28. Try

17 4 1
                                    

Fauzan bersama dengan Raga dan Galang kini tengah berada di warung belakang sekolah, karena murid-murid kelas 12 yang tengah melaksanakan ujian sekolah mereka memutuskan untuk bertapa seperti biasa di belakang sekolah, mengurangi sedikit penat akan tugas-tugas sekolah yang menumpuk, karena sebentar lagi akan diadakan ujian akhir kenaikan kelas.

Meskipun sekolah tidak meliburkan siswa siswi kelas 10 dan 11, karena pengawas ujian sekolah telah dibagi dengan guru guru yang akan mengajar murid kelas 10 juga 11. Namun karena Fauzan dan dua sejoli yang memang tidak mau menuruti peraturan sekolah alhasil mereka memutuskan untuk tidak masuk sekolah saja. Bagi mereka ketika kakak kelas tingkat akhir tengah menjalani ujian maka saat itulah adik-adik kelasnya menikmati liburan sebelum keadaan menjadi berbalik.

"Kabar lo sama kakak kelas itu gimana, Jan?" tanya Raga membuka percakapan.

"Selangkah lebih maju."

"Sok banget lo, kalah saing lo sama Axel gak ada apa apanya," kata Galang menimpali.

"Justru dia yang kalah saing sama gue orang dia lagi sibuk sama lain."

"Hah? Maksud lo?" tanya Raga dan Galang bersamaan.

"Pengen tau aja sih lo berdua, tapi ya gue ngerasa kayak kenal Dera sebelumnya deh," ucap Fauzan mulai bercerita.

"Kenal dimana?"

"Gak tau juga pastinya, soalnya dulu gue pernah kenal anak kecil gitu, sudah lama sih zaman gue masih di rumah yang lama. Lo pada ingat kan rumah lama gue?"

Keduanya hanya mengangguk dan ikut berpikir, karena sejak dulu ketiganya memang duduk di bangku sekolah dasar bersama-sama, meskipun jarak rumah mereka yang tidak begitu dekat, mereka tetap bermain bersama, hingga satu sekolah bersama.

"Lo ingat kita pernah main sama cewek gak sih pas SD dulu?" tanya Fauzan.

"Sekarang sudah SMA kita lah bolot gimana mau ingat," jawab Raga dengan menoyor kepala belakang Fauzan.

"Iya juga iya."

"Tapi kayaknya gue ingat deh!" Kini Galang mulai menggaruk-garuk kepalanya dengan alis yang bertaut, karena berpikir akan sesuatu hal.

Sedangkan Fauzan dan Raga mulai mendekatkan wajah mereka kearah Galang untuk mendengarkan apa yang akan laki-laki itu sebutkan, hingga beberapa menit berpikir Galang masih serius dengan mimik wajahnya yang terlihat begitu tegang di ikuti dengan Raga dan Fauzan yang ikut menautkan kedua alisnya.

"Gimana, Ga?" tanya Fauzan dengan semakin mendekatkan wajahnya.

"Nahh! Gue juga lupa sih gimana."

"Mati lo sana, Ga mati!" Seru Fauzan dan Raga bersamaan seraya memukul-mukul Galang dengan sedikit kencang.

"Sakit bego sakit! Tadinya gue ingat, lo sih pada maju-maju gue grogi dong seketika pikiran gue langsung buyar semua gimana tuh tadi gue mendeskripsikan wajahnya," jelas Galang membela diri sendiri.

"Gaya lo mendeskripsikan pelajaran Bahasa Indonesia aja lo cabut." Raga yang masih menyahuti ucapan-ucapan Galang, kini mulai memfokuskan tatapannya pada Fauzan yang berada tepat di samping kanannya, lalu menyenggol lengan kanan milik Galang agar ia juga ikut memerhatikan Fauzan.

"Kenapa, Jan?" tanya Galang.

"Kayaknya gue ingat deh."

Adera dan Adara~

-12 Tahun yang lalu

Seorang gadis kecil tengah berlarian diteras rumahnya, suara tawanya yang renyah terdengar begitu nyaring, hingga di sebrang rumah yang berhadapan dengan rumah gadis itu. Sesekali ia melompat-lompat untuk menghindari tangan kakeknya yang ingin menangkap kakinya. Dengan tangan yang merangkul erat boneka minion miliknya.

"Hayooo! Kakek tangkapp, rawrr!" Sang kakek terus berlari untuk menangkap cucunya dengan sesekali menggelitikinya, jika gadis itu telah tertangkap.

