5. Pout

27 11 12
                                    

Jam pelajaran terakhir telah usai, semua murid XII IPA-1 bergegas memasukan barang-barangnya ke dalam tas dan segera keluar meninggalkan kelas menuju rumahnya masing-masing. Dera sendiri kini mulai memasukkan buku-bukunya dan beberapa alat tulis lainnya, ia mengambil sebuah buku tebal yang tadi di taruhnya di bawah kolong meja.

"Aku ke loker dulu ya, kalian duluan aja," katanya seraya mengangkat buku tebalnya ke arah Raevy dan Lalis.

"Duluan ya, Der. Assalamualaikum." Raevy berpamitan pada Dera, lalu meraih pergelangan tangan Lalis untuk mengajaknya segera pergi.

"Uhm! Waalaikumsalam."

Dera berjalan keluar kelasnya menuju loker untuk menaruh buka paket SBM yang berisi soal-soal ujian nasional nanti. Sebelum sampai di lokernya ia sempat mengirim pesan pada Axel untuk menunggunya di parkiran selagi dirinya menaruh buku.

Lorong-lorong kelas maupun koridor telah sepi dengan siswa siswi, hanya terlihat beberapa murid yang mengarah ke arah loker mereka sebelum pulang dan beberapa anak OSIS yang mungkin tengah mengadakan rapat bersama. Dera melangkah menuju loker dengan pintu persegi yang bertuliskan nomor 29, memasukan kuncinya ke dalam lubang, lalu membukanya. Di lihatnya beberapa sobekan kertas dengan gulungan yang sedikit berantakan terdapat dalam lokernya, diambilnya satu-satu, lalu membacanya.

Tulisan yang terdapat dalam kertas tersebut sama dengan tulisan-tulisan yang ia temukan dalam kertas lusuh yang di lemparkan ke arahnya saat tadi pagi dan di kantin. Salah satu isi kertas tersebut menarik perhatiannya, sederet kalimat yang mungkin menggelitik perut Dera saat itu juga.

Kak, coba noleh deh ada pangeran di belakang kakak

Tanpa menunggu semakin lama Dera langsung menolehkan kepalanya dan mendapati seorang laki-laki berseragam dengan tag kelas XI berdiri beberapa meter dan menatap ke arahnya, laki-laki itu berdiri dengan tas ransel yang bertengger manis di belakang punggungnya, seragam lengkap dan rapi, namun hanya menyisakan seragam atasan putih yang tidak di masukkan dalam celananya.

Laki-laki itu hanya tersenyum, lalu menganggukan kepalanya ke arah Dera. Dera balas tersenyum, lalu memutar kembali kepalanya mengarah ke arah loker, menggeleng heran dengan tingkah adik kelasnya, dan setelahnya ia menutup kembali pintu lokernya. Berjalan meninggalkan loker menuju parkiran.

"Uhm, Dera bukan?" Sebuah suara menginterupsi langkahnya saat baru beberapa langkah menjauhi loker.

Dera menoleh dan lagi mendapati laki-laki yang tadi mengikutinya berada tepat beberapa meter di belakangnya.
"Iya, ada yang bisa saya bantu?" tanyanya dengan nada sedikit bingung.

Laki-laki itu hanya tersenyum, menunjukkan lesung pipinya, lalu menjawab, "boleh gue minta nomor lo?" tanyanya to the point.

Dera menaikkan satu alisnya bingung dengan apa yang di maksud oleh adik kelas yang berada di depannya saat ini.
"Untuk apa?"

"Buat kontakan sama lo lah," jawabnya sedikit ketus.

Dera semakin dibuat bingung oleh laki-laki yang kini berada di hadapannya, setelah membututinya hingga sampai ke loker, lalu memberinya surat-surat yang tidak tau apa maksudnya, lalu mengikutinya hanya untuk meminta nomor teleponnya, dan terakhir ia seakan-akan bersikap tidak peduli bahwa Dera adalah kakak kelasnya, bahkan ucapannya barusan sedikit ketus untuk ukuran adik kelas yang tidak di kenal olehnya.

"Nomor lo mana?" Pertanyaan tersebut membuyarkan lamunan Dera mengenai adik kelas yang saat ini melambai-lambaikan tangannya di depan wajahnya.

"Kamu ngapain minta nomor saya pake buat kontakan segala?"

"Ya gue pengen lebih dekat sama lo."

"Saya gak punya nomor telepon, permisi." Setelah itu Dera berjalan cepat menjauhi adik kelasnya.

Adera dan AdaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang