13. Tiga Belas

59 4 0
                                    

"Aniya. Semuanya sudah jelas ko. Aku bahagia kalau melihatmu bahagia." –Park Jimin

Fokus : Jimin, Bambam, Minah, Eunwoo

Minah menemani Solbin untuk kontrol rutin di rumah sakit. Dokter Eunwoo menyambut mereka dengan ramah. Dokter Eunwoo menyarankan berbagai hal sebagai dokter Solbin. Ia juga mendengarkan beberapa keluhan Solbin tentang keadaannya.

"Bin, kamu bakal dijemput Junhoe. Aku udah hubungi dia. Aku masih ada urusan dengan dokter Eunwoo. Ga papakan kalau sendiri?"

Solbin tersenyum, "Ga papa Min. Semangat ya." Minah heran.

"Semangat untuk?"

"Dokter Eunwoo." Bisik Solbin.

"Apaan sih."

"Cie udah makin deket aja. Pepet langsung Min."

"Apaan coba."

Solbin hanya terkekeh. Ia melambaikan tangan setelah melihat Junhoe. Minah juga melambai mengantar kepergian sahabatnya itu. Dokter Eunwoo menghampiri Minah.

"Yuk." Ajaknya, Minah mengangguk.

Minah dan Dokter Eunwoo janjian untuk makan siang bersama. Entahlah sekarang sudah menjadi kebiasaan mereka sepertinya untuk makan siang bersama. Dokter Eunwoo mengajaknya makan siang karena ia menemani Solbin pemeriksaan rutin. Kali ini Minah yang menyarankan restoran favoritnya. Restoran dekat tempat bekerja Minah. Biar sekalian Minah tidak terlalu jauh. Biarpun dokter Eunwoo dengan senang hati mengantarkan Minah tetap saja dia tak enak meminta diantar.

"Sushi di sini enak banget tahu." Kata Minah.

"Percaya deh kalau ini sarannya dari ibu Minah."

"Eh ko ibu Minah?"

"Kan kamu guru untuk anak-anak muridmu."

"Aa... berarti aku manggil kamu dokter Eunwoo dong. Kemaren aja minta di panggil Eunwoo."

"Eh ga jadi deh. Panggil Eunwoo aja. Aku panggil kamu Minah aja." Minah terkekeh dengan kelakuan Eunwoo yang kadang tidak sadar umur tapi terlihat imut memang.

...

Jimin bangun pagi-pagi untuk berpindah hotel ke Pattaya. Ia ingin menikmati Pattaya juga. Setelah check in Jimin segera menuju Sung Nong Nooch yang tak jauh dari lokasinya menginap. Tempat ini memang diakui sebagai salah satu taman terindah di dunia.

Jimin mulai memotret sekitarnya. Selain memiliki usaha kafe Jimin juga rajin mereview tempat-tempat liburan. Mumpung di Thailand mending sekalian saja. Ia mengarahkan kameranya lagi. Ia terhenti. Bukan karena pemadangannya tak bagus namun ada sesosok yang ia kenali. Bambam ada di depannya.

Jimin menurunkan kameranya. Hatinya teriris. Luka hatinya sepertinya bertambah. Ia memang seharusnya bahagia melihat Bambam namun apa yang ada di hadapannya bukanlah apa yang ia bayangkan. Bambam tersenyum senang sambil berselfie ria dengan seorang perempuan dan 'anak kecil'.

Bambam masih belum menyadari kehadiran Jimin. Jimin memilih untuk bersembunyi sambil mengikuti ketiganya. Ia juga sempat memfoto mereka.

Lisa terlihat mengambil anaknya dari Bambam, "Sepertinya dia haus. Dimana ya tempat buat menyusui?" Tanya Lisa dengan Bahasa Thailand.

Jimin dapat mengerti itu karena ia pernah tinggal di Thailand selama beberapa tahun sebelum akhirnya memutuskan kembali ke kampung halamannya memboyong Bambam.

"Apa mau di mobil? Nanti biar sekalian balik." Tawar Bambam.

"Yaah. Kan kita belum liat banyak tempat. Kamu ambil strollernya aja. Biar kalo udah bobo ditaruh di sana aja. Udah lamakan kita ga quality time gini semenjak dia lahir." Kata Lisa.

Benang Merah (97 Line Story) | ✔Where stories live. Discover now