"Aduh, kek Tara sudahh capek jangan di gelitikin teruss," katanya seraya memanyunkan bibirnya.

Diangkatnya gadis itu, lalu di dudukan diatas pangkuannya.
"Mau minum dulu?" tanya sang kakek.

Ia hanya mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan sang kakek, setelahnya kakek menurunkannya dari pangkuan dan beranjak masuk untuk mengambil minum. Di teras, ia sendirian memainkan bonekanya sembari menunggu sang kakek.
Tak lama dari itu terlihat seorang bocah laki-laki menghampirinya di depan gerbang dengan melambai-lambaikan tangannya seolah memanggil seseorang yang berada di dalam rumah tersebut.

Gadis kecil itu berdiri, lalu berlari untuk menghampirinya.
"Ada apa?" tanyanya.

"Nama kamu siapa?"

"Namaku Tara, kalo kamu siapa?"

"Namaku Ojan."

Tara hanya menganggukan kepalanya setelah Ojan menyebutkan namanya. Dan tak lama suara panggilan dari belakang membuat keduanya menoleh.
"Tara, ayo masuk ini minumnya, nak!"

"Iya, Kek."

"Ajak temanmu juga."

Akhirnya Tara membukakan gerbang untuk Ojan, lalu menggandeng tangannya dan menuntunnya untuk masuk dan ikut bermain di teras rumahnya bersama kakek.

"Ojan ya? Yang tinggal dirumah depan?"

Bocah laki-laki itu tersenyum dan mengangguk, mengulurkan tangannya untuk mengambil minuman yang diberikan oleh kakek Tara padanya.

Setelah kakek bertanya pada Ojan ketiganya kini telah sibuk menggambar dan mewarnai bersama. Ojan yang ikut dengan Tara dan kakekpun merasa begitu senang, begitupun dengan Tara yang kini justru menjahili Ojan dengan mencoret-coret hasil gambarannya membuat Ojan mencoret pipi Tara dengan krayon yang dipegangnya, hingga Tara mendengus kesal.

"Ojan, kok dicoret sih pipinya Tara huh!"

"Kamu duluan yang coret gambaran aku tau!"

"Huh! Ojan nakal, Kek," kata Tara seraya menunjuk dan mengadukan Ojan pada sang kakek.

"Dia duluan, Kek yang coret-coret gambaran aku," balas Fauzan tak mau kalah.

Kakek hanya tersenyum menanggapi ocehan keduanya, Tara yang duduk di bangku TK B sedangkan Fauzan yang duduk di bangku TK A membuat keduanya seperti adik kakak yang tengah bertengkar, karena sesuatu hal yang mereka perebutkan.

"Taraaaaa!" Seruan itu sukses membuat ketiga orang yang berada di teras menoleh kearah gerbang dan mendapati bocah laki-laki lain berdiri di depan gerbang dengan melambai-lambaikan tangannya.

"Ayooo main," ucapnya, membuat Tara beranjak dari duduknya dan mengabaikan Ojan.

"Kakekk, Tara main dulu ya!"

"Main disini aja bertiga sama Ojan juga ya."

"Iya, Kek."

Tara berjalan menuju gerbang dan menghampiri bocah laki-laki lalu mengajaknya untuk masuk.

Dan kini Fauzan tau bahwa Tara yang dulu ia kenal adalah Dera, gadis remaja berumur 18 tahun yang notabenenya adalah kakak kelasnya di Sekolah Menengah Atas dan saat ini justru tengah dekat dengannya. Fauzan tak habis pikir bagaimana Dera bisa melupakannya begitu cepat? Padahal dulu mereka begitu dekat. Meskipun kedekatannya tak begitu intens seperti Dera dan Axel sejak dulu.

Fauzan tau, namun Fauzan memilih diam dan tidak bertanya apakah Dera masih mengingatnya. Ia memilih untuk membiarkan masa kecilnya dan yang terpenting saat ini. Ia tak ingin lagi melihat gadis kecil yang dulunya sering terabaikan justru kembali diabaikan. Namun lagi dan lagi kehadirannya selalu menjadi yang kesekian.

Baginya ia hanya perlu mencoba untuk lebih dekat kembali dengan Dera, mengerti setiap hal yang gadis itu rasakan agar ia tak lagi merasakan sendiri setelah sepeninggal Kakek dan Neneknya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 14, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Adera dan AdaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang