*

Chapter 7

Kau tak perlu cemas, sebab aku hanya menganggapnya teman. Satu yang perlu kau ketahui, aku takkan pernah merebut milik orang lain untuk bahagiaku sendiri. Aku tak semurah yang kau kira!!

***

Friska mulai bosan berada di kamar Ashfa. Sedari tadi baik Mita maupun Ashfa mengabaikannya, dan tidak menjawab satu pun pertanyaan yang Friska lontarkan. Mita terlalu bahagia bercanda tawa bersama Ashfa hingga lupa akan sahabatnya.

Ashfa belum sepenuhnya sembuh dari sakitnya. Meski Dokter sudah mengizinkannya untuk kembali ke rumah, dia tetap harus istirahat total dan juga menjaga pola makannya.

Mita yang berstatus sebagai pacarnya terlalu mencemaskan keadaan Ashfa. Karena kelas sembilan sudah dibebaskan dan hanya tinggal menunggu pengumuman kelulusan, setiap hari Mita mengajak Friska untuk menemaninya menjenguk Ashfa. Friska hanya mengiyakan permintaan Friska karena malas jika harus mendengarkan celotehan Mita yang tidak ada ujungnya. Lagi pula Friska juga bosan jika harus terus berdiam di rumah.

Suasana seperti ini membuat Friska merasa kehadirannya tidak dianggap. Dia beranjak keluar dari kamar Ashfa. Friska sama sekali tidak khawatir meninggalkan mereka berduaan di dalam kamar, karena Friska tahu, Ashfa bukan cowok brengsek yang akan mencuri kesempatan dalam kesempitan.

Satu-persatu Friska menuruni anak tangga. Tujuannya kali ini adalah ruang keluarga, dia ingin menonton kartun untuk menghilangkan kegabutannya. Seperti anak kecil memang, namun bagi Friska kartun tidak pernah membuatnya merasa bosan meski sudah berulang kali menontonnya.

Dia memutar tubuhnya saat melihat ada seorang cowok yang sedang menonton tayangan televisi dengan sangat serius. Langkahnya terhenti saat cowok itu memanggil namanya.

"Kenapa?" tanya Friska saat menatap cowok itu.

"Kok balik lagi?" Cowok itu balik bertanya.

Friska berjalan menghampir cowok berkulit putih yang masih duduk di sofa. "Pertanyaan lo itu sama aja kayak lo ngode biar gue duduk di deket lo." Friska tersenyum menyeringai.

Erlan tertawa geli dengan apa yang dikatakan oleh Friska. Cewek yang satu ini memiliki tingkat percaya diri yang tidak kalah tinggi darinya.

"Bilang aja lo emang mau duduk di sini nemenin gue," jawab Erlan dengan wajah menyebalkannya.

Friska berdecak kesal, Erlan memang tidak pernah mau mengalah jika beradu mulut dengan Friska.

"Lo baru pulang sekolah, Lan?" tanya Friska karena melihat Erlan masih mengenakan seragam sekolahnya.

"Seperti yang lo lihat," jawab Erlan menoleh ke Friska sekilas kemudian pandangannya kembali fokus pada televisi.

"Gak nengok Ashfa dulu?" tanya Friska lagi.

"Bosen," jawab Erlan singkat, pandangannya masih fokus pada layar televisi.

Friska hanya manggut-manggut, dia bingung ingin memulai pembicaraan apa lagi.

Erlan memutar tubuhnya beralih menatap Friska yang duduk di sebelahnya. "Mending juga ngelihatin lo, nggak ngebosenin," ucap Erlan.

"Lo sering main ke sini?" Friska bertanya lagi untuk mengalihkan pembicaraan, dia tidak suka mendengarkan kata-kata manis dari buaya seperti Erlan. Namun sepertinya percuma, pertanyaan Friska tidak direspon oleh Erlan.

Terdalam [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang