(Kris - Jessica) Roses...

5 0 0
                                    

"Arigatou~~"

Suara merdu dua wisatawan Jepang itu mengakhiri kedamaian yang kurasakan disini. Toko bungaku sekaligus rumah keduaku ini ini baru saja dikunjungi beberapa orang,termasuk dua wisatawan Jepang itu. Mereka membeli seikat bunga Krisan. Sepertinya mereka berniat untuk melakukan ziarah. Entahlah,namun yang pasti aku cukup senang bisa menyanggupi permintaan mereka akan bunga.

Krrriiinnggg...suara furin yang sengaja kupasang dibagian pintu itu berdenting,menandakan seseorang yang masuk ataupun keluar. Namun suara dentingan yang kudengar itu menandakan seseorang yang baru saja masuk. Lantas mataku menatap tepat kepintu,yang ternyata disana terlihat sesosok namja bertubuh jangkung dengan gaya yang... Eum.., agak berlebihan jika dia hanya seorang yang sama dengan pembeli yang lain.

Namja bersurai blonde,bertubuh jangkung dan iris bak sebuah rubi itu menghampiriku. Mendatangi meja kasir,tempat dimana aku berdiri sekarang. Menatapku dengan iris rubinya itu.

"Maaf... Bisakah kau buatkan rangkaian mawar merah untukku?"

Aneh,biasanya para pembeli yang datang ke tokoku ini, hanya akan memesan bunga dengan warna yang lebih lembut. Tapi pembeli yang ini mengapa dia...justru membeli mawar merah?

Sudahlah,aku tak perlu banyak bertanya. Yang penting aku segera membuatkan pesanannya saja.

.

.

.

Aku meninggalkannya selama 5 menit. Tampak dia menduduki sebuah bangku yang memang kusediakan disudut ruangan. Namja itu kini mengenakan sebuah mantel hitam,membuatnya terlihat begitu misterius dan elegan.

Tunggu... Apa aku sedang memperhatikannya?

Ayolah Jess... Pemilik iris rubi itu pasti takkan menyukai perbuatanmu. Satu hal yang kutekankan pada diri sendiri ketika menyadari jika tatapanku cukup lama terarah kepada sosok ituDan kupikir dia itu pasti hidup di negara belahan barat sana,yang di mana mereka menganggap yang kulakukan itu termasuk dalam perbuatan yang mengganggu.

Kring kring

Kubunyikan bel yang sengaja aku letakkan dimeja kasir itu, lantas membuat si iris rubi itu tersadar dan segera menghampiriku. Diambilnya beberapa lembar won dan kemudian diambilnya rangkaian mawar merah itu.

"Gamsahamnida, aggashi"

Ucapan terima kasih yang kudengar darinya bagai angin segar yang berembus. Kurasakan desir dalam aliran darahku. Bahkan ketika dia telah menghilang di balik pintu,masih saja sosok itu membekas dibenakku.

Siapa dia? Siapa si iris rubi itu?

***

Malam ini, seperti malam malam sebelumnya dimana tubuhku yang letih sepertinya tahu ini saat tepat untuk mengistirahatkannya. Segera kurebahkan diri di kasur empuk, yang pada sekelilingnya kelambu mengitarinya. Motif kelambu ini gak ketinggalan zaman-salah satu kawan yang pernah berkunjung mengatakan itu, tetapi motif ketinggalan zaman dari kelambu itu terabaikan sebab manfaat yang kurasakan dengan adanya kelambu ini lebih besar, terutama bagi kenyamanan tidurku.

Kriiinnggg

Furin terdengar berdenting. Aneh,apakah ada pelanggan? Tapi pintu sudah kututup rapat satu jam yang lalu...

Dan aneh...sekilas tubuhku bergetar. Perasaan apa ini?

Bergegas aku menuruni beberapa anak tangga,menuju lantai bawah. Dan apa yang terlihat olehku membuatku membelalak.

Pintu yang membuka

Angin yang berhembus

Dan... Seikat mawar merah

Aku mendekati bunga yang tergeletak di lantai kayu itu. Bunga mawar merah yang membentuk rangkaian itu terhiasi oleh cairan merah kental. Berbau anyir.

Apa aku mengenali si pemberi mawar merah ini?

*

Kejadian semalam masih menyisahkan tanya dibenakku. Siapa si pemberi mawar itu? Mungkinkah...

Kkrriiinnggg

Lagi,si mata rubi itu datang. Membuyarkan lamunanku dan kembali memesan rangkaian bunga mawar merah, seperti kemarin.

"Gamsahamnida, aggashi"

Ucapan yang tidak pernah berubah. Selalu kata itu yang dia ucapkan begitu dia pergi meninggalkan toko ini. Dan sama seperti malam yang kemarin pula,aku menerima pemberian rangkaian mawar merah dengan hiasan liquid merah segar. Kembali pertanyaan berkelabat dibenakku. Siapa sebenarnya pengirimnya. Aku ingin menanyakannya,namun aku tidak bisa. Takkan ada yang bisa mendengarku,takkan ada yang mengerti bahasa'ku'.

.

.

.

Dan dihari hari berikutnya,semua bagai deja vu. Berulang dan serupa. Disiang hari dia datang membeli rangkaian mawar merah, dan malamnya aku mendapat rangkaian mawar merah. Apa mungkin... Pemberinya si iris rubi itu?

'Apa kau... Yang memberiku ini?'

Namun deja vu itu berakhir,ketika akhirnya desir angin menerbangkan kelopak demi kelopak mawar dalam genggamanku. Bau anyir semakin jelas tercium dimalam ketiga puluh-terhitung saat pertama aku menerima rangkaian bunga mawar berdarah. Di ambang pintu yang menganga,dibawah mandian cahaya sendu sang rembulan kulihat dia. Si iris rubi dengan setelan jas hitamnya. Dia tersenyum seraya menggenggam rangkaian bunga mawar merah yang tadi siang dibelinya

"Annyeonghaseyo..."Sapanya "aku harap dirimu tidak terkejut dengan kehadiranku disini"

Lantas setelah menyapaku,namja itu mendekat hingga bisa kulihat iris rubinya yang makin kentara merahnya.

"Ini malam terakhir... Dan kupastikan esok hari kau takkan menjumpaiku lagi. Tidak disini atau tidak dimanapun" ujarnya lirih "begitupun dengan mawar merah itu"sambungnya

Si mata rubi itu seolah olah tengah mengucapkan kata kata perpisahan. Butuh beberapa saat untukku bisa menafsirkannya. Dan ketika aku mengerti bahwa itu memanglah benar seperti yang kupikirkan-apa yang dia ucapkan merupakan kata kata perpisahan,aku justru tak bisa menghentikannya.

Dimalam itu... Dia menghilang bersama kelelawar yang beterbangan diatas sana

.

.

.

Dia menepati ucapannya...

Walau aku menungguinya disini

Walau aku mencarinya dengan mata ini

Walau aku mengelilingi dunia yang amat luas ini

Aku tetap tidak menemukannya...

KumCer Akiphylia (Kumpulan Cerpen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang