02

5.5K 638 113
                                    

Lee Seeyan

Sore ini aku meminta bertemu dengan Jaemin di salah satu cafe yang sering kami kunjungi. Tentu saja dengan paksaan terlebih dahulu.

Aku tersenyum lebar saat dari kejauhan aku melihat Jaemin keluar dari mobilnya. Buru-buru aku merapikan rambutku kembali agar terlihat perfect di depannya.

"Jaemin, disini!

Dia yang masih berada di pintu langsung berjalan ke arahku. Seperti biasa, wajahnya selalu dingin tanpa ada ekspresi.

Jaemin menarik kursi agak kasar lalu duduk di hadapanku.

"Apa yang kau inginkan? aku tidak punya banyak waktu."

Sabar, hanya kata itu yang mampu membuatku kebal akan kata-kata Jaemin yang menusuk.

"Kau tidak ingat sesuatu?"

Jaemin mengangkat satu alisnya dan hanya diam.

"Aku tidak ingin basa-basi."

Hfft

Aku menghela nafas panjang.

"Sebentar,"













"Happy anniversary yang ke dua, sayang!"

Aku mengeluarkan kue berukuran kecil dengan lilin yang menunjukkan angka dua. Bukan gayaku sebenarnya tapi entahlah aku ingin merayakannya saja. Anniversary yang pertama kami tidak melakukan apapun, Jaemin malah menghilang tanpa kabar saat itu.

Jaemin terdiam, wajahnya tampak terkejut. Aku yakin sekali dia pasti merasa terharu dengan apa yang aku lakukan. Dia tidak akan pernah menyangkanya.

"Kita tiup lilinnya bersama-sama."

Aku sudah hampir meniup lilinnya tetapi tidak ada tanda-tanda Jaemin mengikutiku. Aku menatapnya sedikit kecewa.

"Kau tidak mau meniupnya?"

Jaemin berdiri hingga suara kursi yang bergesekan dengan lantai terdengar nyaring. Untung disini hanya ada kami jadi tidak akan menganggu siapapun.

"Bodoh. Aku benci perempuan yang melakukan hal tidak berguna sepertimu!"

Kalimatnya begitu menohok. Tenggorokanku tercekat sampai rasanya tidak bisa berbicara. Aku tidak tau yang kulakukan ini tidak disukainya, jika aku tau aku tidak akan pernah melakukannya.

"Baiklah kalau kau tidak mau meniup lilinnya, tapi jangan pergi.. aku ingin memberimu sesuatu."

Aku meletakkan kue yang masih utuh dengan lilin yang menyala di meja dan mengambil kotak berukuran kecil dari dalam tasku. Cepat-cepat aku memberikannya pada Jaemin.

"Tidak apa-apa kalau kau tidak mau merayakannya bersamaku tapi aku mohon terimalah hadiah ini,"

Jaemin menatap kotak berwarna hitam yang ada di tanganku cukup lama. Aku takut kalau-kalau dia tidak mau. Ini sungguh berharga bagiku dan aku mau Jaemin memilikinya.

Tapi dugaanku salah, ternyata Jaemin menerimanya!

Seketika itu juga aku merasa lega dan sangat bahagia.

"Terimakasih."

Bukan, bukan Jaemin yang beterimakasih, tapi aku. Mungkin orang lain yang melihat akan merasa aneh karena aku yang memberi hadiah tapi aku juga yang berterimakasih. Jaemin saja tidak mengatakan apapun, tidak masalah, ini sudah biasa terjadi. Jaemin memang seperti itu. Sudah cukup dia mau menerima hadiah dariku, padahal sebelumnya dia tidak mau menerima apa-apa dariku. Makanan yang sengaja aku masakan untuknya pun tidak pernah dia makan. Bukankah ini sulit bagiku?

Tanpa menatapku Jaemin melangkahkan kakinya pergi keluar cafe.

Dan hal yang membuat hatiku berkali-kali lipat terasa sakit, saat Jaemin membuang hadiah dariku di tempat sampah yang ada di depan cafe. Bahkan dia belum membuka apa isinya.

Dia langsung pergi dengan mobilnya, meninggalkanku dengan sejuta rasa sakit.

Aku segera berlari keluar dan memungut kotak yang tergeletak di dalam tempat sampah. Aku membersihkannya dari beberapa kotoran yang ada dan membuka kotak itu.

Sebuah jam tangan dengan merk ternama. Aku membelinya dengan uang tabunganku. Aku tau Jaemin tidak akan mau memakai barang imitasi ataupun barang yang murah. Cukup lama bersamanya aku jadi tau apa seleranya dan kebiasaannya. Karena itu aku rela menghabiskan setengah dari uang tabunganku untuk membelikannya jam tangan, aku mau dia memakainya kemanapun dia pergi tanpa merasa malu.

Tetapi sepertinya imajinasiku terlalu tinggi, belum sempat dilihatnya saja sudah berakhir di tempat sampah. Aku terlalu berkhayal.

Ternyata semua yang kupersiapkan sia-sia. Jaemin tidak merasa bahagia. Mungkin benar aku bodoh, di matanya semua yang kulakukan tidak ada gunanya.

Setelah menutup kotak itu lagi aku kembali ke dalam cafe, aku melirik ada beberapa pelayan yang melihatku namun mereka langsung mengalihkan tatapannya saat aku memergoki mereka.

Sudahlah, aku memang pantas menjadi pusat perhatian dan aku tidak merasa malu.

Aku memperhatikan lilin yang masih menyala.

Seharusnya apinya sudah padam daritadi tapi sayangnya semua tidak berjalan mulus. Jaemin tidak mau melakukannya bersamaku.

Aku menghela nafas panjang-panjang sebelum akhirnya meniup lilin itu sendirian bersamaan dengan air mataku yang menetes. Di dalam hati aku mengucapkan permohonanku.

Tuhan...

Aku ingin hubunganku dan Jaemin bertahan. Aku ingin dia sadar tentang perasaannya padaku dan memperlakukanku dengan baik layaknya gadis yang dia cintai walaupun sedikit saja, bukankah itu sederhana?

Juga aku ingin dia selalu sehat agar bisa terus berada di sisiku. Aku sangat mencintainya dan jujur aku tidak sanggup jika dia meninggalkanku.

Aku harap semua keinginanku bisa terwujud.

Jaemin bagaikan bintang yang tidak bisa kugapai. Aku memang memiliki tubuhnya, tapi hatinya? sekarang aku mulai ragu.

#####

next? haha

2# Don't Recall [Jaemin NCT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang