(Seohyun - Luhan) Cerita Lainnya Pada Pemilu Tahun 2019

20 0 0
                                    

Catatan : bahasa no baku dan anggaplah kedua tokoh utama dalam FF ini sebagai bagian dari negara +62 demi kenyamanan bersama ^^


Libur Nasional

Sebagai warga negara yang mengaku update, Luhan telah menandai tanggal pada hari ini agar tidak lupa untuk menggunakan haknya. Hak untuk mendapatkan jatah libur dari kantor dan tentu saja hak menyambangi undangan perangkat kelurahan setempat bagi warga negara yang telah sah dimata hukum yang berlaku untuk memilih calon pemimpin serta legislatif negara.

Namun sayang beribu sayang, Luhan merasa dirinya bukan jenis orang yang selalu bisa mempergunakan hak-hak dalam hidupnya secara bersamaan. Seseorang pernah menanyakan hal tersebut dan entah dengan logika macam apa sehingga kemudian si penanya menyimpulkan jika perilaku Luhan adalah tipikal yang tidak rakus serta sadar dengan kewajiban dan bukan sekedar haknya. Mari sama sama kita maafkan orang seperti ini dalam hidup berbangsa dan bernegara.

Lanjut...

"Luhan...Kami duluan menuju tempat pemilihan yah? ... jangan lupa matikan listrik saat menyusul yah biar hemat"

Seperti itulah kalimat yang masih tertangkap telinga Luhan ketika suara ibunya yang akan menuju TPS itu terdengar dari balik pintu kamarnya. Pemuda itu merasa enggan untuk beranjak dari tempat tidur, sebab sejak semalam ketika direktur perusahaan dengan misi yang-entah-baik memberi perintah agar menyelesaikan pekerjaan dengan dalih menstabilkan kesejahteraan beban kerja karyawan selama seminggu ke depan sehari sebelum libur nasional ini yang justru berdampak pada salah satu karyawannya dengan hak pilih yang mungkin setara persediaan beras selama tiga bulan berikutnya. Lihat, bagaimana negara +62 memandang hak suara warganya sebegitu pentingnya.

Namun sekali lagi, Luhan hanyalah manusia biasa dengan banyak keterbatasan terutama dalam hal menahan kantuknya. Pemuda ini bersiap untuk kembali mengunjungi alam mimpinya jika ponselnya tidak berdering.

Dengan meraba-raba ponsel tersebut berhasil di temukan. Rupanya benda yang memunculkan foto wajah seseorang yang di namainya Si Alarm Tersayang itu tertutupi bantal yang ikut jatuh. "Halo?" Ujar Luhan

"..."

"Boleh saja, tapi bukankah kita berdua memilih di TPS berbeda?"

"..."

"Tentu saja tidak boleh,Seohyun. Panitia TPSnya pasti akan memisahkan kita berdua"

"..."

"Kau saja yang memilih,yah? Akan lebih baik jika aku melanjutkan tidurku daripada menyesali pilihan yang ku ambil dengan kondisi mengantuk."

"..."

"Apa? Seohyun? Aku tidak bisa mendengarmu..."

BRAK!

Luhan terlonjak ketika mendapati pintu kamarnya terbuka lebar dan seseorang dengan berkacak pinggang terlihat berdiri di sana. "W-Waeyo...eh maksudnya ini ada apa?!"

Apakah Luhan baru saja di ciduq?

.

.

.

Seohyun bukan jenis warga negara yang selalu bisa menaati aturan dalam negara. Terkadang dirinya pun seperti kebanyakan ciptaan Tuhan yang merasa tidak dalam kondisi mampu menjalankan fungsinya sebagai manusia dan warga negara yang baik secara bersama-sama. Seohyun pernah menjadi manusia yang memenuhi kebutuhannya akan rasa aman*dari keterlambatan menuju kantor namun tidak menjalankan fungsinya sebagai warga negara yang berkendara dengan aman menggunakan helm sesuai standar. Atau di lain cerita, gadis ini menaati aturan berlalu lintas yang aman dengan tidak menelpon selama berkendara namun berat karena harus abai dengan telpon bossnya yang berujung dirinya harus di marahi nyaris sepanjang jam makan siang.

