"Ckck, pagi-pagi sudah murung."
Jeein meletakkan tas ransel putihnya di atas meja lalu duduk di samping Seeyan, yang entah sejak kapan wajahnya ditekuk. Datang-datang sudah melihat sahabatnya seperti itu.
Seeyan tak menjawab, ia hanya diam sambil merengut.
"Hei, kau itu kenapa hm?" Jeein menatap Seeyan khawatir dan mau tak mau Seeyan menolehkan wajahnya untuk menatap Jeein.
"Tadi pagi aku ke apartemen Jaemin, tapi dia tidak ada. Padahal semalam dia bilang sedang sakit. Sekarang ponselnya tidak aktif." kemudian menghembuskan nafasnya berat sambil menelungkupkan wajahnya di atas meja.
Dahi Jeein bekerut samar. "Sakit? tapi semalam aku bertemu Jaemin di minimarket."
Mata Seeyan langsung terbuka lebar, ia mengangkat kepalanya lalu menatap Jeein penuh harap.
"Serius?? dia baik-baik saja kan? apa waktu itu wajahnya terlihat pucat?"
"Eumm... " Jeein menggaruk tengkuknya sambil mengingat-ingat. "Yaa... sedikit pucat. Tapi dia masih bisa melakukan aktivitas biasa, mungkin waktu bertemu denganku sakitnya belum parah. Dia tidak masuk sekolah?" tanya Jeein mengganti topik.
Seeyan kembali murung, kepalanya menggeleng lemah. "Karena itu tadi pagi-pagi sekali aku sengaja ke apartemennya untuk mengecek kondisinya, tapi dia malah tidak ada."
"Memang di apartemennya tidak ada orang?"
Seeyan lagi-lagi menggeleng. "Dia tinggal terpisah dari ayah dan kakaknnya."
Pandangan Jeein menerawang ke atas sambil melipat kedua tangannya di dada. "Hmm, kemungkinan besar Jaemin ada di rumahnya, maksudku rumah yang ditinggali ayah dan kakaknya. Dia kan sedang sakit. Lalu, apa yang membuatmu sekhawatir ini?"
Seeyan seketika menatap Jeein dengan alis terangkat satu. "Bisa saja tidak kan? aku takut ada hal besar yang terjadi padanya dan aku malah tidak tau. Jaemin itu bisa berubah menjadi sosok yang manja ketika sedang sakit, dia tidak bisa dibiarkan sendirian. Kalau tidak ada orang satupun di dekatnya, tidurnya pasti tidak akan tenang. Ya meskipun dia akan diam saja dan tidak pernah mengeluh pada orang lain. Tapi aku tau yang sebenarnya," lirihnya diakhir kalimat.
Semua itu tak luput dari Jeein, gadis itu benar-benar mengamati gerak-gerik maupun ekspresi Seeyan yang mudah berubah. Hal ini pun sudah cukup menjelaskan bagaimana berpengaruhnya Jaemin di hidup Lee Seeyan.
Jeein tersenyum, namun senyuman itu terlihat berbeda dari biasanya. Seperti ada sesuatu yang salah dan ditutupi. Bodohnya Seeyan tak menyadarinya.
"Menurutku, nanti pulang sekolah kau harus mencobanya lagi. Mungkin Jaemin sudah ada di rumah kan,"
Seeyan nampak berpikir, memang harusnya itu yang ia lakukan nanti. Namun entah mengapa perasaannya sedikit tidak enak, hatinya mengatakan ada sesuatu yang mengganjal disini.
"Eumm, aku akan kesana lagi nanti."
***
Jaemin baru saja memasuki apartemennya. Training hitam, kaos hitam dengan kepalanya yang ditutupi topi berwarna senada. Ia baru kembali dari minimarket, di tangannya terdapat kantung plastik yang berisi cup ramen dan beberapa camilan lainnya.
Setelah menutup pintu, ia berjalan ke arah sofa. Meletakkan kantung plastik di atas meja lalu mendudukkan tubuhnya kasar. Helaan nafas panjang terdengar di seluruh penjuru ruangan, mata Jaemin terpejam. Jujur kepalanya sedikit pusing, topinya pun sebenarnya untuk menutupi wajah pucatnya. Jaemin memang sedang sakit, ia tak berniat ke sekolah hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
2# Don't Recall [Jaemin NCT]
Fanfiction"Mempertahankanmu adalah kesalahan terbesarku." -Lee Seeyan "Aku benci perempuan yang melakukan hal tidak berguna sepertimu." -Na Jaemin