27. Tak ada Ruang

14 6 2
                                    

Pagi ini Dera bangun lebih awal dari biasanya, ketika ia melangkah kearah meja rias dan berdiri tepat di depan kaca. Dera dapat melihat wajahnya yang sayu, matanya sedikit sembab, hidungnya yang terlihat sedikit merahpun seakan menunjukan, jika gadis itu dalam keadaan tidak baik baik saja. Padahal semalam selepas berbicara dengan bundanya ia langsung kembali ke kamar dan tidur tanpa mandi juga melewatkan makan malamnya.

Semalam itupun ia habiskan di dalam kamar dengan mengunci dirinya, rasa lelah terhadap pikirannya yang terus berkecamuk membuat Dera hampir diambang titik lelahnya. Dan seperti sekarang Dera masih terus memerhatikan kaca yang berada di depannya, sesekali gadis itu mengusap matanya.

"Habis ini ujian, gak boleh males-malesan kayak gini, ayo dong Dera, semangat!" ucapnya, menyemangati diri sendiri.

Lalu beranjak dari meja riasnya menuju kamar mandi dengan handuk yang sudah tersampir di bahu kirinya.

Setengah jam berlalu Dera baru keluar dari dalam kamar mandi dengan setelan seragam putih abu-abunya, langkahnya ia arahkan menuju ranjang miliknya. Duduk diatas sana dan menghela napas panjang. Entah mengapa hari ini Dera merasa begitu berat ketika berjalan, seakan badannya menopang suatu beban yang beratnya berkilo-kilo.

Namun dengan gerakan sedikit lambat Dera memasang dasi pada kerah seragam miliknya, memasang kaos kaki dan sepatu hitamnya, lalu beranjak dan melangkah menuju meja rias.

Menyisiri tiap helai rambutnya, menguncir sedikit rambut belakangnya dan menyisikan sebagian untuk digerai. Setelah itu memoleskan sedikit bedak pada wajahnya juga liptint berwarna pink pada bibirnya. Dera tau wajahnya sedikit pucat, membuatnya mau tidak mau memoleskan sedikit bedak dan liptint untuk menutupinya.

Hari ini ujian sekolah akan berlangsung hingga satu minggu ke depan, ia tidak boleh terkena sakit sebelum ujian ujiannya selesai.

Dengan langkah kecil, Dera berjalan menuju pintu dan bergegas turun ke lantai satu rumahnya. Bersamaan dengan itu Dara terlihat baru saja keluar dari kamarnya yang berada tepat disamping kiri kamar Dera. Gadis itu tersenyum, menghampiri Dera.

"Mau sarapan kan? Bareng aja yuk, Der. Kangen pas kita suka makan bareng," katanya seraya tersenyum.

Entah apa yang terjadi hari ini, namun Dera merasa ada sesuatu hal yang lagi lagi berbeda, padahal baru kemaren Dara bersikap ketus padanya, tapi sekarang? Kenapa gadis itu justru kembali pada sikapnya semula? Dera mercoba menepis setiap hal yang ia dapat hari ini dengan mengangguk dan menyetujui ajakan Dara. Mungkin saja kemaren Dara sedang pada masa bulannya atau sedang dilanda sedikit stress akibat tugas-tugas sekolahnya.

Akhirnya keduanya menuruni tangga dengan berjalan bersisihan. Tania yang berada di dapur dan mendapati suasana pagi dengan melihat kedua putri kembarnya kembali akrab begitu senang dan terharu secara bersamaan.

"Tumben bangun pagi kalian, hm?" tanya Tania yang tengah sibuk mengupas bawang.

"Kan tidur lebih awal, Bun. Apalagi Dera tuh ngebo sampe lupa makan," jawab Dara seraya tersenyum ke arah Dera.

"Ngantuk lagian."

Dara dan Dera duduk bersampingan di meja makan, sesekali Dara mengajak Dera untuk mengobrol mengenai sekolah, hubungannya dengan Axel, bagaimana tentang ekskul tinjunya. Membuat Dera sedikit merasa lebih baik dan membuang jauh-jauh pikiran negatif yang sempat hinggap di kepalanya.

"Ayo makan dulu habis itu kalian berangkat diantar sama papa," kata Tania dengan menyajikan dua piring nasi goreng untuk Dera dan Dara.

Keduanya mengangguk dan memakannya dalam diam, Tania yang kembali menjelajah di dapur dan Zainal yang baru saja datang di meja makan ikut bergabung dengan Dera dan Dara.

"Asik banget anak-anak papa ini, hm? Sudah sarapan aja, bagian papa mana?"

Dera hanya tersenyum begitupun dengan Dara dan Tania yang terkekeh mendengar ucapan suaminya.