Contoh lainnya tidak akan di publikasikan dengan dalih panjang durasi xD

Demikian hingga saat ini, Seohyun masih kesulitan untuk menjalankan kedua hal tersebut secara bersamaan. Namun demikian, Seohyun bertekad untuk hari ini dirinya akan mencoba melawan pemikirannya sendiri dengan cara menyelamatkan satu orang yang berpotensi mengabaikan hak suaranya yang berharga dalam kegiatan yang dilaksanakan tiap lima tahun sekali ini. Tidak boleh di biarkan begitu saja.

Maka, dengan tekad sekeras cokelat batangan beku, Seohyun memberanikan diri mengendarai sepeda motor milik tetangganya dan bergerak menuju kediaman yang bahkan dirinya hapal tempat sang pemilik rumah meletakkan piring dan sendoknya itu.

"Dimana? Kau tidak mau ikut denganku ke TPS?"

"..."

"Kita memilih di TPS yang sama saja,biar gampang"

"..."

"Kau dimana? Masih dirumah? Tidak mau memilih?"

"..."

"Aku akan menyelamatkanmu dari perilaku tidak terpuji. Tunggu saja!"

*

Dan begitulah cerita singkatnya bagaimana dua orang ini kini berada di depan TPS. Kali ini Seohyun mengalah dengan terlebih dahulu mengantarkan Luhan ke TPS yang memiliki namanya sebagai partisipan pemilih. Bagaimana gadis itu mengetahuinya? Katakanlah bahwa seperti itu kekuatan cinta Seohyun yang baru saja mendapatkan informasi alamat TPS ini dari wanita yang telah membesarkan kekasihnya itu. Meskipun sedikit banyak mengejutkan orang-orang dengan aksi kebut motornya, Seohyun masih tenggelam dalam kepuasan (baca : rasa sombongnya) karena telah berhasil menyelamatkan satu lagi suara untuk calon pemimpin dan legaslatif.

Sembari menunggui pemuda yang rupanya juga kekasihnya itu, Seohyun di persilahkan duduk oleh salah satu staf TPS yang baik hati yang rupanya juga orang yang semasa sekolah menengah atas adalah teman baik Luhan. Gadis itu bahkan di suguhi kue sebelum kemudian Luhan keluar melewati bagian belakang dari tempat kotak suara di jajarkan.

"Seohyun,ayo"

Tanpa menunggu lebih lama lagi,Seohyun bersama Luhan pergi bersama menuju TPS. Kali ini giliran Seohyun yang di bonceng. Keduanya melaju di atas jalanan yang rupanya cukup ramai sehingga beberapa kali keduanya harus mengurangi laju motor agar tidak berurusan dengan pengguna jalan. Yah, walaupun alasan utama Luhan mengurangi laju motor tidak lain karena cubitan atau tepukan agak keras Seohyun pada bahunya jika dirinya sampai melewati TPS. Mungkinkah kekasihnya ini telah terpengaruh dengan tontonan yang membangkitkan jiwa warga negara yang peduli dengan adu suara calon pemimpin. Padahal sepengetahuan pemuda tersebut bahwa tontonannya adalah anime basket yang seingatnya pernah menjadi ide utama untuk cerita fiksi yang di tulis oleh seseorang yang entah siapa yang Luhan merasa tulisan itu masih butuh pelatihan lebih dalam. xD

Merasa takut dengan tingkah laku kekasihnya, Luhan memulai obrolan "Hey, mengapa selalu melihat ke TPS?"

"Gak tau juga. Senang aja hari ini lihat warga negara menggunakan hak pilihnya"

"Kenapa aku jadi merasa lagi jadi pemandu untuk anggota pengawas pemilu yah?" Luhan terkekeh dan sukses mendapat tepukan agak keras (lagi) dari sang kekasih

"Karena kasihan kalau banyak warga negara kalau punya niatan seperti kamu, tahu!"

"Seperti aku?"

Seohyun mengangguk "Coba kalau aku tidak ke rumah kamu, pasti ada satu lagi suara akan hilang"

"Tapi kan itu suara hakku? Jadi tidak ku gunakan pun rasanya tidak ada ruginya,Seohyun"

"Nah justru karena haknya berada di tanganmu,bukankah lebih baik jika di gunakan pada sesuatu kesempatan yang tepat? Agar hakmu juga tidak di salah gunakan dan jadi sia-sia bukan?"

Pertanyaan kekasihnya itu membuat luhan tergugu.Laju motor menjadi lebih melambat sehingga untuk keberkian kalinya pinggang danbahunya harus merasakan nyeri karena Seohyun yang ngotot meminta Luhan menambah laju motor.

KumCer Akiphylia (Kumpulan Cerpen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang