19. Bersama Keluarga?

21 6 8
                                    

Dara masuk ke dalam rumahnya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, lalu berjalan ke arah ruang tamu yang sudah ada Papa, Bunda, dan adik kembarnya–Dera tengah duduk di sofa. Gadis itu tersenyum, lalu menyalami Tania dan Zanial. Setelahnya ia mendudukan dirinya tepat di samping Dera.

"Dari mana kamu, Dara?" tanya Zainal yang kini mencondongkan badannya untuk melihat Dara yang berada di sisi kirinya.

"Ke rumah Laili, Pa habis itu jalan sama Axel," jawab Dara dengan menunjukkan wajahnya yang congkak, seolah ia ingin Dera tau bahwa kini  Axel akan lebih sering bersamanya dibanding dengan Dera.

Tak sampai disitu, Dara sengaja menolehkan kepalanya untuk melihat Dera yang mungkin saja akan terlihat cemburu atau setidaknya marah dengan mata merah dan tangan terkepal. Namun saat Dara menoleh ke sisi kanannya yang terlihat hanya wajah tenang Dera dengan mata yang terfokus pada layar televisi di depannya dan hal itu tidak luput dari gerak gerik mata Tania yang terus memerhatikan kedua putrinya. Ia tau, bahkan sangat memahami apa yang menjadi maksud dari penjelasan Dara barusan mengenai Axel dan perginya gadis itu tadi.

Tania tidak tau pasti apa Dera hanya berpura-pura atau memang mencoba untuk tidak peduli, hingga kini Dera sendiri bahkan tidak menolehkan kepalanya sejak terakhir kali Dara datang dan duduk tepat di sampingnya.

"Kemana aja tadi sama Axel?" Kembali Zainal seolah bertanya.

Sekali lagi, Tania tau maksud dari nada suaranya dan bahkan tatapan mata suaminya yang terus melirik ke arah Dera. Apakah anak sulung dan suaminya itu tengah mencoba untuk memanas-manasi Dera? Dengan gelengan kepala yang cukup kuat, namun terlihat samar Tania memberikan kode pada suami dan anak sulungnya agar tidak melanjutkan pembicaraan mengenai Axel yang akan membuat hati Dera semakin terpojok.

"Gak kemana-mana, Pa cuman jalan ke taman aja habis itu makan sebentar baru pulang."

Masih dengan sikap tenang dan tatapan mata yang terus tertuju ke depan, Dera mendengarkan setiap percakapan yang dilontarkan oleh saudari kembar dan juga Papanya. Hatinya bergemuruh hebat kala mendengar penjelasan Dara, namun akalnya masih mampu berpikir secara rasional bahwa ia percaya, jika kakak dan juga kekasihnya tidak akan menghianati dirinya.

"Selama di jalan, taman atau tempat makan kalian ngomongin apa?"

Pertanyaan-pertanyaan yang menurut sebagian orang yang mendengarkan pasti itu sangat tidak penting, namun berbeda dengan Zainal yang kini mulai menyunggingkan senyum seolah ia tengah menguji Dera.

"Gak ada, Pa, tapi lebih banyak ngomongin soal aku sama dia aja, terus katanya dia besok mau jemput aku."

Dera mencoba terus untuk mengabaikan setiap kalimat yang terlontar dari mulut Dara, ia mencoba untuk tidak peduli pada sesuatu yang ia tidak lihat sendiri buktinya bahkan ia tidak percaya dengan omong kosong yang Dara ucapan beberapa saat lalu.

Sedangkan Tania hanya menghela napas sedikit khawatir pada Dera yang nantinya akan berpikiran macam-macam terhadap saudarinya sendiri.

"Kalo gitu besok Papa sama Dera aja ya? Kamu sama Axel?" tanya Zainal sekali lagi.

"Iya, Pa."

Zainal melirikkan matanya ke sisi kanan Dara dengan dagu terangkat dan senyum tersungging diatas bibirnya. Zainal menilik raut wajah Dera bahkan pada bagian-bagian yang biasa diperhatikan oleh orang-orang seperti rahang gadis itu dan juga jemari tangannya yang kini bertengger manis di atas pahanya tanpa sebuah genggaman erat dan tanpa rahang yang mengeras. Lagi, Zainal terus memandang wajah milik Dera yang nampak terlihat manis itu yang kini masih dan masih melihat acara berita di tv dengan ekspresi wajah yang sangat tenang.

Adera dan AdaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang