Dera sampai di rumahnya pada pukul 20.00 dan langsung masuk ke dalam bilik kamarnya, selesai dengan acara berganti pakaian dan membersihkan diri beberapa menit dalam kamarnya, kini Dera mulai berkutat dengan beberapa buku pelajarannya membuka buku paket bersampul orange dan dipadukan dengan warna putih yang bertuliskan Pendidikan Kewarganegaraan. Ia membuka buku tulisnya mencatat beberapa paragraf mengenai Globalisasi, dengan telaten Dera menuliskan materinya, hingga tertulis beberapa lembar pada buku tulisnya.
Setelahnya Dera menutup buku catatannya, merapikan meja belajarnya, dan menata beberapa buku pelajarannya sesuai dengan jadwal kelasnya besok.
Dera kembali melangkah kearah ranjangnya, membaringkan tubuhnya yang lelah di atas sana dengan selimut yang sebelumnya ia tarik, hingga sebatas leher. Di tatapnya langit-langit kamarnya dengan saksama, menikmati perpaduan warna putih yang kontras dengan bayangan lampu kamarnya. Samar-samar Dera menyunggingkan senyumnya, tersenyum melihat bagaimana hari ini begitu membuatnya bahagia hanya dengan hal sederhana, senang dengan tingkah laku yang terkesan biasa saja, namun nampak nyata dan istimewa.
Ia meraih ponselnya yang berada diatas nakas samping tempat tidurnya, menscroll aplikasi dan membuka galerinya, menampakkan beberapa fotonya dengan Axel yang tadi diambilnya ketika mereka berada di pasar malam. Sungguh, jika ia ditanya mengenai satu hari yang sangat menyenangkan baginya, maka dengan cekatan ia akan menjawab hari ini. Bahwa hari ini adalah satu hari dimana kebahagiaan dan canda tawa itu terdengar begitu nyata memenuhi indra pendengerannya sampai-sampai ia merasa bahwa hari ini memanglah harinya dengan Axel.
Dera kembali menaruh ponselnya diatas nakas, setelah ia rasa matanya sudah sangat tidak tahan untuk sekedar memerhatikan sekelilingnya, hingga beberapa saat telah terdengar napas yang berangsur teratur menandakan si empunya sudah tertidur dengan pulas.
Pukul 02.12 Dera menggeliat di atas tempat tidurnya kala ia mendengarkan suara yang samar-samar tengah mendebatkan sesuatu. Dengan kesadaran yang setengah, ia menyibakkan selimutnya, lalu berjalan gontai untuk keluar kamarnya, memastikan suara apakah yang tengah ribut di pagi buta seperti ini, hingga membangunnya dari tidur. Di putarnya knop pintu kamarnya, lalu melangkah ke arah tangga. Suara-suara yang awalnya terdengar samar kini semakin jelas masuk ke dalam indra pendengeran Dera dan pada awalnya Dera yang masih setengah menutup mata langsung membuka matanya kala sebuah kalimat terdengar dengan jelas masuk ke dalam telinganya.
"Papa gak mau tau kamu harus segera bertunangan dengan Axel, setelah kalian lulus dari sekolah!"
Deg!
Tanpa sadar Dera telah menumpukan tubuhnya pada pembatas yang berada di depan kamarnya dengan hati yang seolah diremas secara kuat, mata yang seakan ditaburi dengan bubuk cabai pedas. Dera langsung meluruhkan tubuhnya ke lantai kala mendengar suara Papanya yang sangat ia kenali. Ia memaksa dirinya untuk tidak percaya pada hal hal yang ia tidak tau sendiri buktinya, namun entah mengapa satu kalimat panjang yang baru saja terlontar seakan memukul keras dan menghancurkan kepercayaannya. Sekuat tenaga Dera bangkit dan kembali ke dalam kamarnya mengusir pikiran-pikiran buruk mengenai hal yang ia tidak tau kebenarannya.
"Nanti aku bakal cari tau aja!" ucapnya seraya meyakinkan dirinya bahwa hal yang di dengarnya hanya sebatas ilusi, karena pikirannya yang telah diracuni oleh teman-temannya mengenai Dara yang menyukai Axel.
Adera dan Adara~
Seperti biasa Dera berangkat sekolah dengan Axel yang menjemputnya di rumah pada pukul 06.00 tepat, kini Dera telah bersiap di meja makan dan kembali membawa bekal dengan beberapa lauk pauk yang akan dimakannya bersama teman-temannya.
"Der, nanti pas di sekolah ke kantin bareng ya, aku jemput." Dara menoleh ke arah Dera dengan satu kalimat yang hanya di balas dengan kening berkerut Dera, lalu menganggukan kepalanya tanpa menunggu lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adera dan Adara
Teen FictionMulanya semua berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan Dera, namun lambat laun perihal sebab karena cinta perlahan datang dan mulai menghantuinya. Perlahan namun pasti orang-orang disekitarnya seakan pergi tanpa ia sadari, hingga suatu waktu ia be...