"Papa kayak lagi ngomong sama anaknya yang baru masuk sekolah dasar tau gak."

Dara menyeletuk membuat Tania dan Dera terkekeh mendengarnya. Membuat Dera terharu dan merasa hangat di dalam keluarganya. Merasakan pagi bersama keluarga, makan bersama yang selingi dengan candaan membuatnya tau bahwa keluarga adalah segalanya bagi dirinya. Rumah yang selalu menjadi tempat singgah bagi orang-orang yang merindukan kasih sayang, berbagi cerita, dan banyak hal termasuk dirinya.

Dan hari ini ia benar-benar bersyukur pada Tuhan atas kisah hidupnya yang masih diberi kesenangan juga kebahagiaan yang tidak lepas begitu saja.

"Sudah jam 6 habisin makanannya, terus papa antar ke sekolah."

"Siap pak bos!" jawab Dara dan Dera bersamaan.

Adera dan Adara~

Dara dan Dera baru saja masuk ke dalam sekolah setelah diantar oleh Zainal—papanya. Keduanya berjalan bersisihan melewati koridor sekolah yang cukup ramai, karena hari ini adalah hari Senin. Keakraban keduanya seolah menjadi tatapan bagi siswa-siswi yang berada disekitar koridor, pasalnya kedua saudara kembar yang tengah berjalan bersama itu sangat jaraang terlihat bersama, mungkin hanya sesekali, namun hari ini keduanya seakan memiliki perasaan dan juga tujuan yang sama.

Setelah keduanya sampai di lorong yang memisahkan gedung untuk anak kelas Ipa dan Ips, Dara melangkah menuju lorong yang menghubungkannya menuju kelas Ips begitupun Dera yang berjalan berlawanan menuju lorong Ipa.

Tak jauh dipersimpangan lorong Ipa dan Ips terlihat seorang laki-laki berdiri di dekat salah satu pilar dengan senyum yang terpantri dibibirnya, namun matanya nampak berkaca-kaca. Tangannya ia masukkan kedalam saku celananya, satu tangannya yang lain ia gunakan untuk menumpu badannya pada pilar.

"Maafin aku," gumamnya pada diri sendiri seraya menatap ke depan. Entah siapa yang ditatapnya yang pasti laki-laki itu terlihat begitu sedih seraya menatap kosong objek di depannya.

Adera dan Adara~

Sesampainya di dalam kelas Dara disambut oleh kedua sahabatnya Laili dan Zahra, membuat Dara yang baru saja akan duduk ditempatnya ditarik untuk kembali berdiri dan membawanya ke belakang kelas untuk ditanyai.

"Lo hari ini tumben berangkat sama kembaran lo? Ada apa nih?" tanya Zahra dengan tatapan menyelidik, setelah ketiganya duduk dikursi paling belakang.

"Taktik," jawab Dara singkat sembari bersedekap dada.

"Maksud lo?" tanya Laili tidak mengerti.

"Ntar juga lo pada tau gak usah banyak tanya lihat aja nanti, habis ini bel masuk ujian mau dimulai. Balik aja balik!"

Setelah itu ketiganya kembali ke tempat duduk masing-mading dengan Dara yang menyunggingkan senyum kepuasan.

Berbeda dengan Dara dan teman-temannya, Dera, Raevy, dan Lalis kini sudah bersiap di tempat duduknya masing-masing tanpa membahas mengenai kebersamaan Dera dan Dara tadi pagi.

Raevy dan Lalis memutuskan untuk memberikan Dera jeda sejenak sebelum gadis itu bercerita, keduanya tidak ingin jika nantinya Dera justru menjadikan hal hal kecil menjadi beban pikiran terlalu dalam. Sebab Raevy dan Lalis paham betul bagaimana Dera, gadis itu selalu berpikir banyak hal, menumpunya sendirian bahkan tak jarang ia tak mau bercerita dengan Raevy maupun Lalis yang notabenenya adalah sahabat sejak semasa sekolah menengah pertamanya.

Bel berbunyi begitu nyaring, murid-murid kelas 12 bersiap dalam ruangannya masing-masing, membedakan setiap jurusan untuk melaksanakan ujian sekolah. Dera sudah bersiap di depan komputernya begitupun dengan murid yang lain.

Namun sebelum guru pengawas masuk ke dalam ruangan, dering ponselnya berbunyi menandakan satu pesan masuk.

Fauzan: semangat ujiannya kakak^

Dera tersenyum membacanya, lalu mengeluarkannya kembali ke menu utama dan mematikan ponselnya sebelum guru pengawas datang.

Adera dan AdaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang