Bab 7 - Panas

7K 229 2
                                    

Setelah menempuh perjalanan yang cukup memakan waktu, tibalah mereka di terminal kereta yang cukup terkenal di Jogjakarta. Percayakah kalian sedari tadi kedua manusia absurd ini hanya saling diam di dalam bajai, saling melamun satu sama lain.

Alena turun dari bajai, kedua telapak kakinya telah sempurna menginjak di jalanan beraspal yang sangat halus. Banyak sekali para turis yang berlalu lalang, ada yang berkunjung karena ingin berlibur ada pula karena urusan pekerjaan.

Namun bola mata Alena yg sedikit berwarna kecoklatan menatap lurus ke arah samping ketika ia melihat pria yang bersamanya kini telah berdiri tegap sempurna di sampingnya.

“Om ngapain sih ngikutin aku? Aku bisa jaga diri sendiri kok, enggak usah khawatir,” kata Alena dengan percaya diri.

Arka mengerutkan dahinya ketika mendengar ucapan yang di lontarkan Alena barusan. Ia sesegera mungkin meninggalkan wanita yang sedari melongo melihat pria yang ada di sampingnya pergi begitu saja tanpa menjawab pertanyaannya.

“Ck! Dasar pria tua,” umpat Alena.

Alena membawa tas berwarna merahnya memasuki kawasan bandara.

“Apakah anda membutuhkan bantuan nona?”

Alena yang sedang sibuk mencari tiket keberangkatannya di dalam tas ransel berwarna pink berhiaskan pita kecil. Ia cukup tersentak mendengar ucapan laki-laki yang kini sudah ada di hadapannya. Mata Alena meleleh melihat wajah tampan pria yang memiliki freestyle ala opa korea.

“Eh iya,”
“Sepertinya nona butuh bantuan?”
“Ganteng! Eh Om.. kak aduh,” kata Alena dengan tingkah saltingnya.
“Panggil aku Bara, memangnya aku terlihat tua apa?” kata pria yang sepertinya usianya tidak jauh beda dengan Alena.
“Eh iya Bara” ucap Alena seraya melemparkan senyum manisnya.
“Sepertinya tas mu berat, sini biar aku bantu?” kata Bara seraya mengambil alih tas yang dibawa Alena.

Bara tersenyum tipis ketika ia merasakan ringannya tas Alena berwarna merah itu. Alena tersipu malu melihat ekspresi Bara sepertinya taktik Alena berhasil.

Mereka saling berjalan, beriringan menuju tempat pengecekan tiket.

“Kamu mau pulang atau berlibur?” tanya Bara
“Pulang”
“Kemana?”
“Jakarta,"
“Jakarta sama dong aku juga mau ke jakarta tapi mau berlibur ke rumah Om ku,”
“Oh, berarti kita satu kereta dong?”
“Sepertinya iya,”
“Bara aku ke toilet bentar ya kamu tunggu disini sebentar five minute,”
“Oke.”

Alena berjalan dengan langkah kaki yang sangat terburu-buru, beberapa orang menggerutu kesal karena Alena beberapa kali menabrak orang-orang yang tengah berlalu lalang dengan aktivitasnya, namun kata ‘maaf’ tak pernah lepas dari bibirnya. Lantai toilet tengah di pel oleh petugas office girls yang bekerja di stasiun kereta. Sepatu kets Alena terpeleset saat ia baru saja keluar dari dalam bilik toilet.

Cup.. sebuah ciuman ringan menempel sempurna di pipi kiri Alena.

Plak! Tamparan panas mengenai pipi kanan pria yang ada di hadapannya. Pria berkemeja itu hanya diam tercengang seraya memegangi pipi kanannya yang terasa panas.

“Kamu? Dasar pria tua yang kurang ajar!” umpat Alena seraya melayangkan lutut kakinya membogem rudal pria itu.

“Ah!” pekik Arka

Tanpa mereka sadari, mereka kini menjadi bahan sorotan para pengunjung yang tengah berada di toilet. Ada juga seorang ibu-ibu yang menutup mata anaknya yg berusia 5 tahun dengan bantuan telapak tangannya ketika melihat adegan Arka yang tidak sengaja mencium Alena.

Pria yang di tampar Alena barusan adalah Arka, niat hati menolong namun tanpa di sengaja tubuhnya juga tak seimbang alhasil ia tidak sengaja menciumnya. Sebenarnya yang harus di salahkan disini adalah Alena kalau saja ia tidak terlalu bersemangat saat terpeleset mungkin tidak akan ada adegan seperti itu bukan.

“Ck! Apakah tadi barusan aku menciumnya? Oh Tuhan sungguh aku tidak ada maksud mencium wanita gila itu. Aku hanya mencoba menolongnya kenapa jadi seperti ini.“ benak Arka.

Alena melangkahkan kakinya dengan tempo yang cukup cepat ia benar-benar kesal akan perlakuan gila! Pria tadi. Pria itu telah merebut first kissnya.

Sejujurnya ia belum puas menampar Arka hanya dengan satu tamparan, ingin sekali ia menampar bolak-balik wajah Arka.

Bara yang sedari tadi memperhatikan Alena dari kejauhan ia bisa menatap jelas bibir mungil Alena yang sedari tadi mengerucut ke depan tak jelas.

"Ada apa dengan dia?" gumam Bara namun terdengar cukup lirih.
“Ayo Bara cepetan 10 menit lagi kereta kita udah mau berangkat, maaf ya aku lama," ujarnya
“Iya Al gak apa-apa kok, tapi kamu kenapa, kok aku liatin dari kejauhan kamu ngomel-ngomel sendiri ada masalah?” tanya Bara seraya memegang kedua pundak Alena.

“Kenapa?”
“Enggak kenapa-kenapa kok bar, cuman ada insiden kecil tadi,”
“Tapi kamu enggak kenapa-kenapa kan? Atau ada yang jahatin kamu siapa? Bilang sama aku. Biar aku hajar dia,” kata bara

Ada apa dengan Bara bersikap gentle man dia belum tahu siapa Arka.

Rasanya Alena ingin terbang ke langit ke tujuh untuk pertama kalinya ia mendapatkan perhatian lebih dari seorang pria.

“Udah ganteng, baik, perhatian, cool banget lagi. Cowok idaman gue banget andai dia pacar gue. Enggak kayak pria tua itu,” benak Alena berkhayal seraya menatap Bara dengan puppy eyes miliknya.

“Al kamu kenapa?” tanya Bara seraya mengusap pundak Alena.
“Eh iya bar, aku enggak kenapa-kenapa kok.” jawabnya seraya tersenyum.

Mohon perhatian kereta Rj-45 akan segera berangkat kepada para penumpang Jogjakarta-Jakarta, dimohon segera memasuki kereta, terimakasih.

Bara dan Alena menyudahi kegiatan saling tatap menatap, mereka sesegera mungkin melangkah kakinya menuju awak pusat kereta.

Sedangkan dari arah kejauhan seorang pria tengah menatap kedua punggung manusia yang kini tengah berjalan beriringan, mungkin mereka saling mencintai, kini mereka tengah berjalan bersama memasuki kereta.

TBC.

My Boyfriend Is Duda (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang