26. Jauh

14 5 3
                                    

Kini Fauzan dan Dera tengah berada di salah satu tempat makan yang berada dipinggir jalan, selepas meninggalkan taman hiburan keduanya memutuskan untuk singgah sejenak disalah satu tempat yang tak jauh dari area taman untuk mengisi perut keduanya setelah beberapa jam asik mencoba wahana.

"Lo jadi mau makan apa?" tanya Fauzan ketika keduanya berjalan beriringan.

"Mie ayam aja."

Fauzan hanya mengangguk dan berjalan menuju gerobak mie ayam dan memesan dua mangkuk mie untuknya dan juga Dera. Setelah memesan, Fauzan berjalan kembali menuju meja yang telah ditempati Dera untuk menunggu pesanannya jadi.

Sembari menunggu seperti biasa Fauzan selalu memerhatikan Dera, memerhatikan setiap gerak gerik gadis itu lakukan, seperti saat ini Dera tengah serius memainkan ponselnya dan tidak menyadari jika Fauzan berada di hadapannya. Gadis itu sesekali menyatukan alisnya seolah tengah berpikir keras dan tangannya yang lincah masih terus ia gerakan di layar ponsel pintarnya.

Masih pada mata yang tertuju pada Dera, Fauzan tersenyum. Memperlihatkan kedua lesung pipinya, senyumnya begitu teduh bagi orang-orang yang memerhatikannya. Entah atas dasar apa Fauzan selalu merasa nyaman dengan gadis yang berada di hadapannya, ia seolah menemukan seseorang di masa lalunya yang dulu menghilang.

Menemukan kembali tubuh ringkih yang dulu selalu di dekapnya. Ia tau betul bagaimana dulu ia memperlakukan seorang gadis kecil yang selalu menyendiri. namun bukan hanya dirinya ada satu orang laki-laki yang dulu selalu bersamanya. Menemani gadis itu dimanapun ia berada. Sama seperti saat ini, namun bedanya laki-laki itu tak lagi bersama gadisnya.

"Ini mas mie ayamnya," ucap si tukang mie ayam dan seketika membuyarkan lamunan Fauzan.

"Jangan dilihatin mulu, mas pacarnya gak bakal hilang kok wkwk," gurau si tukang mie ayam pada Fauzan seraya menatap kearah Dera yang baru saja memfokuskan pandangnnya pada semangkok mie yang berada dihadapannya saat ini.

"Terima kasih, pak," jawab Dera menghiraukan percakapan keduanya, lalu meletakan ponselnya.

Ketika Dera baru akan menyendokan sambal untuk mienya Fauzan sudah memberikan peringatan.
"Jangan banyak-banyak nanti mencret lo," ucapnya, lalu mulai mengambil beberapa sendok sambal untuk mienya sendiri.

"Besok-besok kalo ngasih tau orang tolong ngaca dulu."

Setelah itu keduanya makan tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Dera yang sibuk memakan mie ayamnya dan menambah sedikit sambal pada mangkuknya, sedangkan Fauzan yang sibuk memakan mienya dengan tatapan yang tak pernah lepas dari Dera.

"Kalo makan gak usah buru-buru abangnya gak bakal ninggalin lo," kata Fauzan seraya menjulurkan tangannya yang memegang tissu untuk mengusap bibir Dera.

"Saya bisa sendiri." Setelah itu Dera mengambil alih tissu yang berada ditangan kanan Fauzan dan mengusap bibirnya sendiri.

"Habis ini mau kemana?" tanya Fauzan.

"Pulang."

"Jutek amat kenapa sih?"

"Soalnya lagi makan gak boleh banyak omong, nanti makanannya dihabisin momok."

"Momok?"

"Pocong."

Fauzan hanya menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar penuturan Dera. Apa hubungannya makanan sambil bicara dengan pocong? Namun sekali lagi hal kecil seperti itu mampu membuat Fauzan menyunggingkan senyum yang entah hari ini sudah keberapa kali ia tampakkan.

"Ayo pulang!" ajak Dera setelah mie dalam mangkuknya tandas.

"Baru juga habis, Der mau ngibrit aja. Biar makanannya turun dulu kek buru-buru banget, kan gue masih mau berduaan sama lo."

Adera dan AdaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang