23. Sekat (a)

14 5 4
                                    

Di hari Minggu pagi Dera memilih bersantai di teras rumahnya dengan beberapa camilan dan laptop yang saat ini tengah berada di pangkuannya, jari jemarinya yang lincah mengetikkan beberapa teks di atas sana bermaksud untuk mengerjakan tugas sekolahnya, makala yang lusa akan di kumpulkan dan di presentasikan.

Sesekali indra penglihatannya melirik kearah gerbang rumahnya yang tertutup rapat, setelah kepergian Papa dan Bundanya untuk menghadiri acara rekan kerjanya beberapa menit yang lalu dan menyisakan Dera dan Dara yang tinggal dirumah.

Berbeda dengan Dera yang berada di teras rumah dengan laptop dan beberapa buku sekolahnya, Dara justru tengah berkutat di dalam kamarnya dengan beberapa pakaian yang entah akan ia gunakan untuk apa, hingga beberapa puluh menit berada di dalam kamar kini gadis yang membiarkan rambut hitam sebahunya tergerai itu melangkah menuruni anak tangga dengan merapikan letak tas selempangnya dan terus berjalan menuju pintu utama rumahnya.

Dengan langkah kecil dan bunyi sepatu berdecitan dilantai membuat Dera yang tadinya tengah fokus dengan tugasnya sedikit mengalihkan pandangannya kearah sumber suara dan mendapati Dara melangkah keluar dari dalam rumah.

"Kamu mau kemana?" tanya Dera dengan tatapan yang mengarah tepat kearah manik mata Dara dan sedikit mendongakkan kepalanya.

"Mau jalan sama Laili," jawabnya tanpa memerdulikan Dera yang saat ini tengah memerhatikannya.

"Masih jam 9 pagi, Dar mau jalan kemana?"

"Bukan urusan lo kan, Der? Lagian tadi sudah izin Bunda katanya oke aja, lo jaga rumah ya jangan kemana-mana. Gue pergi dulu."

Setelah itu tanpa menunggu jawaban dari Dera, Dara sudah berjalan menuju pintu gerbang dan membukanya, lalu keluar dan berjalan menjauhi area rumahnya setelah sebelumnya menutup pintu gerbang rumahnya.

Dera yang masih setia memandangi Dara yang sudah menghilang dibalik tikungan gerbang hanya mampu menghela napas. Entah apa yang dirasakannya hanyalah sebuah perasaan atau justru kenyataan, Dera merasa semakin hari ia memiliki jarak yang cukup jauh dengan saudari kembarnya itu. Meskipun mereka tinggal di satu atap rumah yang sama, namun entah kenapa di hari hari berikutnya Dara bersikap seolah sedikit ketus padanya.

Berbanding terbalik dengan Bundanya yang justru mencoba memperbaiki hubungan keluarga dengannya.

Mencoba fokus dengan tugas-tugasnya, Dera mengalihkan pikirannya mengenai Dara. Melanjutkan mengetikan bebeberapa kalimat sebagai penutup dalam makalanya.

Setelah dirasa tugasnya selesai dan membereskan buku-bukunya menjadi satu tumpukan serta mematikan dan menutup laptopnya, kini Dera mulai membuka satu novel yang berada diantara tumpukan buku sekolahnya. Membaca halamannya satu persatu dengan sesekali mengambil keripik pisang yang berada di samping kanannya untuk ia makan.

"Huh! Bosan juga," ucapnya saat baru membalik halaman selanjutnya pada novel yang ia baca.

"Masih pagi juga nanti-nanti ajalah," ucapnya sekali lagi dan kembali menunduk untuk melanjutkan bacaannya.

Saat baru saja membaca beberapa kata ponselnya bergetar nyaring menandakan satu panggilan masuk. Dilihatnya sebentar, lalu ia slide pada ikon telepon genggam berwarna hijau untuk mengangkatnya.

"Halo, assalamualaikum," ucapnya menyapa.

"Waalaikumsalam kakak yang manis."

"Ada apa kamu pagi-pagi nelpon saya?"

"Tentu saja untuk melepas rindu."

"Masih pagi loh, Jan gak mutu sama gombalan kayak gitu."

Adera dan AdaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang